Srikandi Pengawal Keberagaman di Yogyakarta

Laskar Front Jihad Islam mengingatkan untuk berhati-hati karena anggota Srikandi Lintas Iman berasal dari berbagai agama.
Kusumasari Ayuningtyas
2018.03.23
Yogyakarta
180323-ID-srikandi-620 Kegiatan Dialog Kebangsaan yang digagas Srikandi Lintas Iman di Yogyakarta, 2 Juni 2017.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Diperbarui pada Selasa, 10 April 2018, 23:00 WIB

Keluarga Margareta Endah Widyaningrum adalah satu-satunya keluarga beragama Katolik di tempat tinggalnya di Bantul, Yogyakarta.

Ia berpartisipasi dalam kegiatan pengajian di yang desa mayoritas warganya Muslim, hal yang biasa dilakoninya sejak kecil.

“Kami sekeluarga sudah terbiasa berbaur dengan warga. Suami saya ikut pengajian, sementara saya membantu persiapan di belakang,” ujarnya kepada BeritaBenar, Jumat, 23 Maret 2018.

Bagi Reta – begitu perempuan 28 tahun itu akrab disapa –  menjadi minoritas bukan sesuatu yang menakutkan. Ia tidak khawatir karena sama sekali tidak merasakan diskriminasi dari warga sekitar.

Reta dan keluarganya selalu diajak terlibat dalam kegiatan desa.

Kecurigaan justru muncul dari rekannya seagama karena Reta selalu ikut kegiatan sosial yang kadang bagian dari kultur Islam.

“Saya bisa mengaji (Alquran) lho. Keluarga saya tidak masalah, tetapi teman-teman saya justru seperti bertanya-tanya,” tutur Reta.

Sejak bergabung dengan Srikandi Lintas Iman (Srili) tahun lalu, ia mulai memahami kesan negatif yang muncul dengan keterlibatan dalam kegiatan agama lain.

Menurutnya, hal itu wajar karena saat ini banyak penganut agama menjadi eksklusif dengan ajaran agamanya sehingga menganggap berbaur dengan penganut agama lain sebagai sesuatu yang tidak wajar.

“Saya memilih menjelaskan dengan tersirat, tak langsung seperti menceramahi. Hal-hal seperti itu penyadarannya pelan-pelan,” paparnya.

“Kita tidak semudah itu berubah keyakinan hanya karena membaur dengan mereka. Buktinya sampai sekarang saya masih tetap dengan keyakinan saya.”

Mengawal keberagaman

Srili adalah komunitas perempuan lintas iman yang peduli terhadap masalah sosial, perempuan dan anak sebagai tindak lanjut Workshop Revitalisasi Peran Perempuan dalam Mengelola Keberagaman Agama di Yogyakarta, 28-29 Agustus 2015.

“Saat ini ada sekitar 30-40 anggota aktif,” jelas Koordinator Srili, Wiwin Siti Aminah Rohmawati, kepada BeritaBenar.

Anggota Srili berasal dari berbagai organisasi perempuan keagamaan di Yogyakarta, seperti Fatayat Nahdlatul Ulama, Nasiyatul Aisyiyah, Wanita Katolik Indonesia, Perempuan Kong Hu Cu Indonesia, Lajnah Imailah (Ikatan Perempuan Ahmadiyah), Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia serta berbagai perguruan tinggi keagamaan dan Institusi Keagamaan.

Rata-rata anggotanya adalah pemimpin organisasi perempuan keagamaan, seperti Pendeta Kristi dari Sinode GKJ Gondokusuman Yogyakarta dan Nina Mariyani Noor yang merupakan Ketua Lajnah Imailah Yogyakarta.

“Perempuan memiliki peran sangat penting, tetapi ruang-ruangnya belum banyak, dan Srili mewadahi itu,” terang Nina.

Dia melihat belum banyak orang memahami perbedaan. Banyak kasus diskriminasi dialami warga Ahmadiyah di Indonesia karena mereka tidak tahu apa sebenarnya Ahmadiyah.

“Mereka sebatas tahu saat ada pemberitaan dan biasanya bila terjadi kasus. Salah persepsi terjadi karena salah informasi,” imbuhnya.

Mengunjungi rumah ibadah, pelatihan perdamaian, ziarah lintas iman, mengunjungi sekolah keagamaan dan berdiskusi dengan tokoh agama menjadi agenda utama Srikandi Lintas Iman.

“Mengunjungi rumah ibadah, kegiatan yang sepertinya terlihat biasa, tapi perlu disadari banyak orang belum pernah mengunjungi rumah ibadah lain di luar agamanya,” ujar Wiwin.

Hasil berbagai kegiatan Srili memang tidak langsung terlihat dampaknya seketika, karena butuh waktu lama untuk memberikan pemahaman tentang keberagaman kepada publik.

Wiwin berharap anggota Srili bisa memberikan klarifikasi dan informasi yang benar kepada orang-orang di lingkungannya sehingga akan muncul pemahaman terhadap informasi yang salah.

“Jika saling memahami, intoleransi bisa diminimalisir,” ujarnya.

Menyikapi berbagai kegiatan Srili, Ketua Divisi Laskar Front Jihad Islam Yogyakarta, Abdurrahman, mengingatkan untuk berhati-hati karena mereka berasal dari umat berbagai agama dan melakukan aktivitas lintas iman.

Front Jihad Islam merupakan salah satu organisasi massa di Yogyakarta yang sering dituding di balik beberapa aksi intoleransi berbasis keagamaan.

“Saya setuju saja hal seperti itu. Saya sepaham, tapi harus hati-hati, jangan sampai campur aduk dengan akidah karena anggotanya berbagai agama,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Anggota Srikandi Lintas Iman dan seorang suster melihat kuburan di komplek ST Caralus Borromeus Yogyakarta, 3 Juni 2017. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)
Anggota Srikandi Lintas Iman dan seorang suster melihat kuburan di komplek ST Caralus Borromeus Yogyakarta, 3 Juni 2017. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)

Kasus intoleransi

Setara Institute merilis Indeks Kota Toleran, akhir tahun 2017, dimana Yogyakarta masuk urutan keenam dalam sepuluh besar dengan skor toleransi terbawah atau cenderung intoleran.

“Kita ukur berdasarkan cluster, kita ukur berbagai atribut dan ini sifatnya dinamis,” ujar Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, saat dihubungi.

Atribut yang digunakan antara lain apakah pemerintah kota memiliki regulasi yang kondusif bagi praktik dan promosi toleransi, pernyataan dan tindakan aparatur pemerintah kota kondusif bagi praktik dan promosi toleransi.

Selain itu juga diukur soal tingkat peristiwa dan tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan rendah atau tidak ada sama sekali, dan kota tersebut menunjukkan upaya cukup dalam tata kelola keberagaman identitas keagamaan warganya.

Aliansi Bhinneka Tunggal Ika mencatat sedikitnya 10 kasus intoleran terjadi di Yogyakarta selama tahun 2017.

Sedangkan dalam tahun ini, telah terjadi tiga kali aksi intoleran, yaitu pembakaran gazebo dan sajadah di mushola kompleks Muhammadiyah Bantul, pada 12 Maret, penyerangan di Gereja Lidwina Sleman, 11 Februari, dan pembubaran paksa bakti sosial di Gereja St. Paulus di Bantul, pada 29 Januari.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.