Lagi, Polda Bali Bongkar Sindikat Penipuan Daring Warga China
2018.05.02
Denpasar

Tim Kejahatan Siber Direktorat Reserse dan Tindak Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali dan Counter Transnational and Organized Crime menangkap 105 warga China yang diduga pelaku kejahatan daring di tiga lokasi terpisah.
Penangkapan pertama dilakukan terhadap 44 warga China di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Selasa siang, 1 Mei 2018.
Dari rumah sewa sekitar 15 kilometer dari Denpasar, polisi menyita barang bukti berupa telepon, laptop, paspor, telepon seluler, router, printer, dan pembagi jaringan Internet.
Kemudian, aparat bergerak ke lokasi kedua dan ketiga yang berada di Denpasar, dimana satu sama lain berjarak tak sampai 1 kilometer.
Di rumah berarsitektur Bali lantai tiga di Jl Bedahulu, polisi menciduk 28 orang dan dari sebuah rumah Jl Gatot Subroto I, polisi menangkap 33 warga China.
Dari ketiga lokasi itu, polisi ikut mengamankan 11 warga Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah dan diyakini tidak terlibat dalam aksi penipuan.
Direktur Reskrimsus Polda Bali, AKBP Anom Wibowo mengungkapkan, Rabu, 2 Mei 2018, bahwa 105 warga China ditangkap karena telah melakukan penipuan secara daring.
Modusnya, para pelaku menelpon korban di negaranya dengan mengaku sebagai aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, atau lembaga anti-korupsi.
Pelaku menggunakan data-data pribadi calon korban yang mereka peroleh melalui pasar gelap Internet (dark net), seperti nama, nomor telepon, dan nomor rekening bank bahkan jumlah uang di dalamnya.
Menurut Anom, umumnya calon korban adalah mereka yang memang memiliki masalah hukum, misalnya pelaku pencucian uang.
Selain berbekal data-data pribadi calon korban, Anom menambahkan, para pelaku juga menggunakan teknologi untuk mengubah nomor telepon melalui sambungan Internet atau voice over Internet protocol (VoIP) agar terlihat seperti nomor asli dari lembaga penegak hukum di China.
“Begitu para calon korban memeriksa nomor telepon yang masuk, ternyata nomornya memang sama dengan nomor telepon kantor yang disebut pelaku,” kata Anom.
“China kan besar maka korban tidak memiliki waktu untuk cek langsung, sementara si pelaku penipuan hanya memberikan waktu sebentar. Korban pun langsung mengirim.”
Para pelaku mengancam korban agar mentransfer uang ke rekening pelaku sehingga kasus mereka tidak dibuka ke publik.
Anom mengaku belum tahu berapa jumlah korban di China daratan dan Taiwan. Namun, berdasarkan kasus-kasus sebelumnya, korban bisa tertipu sampai Rp8 miliar dalam satu kali kejadian.
Para pelaku kini ditahan di Mapolda Bali, sambil menunggu tim Imigrasi Denpasar dan Konsulat Jenderal Republik Rakyat China untuk menindalanjuti kasus tersebut.
Berdasarkan kasus-kasus sebelumnya, para pelaku penipuan akan dideportasi ke China untuk diadili di sana.
Sewa rumah mewah
Para pelaku datang ke Indonesia dengan visa turis, tetapi kemudian menyalahgunakan visa untuk melakukan penipuan. Mereka tinggal di rumah sewa mewah.
Menurut para tetangga, rumah bergaya Bali dengan tiga lantai di Bedahulu, Denpasar Utara, selalu terlihat tertutup.
Ni Kadek Dewi, pedagang buah persis di depan rumah, mengaku hanya sesekali bertemu penjaga rumah yang orang Indonesia.
“Saya benar-benar tidak menyangka kalau di rumah ini ada orang sebanyak itu,” katanya.
Dewi mengaku sempat bertanya ke penjaga rumah.
“Katanya untuk usaha perjalanan dengan turis China. Saya sih percaya saja. Orang tidak pernah ada apa-apa,” lanjutnya.
Daftar panjang
Terbongkarnya sindikat ini menambah daftar panjang terungkapnya jaringan warga China yang melakukan penipuan secara daring di Bali.
Sebelumnya, Januari 2018, Polda Bali dan Mabes Polri juga menangkap 68 orang terdiri dari 63 warga China, 1 warga Malaysia, dan 4 WNI yang terlibat jaringan penipuan daring.
Pada Juli 2017, kepolisian Indonesia secara serentak menangkap WNA China pelaku penipuan di tiga lokasi yaitu Jakarta, Surabaya, dan Bali. Sebanyak 148 warga China itu juga melakukan penipuan dengan modus sama, mengaku sebagai aparat penegak hukum untuk memeras korbannya.
Menurut Anom, selama delapan bulan terakhir, mereka telah menangkap lebih dari 300 WNA China pelaku penipuan daring ini.
“Bali memang menjadi salah satu lokasi operasi mereka selain Surabaya, Jakarta, dan Medan karena di sini banyak turis China sehingga tidak terlalu kelihatan,” katanya.
Sebagai daerah internasional, menurut Anom, Bali memang menjadi salah satu lokasi favorit pelaku kejahatan jaringan internasional, termasuk kejahatan Internet.
Selain penipuan online oleh warga China, kejahatan lain adalah skimming atau pencurian informasi kartu kredit atau debit dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu melalui mesin uang tunai (ATM). Pelakunya sebagian besar dari negara-negara Eropa Timur, seperti Turki, Hongaria, dan Bulgaria.
Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Denpasar, Yoga Arya Prakoso Wardoyo, menyatakan wisatawan yang tercatat paling banyak datang ke Bali pada bulan Maret 2018 berasal dari China (22,31 persen) disusul Australia (18,16 persen), India (5,82 persen), Jepang (4,97 persen) dan Inggris (4,61 persen).
“Hingga saat ini kami belum bisa berkomentar apa pun karena belum ada pelimpahan dari kepolisian,” katanya ketika ditanya soal penangkapan 105 warga China.
Untuk pengawasan warga asing di Bali, pihaknya bekerja sama dengan aparat lain maupun masyarakat.