Sultan Yogya Kecam Pembubaran Ritual Larung Laut

Sejumlah kelompok Islam mengeluarkan instruksi penolakan terhadap beberapa tradisi warga dengan alasan musyrik dan dapat menyebabkan bencana.
Kusumasari Ayuningtyas
2018.10.15
Yogyakarta
181015_ID_Ritual_1000.jpg Sesaji hendak dilarung ke laut saat peringatan naik tahta raja keraton Yogyakarta di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta, 27 April 2018.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Sultan Hamengkubuwono X, yang juga Gubernur Yogyakarta menyayangkan dibubarkannya aksi persiapan ritual sedekah laut di Bantul, Yogyakarta, oleh kelompok orang yang menilai ritual tersebut sebagai musyrik atau menduakan Tuhan.

“Namanya tradisi ya tradisi, jangan merasa benar sendiri, saling menghargai itu sesuatu yang baik,” ujarnya kepada wartawan, pada Senin, 15 Oktober 2018.

Jumat malam lalu ritual larung laut yang sedianya digelar keesokan harinya di Pantai Baru, Bantul, dibubarkan sekelompok orang, saat sedang persiapan. Mereka merusak kursi dan tenda yang sudah dipersiapkan untuk acara tersebut.

Para pelaku juga menempel spanduk berbunyi “Kami menolak segala kesyirikan berbalut budaya, sedekah laut atau selainnya,” yang kemudian turut diamankan polisi bersama sembilan pelaku yang sempat ditangkap polisi namun kemudian dilepaskan kembali.

“Penetapan tersangka belum, karena harus ada prosedurnya, kalau ada bukti kuat baru bisa dinaikkan jadi tersangka,” ujar Kapolres Bantul, AKBP Sahat Marisi Hasibuan, Senin, setelah memeriksa para pelaku.

Kendala yang dihadapi polisi adalah tidak ada pihak yang membuat laporan. Malah, kata Sahat, warga sudah tak mempermasalahkan karena alasan tidak ada kerugian material.

Tidak hanya di Yogyakarta, di Cilacap, Jawa Tengah dalam tiga hari terakhir ditemui berbagai banner bertuliskan: “Jangan larung sesaji karena bisa tsunami”, “Buat program wisata yang Allah tidak murka”, ”Rika sing gawe dosa aku melu cilaka” (kamu yang buat dosa aku ikut celaka), “Sedekah karena selain Allah mengundang Azab lho”, “Maksiat Pangkal Laknat dan Melarat”, dan sebagainya.”

Ketua Umum Forum Umat Islam (FUI) Cilacap, Syamsudin mengakui banner dan spanduk yang disebar itu merupakan “bagian dari dakwah” yang mereka lakukan.

Meski ada banner bertuliskan ”larung sesaji atau sedekah laut menyebabkan tsunami”, dia mengatakan, sebenarnya tidak menolak tradisi tersebut.

“Kita cuma berpesan, kepada masyarakat khususnya Muslim, kalau acara kepercayaan yang ada ritual dan dilakukan seorang Muslim, itu sudah menyimpang dari agama Islam karena mencari berkah hanya kepada Allah semata,” ujarnya.

Sesaji didoakan sebelum dihanyutkan ke laut saat peringatan naik tahta raja keraton di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta, 27 April 2018. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)
Sesaji didoakan sebelum dihanyutkan ke laut saat peringatan naik tahta raja keraton di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta, 27 April 2018. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)

 

Pascabencana Palu

Pasca gempa dan tsunami di Palu dan wilayah lainnya di Sulawesi Tengah yang menelan korban jiwa lebih dari 2.000 orang dan ribuan lainnya dinyatakan hilang, sejumlah kelompok konservatif Islam melarang dilakukannya tradisi larung sesaji atau sedekah laut, dengan alasan hal itu tidak Islami dan mengundang maksiat yang bisa berakibat bencana.

Majelis Mujahidin (MM) Pusat, misalnya, membuat surat penolakan acara sedekah laut kepada Pemerintah Kabupaten Bantul, demikian disampaikan Sekjen MM Pusat, Shobarin Syakur.

“Kita hanya memperingatkan saja, karena menurut kami dalam Islam hal-hal seperti itu bisa membuat murka Allah, apalagi yang melakukan penguasa,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Shobarin yang mengaku tidak tahu-menahu tentang kelompok orang yang membubarkan persiapan acara sedekah laut Jumat lalu di Bantul, mengatakan semoga ada ada pembelajaran dari pembubaran persiapan sedekah laut itu.

“Kita melihat pengalaman yang terjadi di Palu. Sejak tiga tahun lalu ada ritual Palu Nomoni, tokoh-tokoh ulama di sana sudah memperingatkan tetapi tetap dilakukan,” ujar Shobarin.

Dalam beberapa hari terakhir banyak beredar video dan ceramah yang menyebut ritual balia dalam festival Palu Nomoni sebagai penyebab bencana gempa dan tsunami itu.

Gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah terjadi tidak lama setelah gempa Lombok yang merenggut lebih dari 500 jiwa. Indonesia terlatak di wilayah Cincin Api Pasifik yaitu jalur gempa teraktif di dunia sehingga kawasan ini rentan terhadap gempa bumi dan tsunami.

‘Jangan dikaitkan’

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, mengimbau masyarakat untuk tidak mengaitkan tradisi budaya yang ada di masyarakat dengan bencana seperti pesan dalam video yang beredar tentang ritual balia dalam Festival Palu Nomoni.

“Ini adalah persoalan interpretasi, dan interpretasi itu tidak boleh kemudian semena-mena melakukan kekerasan, tindakan ini nantinya akan menyebabkan ketegangan,” ujarnya.

Aneka ancaman terhadap ritual yang telah membudaya di Yogyakarta sejak ratusan tahun itu seperti Nyadran, larung Sesaji, Merti Desa juga sedekah laut kalau semua dibubarkan, kata Arie, bisa mengancam julukan kota budaya bagi Yogyakarta yang memang banyak ritual.

“Sesungguhnya perusakan tidak perlu dilakukan, kalau beda interpretasi itu dibicarakan, karena dampaknya bisa terjadi benturan dan akan meluas karena praktik kebudayaan lokal Jogja itu banyak,” ujar Arie.

Dibahas di bahtsul masail

Maaruf Amin, yang sebelumnya adalah pimpinan Majelis Ulama Indonesia sebelum maju sebagai calon wakil presiden pendamping calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) akan mengurai persoalan ritual dan upacara adat yang telah lekat dengan budaya di Indonesia.

“Itu dibahas nanti di bahtsul masail,” ujarnya saat berada di Yogyakarta.

Bahtsul masail adalah forum diskusi keagamaan di lingkungan pesantren-pesantren yang berafiliasi dengan NU. Berbagai masalah agama yang belum ada hukumnya akan dibahas di forum tersebut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.