Pemerintah Bangun Sistem Terpadu Peringatan Dini Bencana

Wapres Jusuf Kalla mengatakan persiapan teknologi, kerjasama antar masyarakat, pendidikan, dan kultur merupakan beberapa upaya untuk menghindari banyaknya korban saat terjadi bencana.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.12.16
Jakarta
161216_ID_RiskManagement_1000.jpg Seorang warga berjalan di samping bangunan toko yang ambruk akibat gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, 8 Desember 2016.
Nurdin Hasan/BeritaBenar

Untuk mengurangi resiko bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sedang membangun sistem peringatan dini terintegrasi dalam satu platform.

“Peringatan dini bencana sudah ada, namun ada di berbagai lembaga berbeda. Sekarang sedang dibangun sistem peringatan dini multi-bencana yang terpadu,” ujar Sekretaris Utama BNPB, Dody Ruswandi, kepada wartawan di sela-sela peringatan Hari Kesadaran Tsunami Dunia 2016 di Jakarta, Kamis, 15 Desember 2016.

“Dengan ini, peringatan dini yang ada di lembaga-lembaga terpisah akan diperbaiki dan disatukan dalam satu platform,” tambahnya.

Dody mengatakan ide pembangunan sistem terpadu sudah dibahas sejak setahun lalu sebagai bagian dari upaya pemenuhan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bahwa Indonesia akan menurunkan 30% indeks resiko bencana di 136 kabupaten/kota yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional.

“Pembangunan sistem sudah disetujui di tingkat pejabat eselon 1 berbagai kementerian dan lembaga terlibat dalam manajemen bencana dan akan dibahas di tingkat menteri awal tahun depan untuk selanjutnya dibahas bersama presiden,” jelasnya.

Sesuai perkembangan teknologi, peringatan dini bencana nantinya akan dikirim ke telepon genggam, mengingat perangkat ini selalu dibawa oleh penggunanya.

Dody menambahkan sistem peringatan dini ini nantinya akan mencakup semua jenis bencana yang ada di Indonesia. Namun pada tahap awalnya difokuskan beberapa jenis bencana yang paling rawan terjadi di Indonesia.

BNPB mengkategorikan 10 ancaman bencana di Indonesia yang besar persebarannya, yaitu gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api, banjir, banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrem, dan gelombang ekstrem.

Bulan lalu, BNPB sudah meluncurkan inaRISK atau aplikasi portal berbasis internet untuk mengidentifikasi risiko bencana di Indonesia yang dapat diakses secara terbuka oleh publik.

Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Wisnu Widjaja, mengatakan identifikasi risiko merupakan langkah awal dari penanggulangan bencana.

“Data risiko bencana menjadi cikal bakal sistem terpadu peringatan dini multi-bencana yang sedang dibangun,” katanya.

Kearifan lokal

Dalam sambutan pada Hari Kesadaran Tsunami Dunia 2016, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan persiapan teknologi, kerjasama antar masyarakat, pendidikan, dan kultur merupakan beberapa cara untuk menghindari jatuhnya korban yang banyak saat terjadi bencana.

Kalla memberikan contoh kebiasaan masyarakat di Pulau Simeuleu, Aceh, sebagai kultur yang melekat untuk mengantisipasi bencana.

“Di Pulau Simeulue, apabila ada gempa di laut, mereka sudah tahu harus lari ke gunung untuk menyelamatkan diri. Jadi resiko bencananya berkurang karena itu,” ujar Kalla.

Menurut Kalla, ketika tsunami menerjang Aceh tahun 2004 yang menelan korban lebih dari 170 ribu jiwa, hanya tujuh orang warga Pulau Simeulue meninggal dunia, padahal pusat gempa 9,3 Skala Richter dekat Simeulue.

Hal ini terjadi karena sejak ratusan tahun lalu, warga Simeulue dididik turun-temurun untuk menghindari tsunami melalui kearifan lokal yaitu bila terjadi gempa kuat, warga langsung berteriak, “smong” – artinya tsunami – sehingga mereka lari ke gunung.

Muzailin Affan, dosen informatika dari Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, mengatakan budaya serupa juga ada di Aceh, tapi tidak diwariskan dengan baik ke generasi-generasi berikutnya.

“Karena itu perlu ada tindakan yang tepat untuk meneruskan pengetahuan tersebut ke generasi berikutnya. Masyarakat cenderung lupa karena ada siklus yang panjang sekitar satu abad dari satu bencana ke bencana berikutnya,” ujarnya.

Diajarkan di sekolah

Dalam acara tersebut, Katsuya Onishi, seorang walikota di Prefektur Kochi, Jepang, memberi contoh budaya mitigasi bencana yang dilakukan di kotanya. Ia mengatakan siswa di kotanya diajarkan untuk punya inisiatif mengevakuasi diri sendiri tanpa perlu menunggu orangtuanya datang menjemput ke sekolah saat terjadi bencana.

“Orangtua yang menjemput anak ke sekolah saat bencana memperbesar resiko mereka menjadi korban. Dengan adanya kesadaran bencana, anak-anak bisa minta orangtuanya untuk tidak perlu menjemput karena mereka bisa jaga diri sendiri dan orangtua mereka juga terhindar dari resiko menjadi korban,” ujar Onishi.

Presiden Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Hidetoshi Nishimura mengatakan gagasan Hari Kesadaran Tsunami Dunia diprakarsai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Liberal (LDP) Jepang, Toshihiro Nikai, yang kemudian diadopsi oleh Rapat Pleno Majelis Umum PBB ke-70 pada 22 Desember 2015.

Nishimura mengatakan tsunami sangat fatal sehingga perlu dibangun kesadaran agar tragedi ini dapat dimengerti generasi mendatang dan mereka yang hidup untuk dapat menceritakannya.

“Resolusi ‘Hari Kesadaran Tsunami Dunia’ sangat merekomendasikan pendidikan dalam mencegah bencana secara efektif dan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran akan tsunami di setiap negara anggota,” ujar Nishimura.

Data Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) menunjukkan bahwa di kawasan Asia Pasifik, gempa bumi dan tsunami adalah dua bencana paling merusak dan mematikan selama kurun waktu 2004 hingga 2014 dengan mengakibatkan sekitar 200 ribu kematian dan kerusakan lebih dari 250 miliar dolar AS.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.