Tito Karnavian Resmi Jadi Kapolri
2016.07.13
Jakarta

Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Rabu 13 Juli 2016, melantik Komisaris Jenderal (Komjen) Tito Karnavian sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang baru untuk menggantikan Jenderal Badrodin Haiti yang akan memasuki masa pesiun, Agustus nanti.
"Saya minta saudara untuk fokus pada dua hal. Pertama, jaga persatuan, kekompakan, soliditas internal Polri. Kedua, lakukan reformasi Polri secara menyeluruh dan konsisten," pesan Jokowi kepada Tito pada acara pelantikannya yang digelar di Istana Negara, Jakarta, yang juga dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara.
"Perbaiki kualitas pelayanan pada masyarakat sehingga lebih mudah, sederhana, tidak berbelit-belit, bebas pungli, dan dengan prosedur yang jelas," ucap Jokowi.
Setelah dilantik menjadi Kapolri, pangkat Tito langsung dinaikkan menjadi jenderal polisi. Sebelumnya, sejak 16 Maret lalu, Tito menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya dan Papua, dan juga Komandan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Mabes Polri.
Jokowi berharap Polri menjadi institusi yang dipercaya rakyat. “Perkuat profesionalisme dalam penegakan hukum sehingga ada jaminan kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan masyarakat,” katanya.
Pemberantasan terorisme
Ditemui usai pelantikan, Tito mengatakan selain menjalankan tugas yang diamanahkan presiden, dia akan tetap mengutamakan pemberantasan terorisme, mengatasi konflik intoleransi dan konflik massal melalui langkah proaktif.
Salah satu yang menjadi target utama Kapolri baru adalah perburuan kelompok teroris Santoso, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang kini terus diburu di Poso, Sulawesi Tengah, dan telah menyatakan dukungan terhadap Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS). Saat ini, 2.000-an pasukan TNI/Polri memburu Santoso dan anak buahnya.
“Kita akan tetap tingkatkan operasi ini, sampai dengan selesai, baik yang bersangkutan tertangkap hidup atau mati. Atau mungkin dengan cara-cara soft,” ujar Tiro seraya melanjutkan cara soft dimaksud adalah menjalani proses hukum.
“Mereka juga harus memahami banyaknya operasi TNI/Polri di sana yang membuat masyarakat tidak nyaman kehidupannya di situ. Demi kemaslahatan umat saya kira saudara-saudara itu (kelompok Santoso) lebih baik turun gunung,” kata Kapolri.
Tito menyebut saat ini kondisi Santoso sudah tertekan. Dari 47 orang yang bergabung dalam kelompok MIT, sekarang hanya tinggal 21 orang. “Itu menunjukkan bahwa operasi Camar dan Tinombala efektif,” ujarnya.
Sejak Operasi Tinombala 2016 dimulai pada 10 Januari lalu tercatat sudah 13 anggota MIT, termasuk lima warga etnis Uighur, tewas dan lima lainnya ditangkap. Sebelumnya dalam Operasi Camar tahun 2015, tujuh anggota MIT tewas dan 31 orang ditangkap.
Menyangkut upaya untuk mewaspadai ancaman ISIS di Indonesia, Tito menyatakan akan meningkatkan kerjasama intelejen dengan negara-negara di Asia Tenggara.
“ISIS ada pendukung di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan lain-lain. Yang bisa kita lakukan adalah menekan semaksimal mungkin jaringan yang ada di Indonesia,” jelasnya.
Kapolri berharap masyarakat internasional bisa menyelesaikan konflik di Timur Tengah dan menekan jaringan ISIS di Suriah dan Irak. “Sepanjang ISIS itu masih eksis di Timteng, konflik di Timteng ada, maka kita mendapat tumpahan saja,” ujarnya.
Kapolri Tito Karnavian (dua dari kiri) melakukan salam komando dengan mantan Kapolri Badrodin Haiti usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, 13 Juli 2016. (Dok. Biro Pers Istana)
Diapresiasi
Pakar kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar mendukung Tito untuk melakukan perubahan di lingkungan Polri.
“Bisa mengembalikan khitah Polri sebagai polisi sipil yaitu polisi yang tidak militeristik, polisi yang komunitasnya bersama penegak hukum lain, bukan dengan militer,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Menurut Bambang, hal lain yang tidak kalah penting ialah perombakan manajemen SDM sehingga polisi dipercaya masyarakat.
“Perubahan di lingkungan pendidikan Polri dari yang terendah hingga tertinggi, terutama dalam hal struktur kurikulum dan metode pengajarannya perlu diperhatikan,” katanya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi 1 DPR, Dimyati Netakusumah. Ia mengharapkan Tito membenahi mental polisi termasuk kecerdasan intelektual sesuai tugas pokok dan fungsinya.
“Menjadi polisi pengayom, pelayan dan pelindung masyarakat bukan polisi pungli yang menakutkan masyarakat,” katanya.
Ketua Setara Institute, Hendardi mengharapkan Kapolri dalam menjawab pesan presiden dengan reformasi kepolisian dan memberantas mafia hukum yang “jika dicermati tugas itu semuanya mengarah pada internal Polri.
“Meskipun banyak peran Polri sebelumnya yang harus diapresiasi, tetapi Polri seringkali gagal memanfaatkan kesempatan yang justru dapat merengkuh kepercayaan publik,” katanya.
Hendardi menambahkan bahwa Polri harus terlihat dukungan nyata pada pemberantasan korupsi, menghentikan kriminalisasi pihak yang tidak pantas dipersalahkan, ketegasan menindak kelompok intoleran dan profesional dalam penyidikan.