Terduga Teroris Disebut Manfaatkan Kisruh Politik untuk Lancarkan Aksi
2016.11.28
Jakarta

Sejumlah terduga pelaku teror yang ditangkap polisi pasca aksi damai umat Islam yang berakhir rusuh pada 4 November lalu, diduga memanfaatkan situasi politik yang memanas untuk melancarkan rencana aksi mereka menyerang Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Markas Besar Polri, Kedutaan Myanmar, dan sejumlah stasiun televisi swasta.
Tiga dari mereka ditangkap oleh pasukan anti teror Densus 88 akhir pekan lalu di Aceh Utara dan di dua lokasi berbeda di Banten.
“Ada beberapa unsur yang memanfaatkan isu dan pengumpulan massa ini untuk tujuan mereka sendiri. Salah satunya adalah kelompok teror,” ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam jumpa pers bersama sejumlah ulama di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Senin, 28 November 2016.
“Sampai hari ini, dari tanggal 4 (November) kita sudah menangkap 12 orang yang diantaranya, sebagiannya, ikut dalam aksi 4 November,” tambahnya.
Tito menyebutkan, salah satu anggota komplotan yang ditangkap di Majalengka, Jawa Barat, Rabu pekan lalu, yaitu Rio Priatna Wibowo, bahkan sudah menyiapkan bom.
Pada Minggu, Densus 88 menangkap dua terduga teroris di Banten di dua lokasi terpisah.
Saiful Bahri alias Abu Syifa ditangkap di Desa Sukamanah, Kabupaten Serang, Minggu pagi, sedangkan Hendra alias Abu Pase ditangkap di Pondok Benda, Tangerang Selatan, Minggu sore.
Sehari sebelumnya, tim Densus 88 juga membekuk seorang terduga teroris bernama Bahrain Agam di Aceh Utara.
Polisi mengatakan Bahrain mempunyai peran memberikan uang sebesar Rp7 juta untuk mendanai aksi teror dan membeli bahan-bahan peledak.
Juru bicara Mabes Polri, Irjen Pol. Boy Rafli Amar, mengatakan ketiganya terkait dengan Rio.
“Mereka adalah anggota jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah,” ujar Boy kepada BeritaBenar, Minggu, 27 November 2016, merujuk pada kelompok militan yang dikenal sebagai pendukung Negara Islam (ISIS).
Dua kali bom Bali
Polisi juga menyita barang bukti berupa alat dan bahan pembuat bom saat menangkap Rio di rumahnya.
Barang bukti itu antara lain bahan baku RDX (Royal demolition explosive), bahan baku HMTD (Hexamethylene triperoxide diamine), bahan baku Anfo, TNT (Trinitrotoluene), bahan baku black powder.
Hasil uji tes laboratorium forensik polisi menunjukkan bom yang sedang dirakit mantan pegawai Dinas Pertanian itu dan rekan-rekannya mempunyai daya ledak dua hingga tiga kali lipat bom di Bali pada 2002 yang menewaskan 202 orang.
Boy juga mengatakan, Rio terkait dengan Bahrun Naim, orang Indonesia yang menjadi pemimpin ISIS di Suriah dan disebut polisi sebagai dalang di balik aksi teror mematikan di kawasan Thamrin, Jakarta, Januari lalu. Klaim tersebut disangkal pakar terorisme Sidney Jones yang mengatakan bahwa serangan 14 Januari itu didalangi kelompok lokal dengan Aman Abdurrahman, seorang ulama yang saat ini meringkuk di penjara, sebagai pemimpin ideologinya.
Pengamat terorisme Rakyan Adibrata mengatakan Rio dan rekan-rekannya belajar membuat bom yang diracik dengan karakter jenis TNT dari buku panduan yang didistribusikan Bahrun.
“Salah satu halaman dari buku panduan itu isinya adalah tentang pembuatan bahan peledak,” ujar Rakyan kepada BeritaBenar.
Dengan pembuatan jenis bom berdaya ledak tinggi yang berbeda dengan bom rakitan simpatisan ISIS sebelumnya yang setara dinamit, Rakyan mengatakan ini menunjukkan adanya intensi kuat untuk melakukan aksi teror.
“Daya ledaknya lebih besar, setara dengan kualitas bom hasil produksi pabrik,” ujarnya.
Beli di pasar
Terkait bagaimana Rio bisa mendapatkan bahan-bahan kimia yang digunakannya untuk merakit bom, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol. Martinus Sitompul mengatakan sejauh ini berdasarkan pengakuan Rio, bahan-bahan itu didapatkan dengan membeli di pasar.
“Tapi kami akan mengecek jalur pengiriman barang untuk mengetahui bila memang dikirim,” ujar Martinus kepada BeritaBenar.
Rakyan mengatakan Rio dan rekan-rekannya yang disebut sebagai “Kelompok Majalengka” bukanlah pemain baru, tapi mereka punya kemampuan dan kemauan untuk melakukan penyerangan.
Terkait 12 orang yang sudah ditangkap sejak 4 November lalu, Rakyan mengatakan memang saling terkoneksi, namun masih perlu dipastikan lagi bila mereka terkoordinasi satu sama lain.
“Karakter ISIS dalam melakukan penyerangan adalah selalu menggunakan kekacauan politik untuk masuk. Mereka memanfaatkan situasi politik yang sedang kacau untuk beraksi,” pungkas Rakyan.