Tiga Orang Tewas Tertimbun Longsor Dekat Lokasi Konstruksi PLTA Batang Toru

Walhi menyebut longsor itu menjadi bukti kenapa mereka mengecam pembangunan proyek itu.
Tria Dianti
2021.04.30
Jakarta
Tiga Orang Tewas Tertimbun Longsor Dekat Lokasi Konstruksi PLTA Batang Toru Tim penyelamat mencari korban setelah tanah longsor menewaskan sedikitnya tiga orang di dekat pembangkit listrik proyek kerjasama pemerintah dengan Cina di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 30 April 2021.
Handout dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia

Tiga orang ditemukan tewas dan setidaknya sembilan lainnya hilang akibat tanah longsor yang terjadi di dekat areal pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, sebuah proyek kerja sama pemerintah Indonesia dengan Cina, di Kabupaten Tapanuli Selatan, demikian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Sumatra Utara, Jumat (30/4).

Kepala Sub Direktorat Pencegahan BPBD Tapanuli Selatan, Handi Febrial, mengatakan longsor terjadi pada Kamis malam, akibat hujan deras yang turun sejak tiga hari berturut-turut. Puluhan personel, baik dari unsur TNI, Polri, maupun BPBD masih disiagakan untuk mencari dan mengevakuasi korban yang diduga tertimbun lumpur di lokasi.

“Pagi ini, tepatnya pukul 08.30 WIB telah ditemukan tiga mayat dan saat ini telah dievakuasi ke rumah sakit RSUD Sipirok untuk diautopsi,” kata Handi dalam keterangan pers yang diterima BenarNews.

Dua korban yang ditemukan berjenis kelamin perempuan yang terdiri dari seorang dewasa dan satu anak-anak, dan satu korban lainnya adalah anak laki-laki.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan laporan awal menyebutkan sedikitnya sembilan orang hilang - termasuk seorang pekerja asal Cina, namun angka tersebut kemungkinan bisa bertambah karena timbunan lumpur yang cukup luas.

"Sampai saat ini tim masih melakukan pencarian korban," kata Raditya kepada BenarNews.

Tanah yang longsor berasal dari tebing dengan ketinggian sekitar 50 meter. BPBD mengatakan sebagian besar material longsor jatuh ke dasar Sungai Batang Toru, dekat pemukiman dan lokasi pembangunan PLTA tersebut.

Communication and External Affair Director PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), Firman Taufick mengatakan kejadian ini murni bencana alam akibat tingginya curah hujan dan tidak ada kaitannya dengan aktivitas di PLTA Batang Toru.

Firman mengatakan longsor terjadi di proyek pembangunan PLTA Batang Toru Jalan R17 K4+100 Brigade 6 pada pukul 18.20 WIB.

Pada mulanya, karyawan bernama Dolan Sitompul menemani dua karyawan berkewarganegaraan Cina, Long Quan dan Xie, ke lokasi untuk mengecek banjir lumpur setinggi 50 cm di daerah itu. Namun tiba-tiba longsor terjadi.

“Xie yang ada dalam mobil meloncat dan berhasil lolos dari maut setelah menyadari adanya longsor. Ling Quan dan Dolan tergulung longsor,” kata Firman di Sipirok, dikutip dari Antaranews.

Firman mengatakan perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari korban lain yang tertimbun. Berbagai peralatan pencarian dan medis termasuk ambulans telah disiapkan perusahaan.

“Kami berharap proses pencarian korban bisa berjalan lancar. Pihak perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin. Tadi malam tidak mungkin kami lakukan pencarian karena medan yang berat jadi baru mulai pagi ini,” ujarnya.

NSHE, produsen listrik independen, di mana ZheFu Holding China memiliki saham mayoritas, adalah perusahaan yang membangun PLTA yang kapasitasnya 510 megawatt di hutan Batang Toru.

Kalangan aktivis dan ilmuwan lingkungan telah memperingatkan proyek senilai US$1,5 miliar atau sekitar Rp23 triliun tersebut akan membelah habitat dari 800 orangutan Tapanuli, dan meningkatkan risiko kepunahannya.

Rawan bencana

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Sumatra Utara, Doni Latuperisa, mengatakan lokasi proyek pembangunan PLTA Batang Toru rentan mengalami bencana ekologis lantaran kontur tanah yang labil dan berada di wilayah sesar patahan aktif.

“Kami sudah mengindikasi sebenarnya sejak proyek pembangunan PLTA ini WALHI sudah mengkhawatirkan bahwa akan terjadi banyak dampak ekologis terhadap lanskap PLTA Batang Toru salah satunya adalah bencana banjir dan longsor,” kata Doni ketika dihubungi BenarNews.

Longsor di sekitar area PLTA Batang Toru bukan pertama kali terjadi. Pada Desember 2020, longsor juga terjadi dan menyebabkan salah satu pekerja yang tengah mengoperasikan alat berat perusahaan meninggal dunia.

“Itu kenapa WALHI mendorong ini proyek dihentikan dan tidak diteruskan karena terkait juga dengan izin lingkungannya. Kejadian ini merupakan bukti kekhawatiran kami yang selama ini kami sampaikan,” kata Doni.

Doni mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali proyek PLTA Batang Toru terutama dalam memperbaiki tata kelola perizinan proyek. “Pemerintah harus melaksanakan pencegahan dan penegakan hukum terhadap potensi dan ancaman degradasi Batang Toru dari aktivitas industri ekstraktif dan eksploitatif,” tukas Doni.

Pada 2018, izin lingkungan hidup untuk proyek PLTA Batang Toru digugat WALHI dan kalangan pegiat lingkungan hidup ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Sumatra Utara.

Dalam kasus itu, Walhi menggugat Gubernur Sumut dan juga PT NSHE karena menerbitkan surat keputusan mengenai perubahan izin Lingkungan Rencana Kegiatan Pembangunan PLTA Batang Toru yang semula berkapasitas 500 MW menjadi 510 MW.

Walhi beranggapan, pemberian izin itu akan semakin merusak habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan mengancam lingkungan secara keseluruhan.

Dalam gugatannya, Walhi meminta agar pengadilan membatalkan izin tersebut sehingga perusahaan menghentikan kegiatan pembukaan hutan.

Gugatan Walhi ditolak Majelis Hakim PTUN Medan pada 2019 dan memutuskan pembangunan dapat dilanjutkan.

Ekosistem Batang Toru adalah satu-satunya habitat bagi orangutan tapanuli, yang ditemukan pada 1939 dan diidentifikasi sebagai spesies berbeda tahun lalu. Dua tahun lalu, orangutan tapanuli dimasukkan dalam daftar spesies yang terancam punah oleh Ikatan Internasional untuk Konservasi Alam.

NSHE membantah proyek itu akan mengancam habitat hewan yang dilindungi. Dari laporan yang diunggah situs resmi PT NSHE, perusahaan mengklaim pembangunan PLTA hanya akan menggunakan lahan seluas 66 hektare dan wilayah sungai seluas 24 hektare.

Luas kawasan Hutan Batang Toru diperkirakan mencapai 168.658 hektare yang di dalamnya termasuk Hutan Lindung Sibolga seluas 1.875 hektare, Cagar Alam Dolok Sipirok seluas 6.970 hektare, dan Cagar Alam Sibual Bual seluas 5.000 hektare.

Selain rumah dari orangutan tapanuli, kawasan ini juga menjadi tempat tinggal bagi spesies dilindungi lainnya seperti beruang madu (Helarctos malayanus), harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae), siamang (Symphalangus syndactylus), dan tapir (Tapirus indicus).

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.