Indonesia Pertimbangkan Moratorium TKI ke Malaysia
2018.02.26
Jakarta

Pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan penghentian sementara (moratorium) pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia meyusul tewasnya Adellina Lisao (28), yang diduga disiksa majikannya.
"Apabila langkah yang selama ini kami (pemerintah) upayakan tidak efektif, kita terbuka untuk ambil langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan moratorium," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arrmanatha Nasir kepada BeritaBenar di Jakarta, Senin, 25 Februari 2018.
Adellina meninggal dunia saat dalam perawatan dokter di Penang, Malaysia, 11 Februari 2018 setelah mengalami kegagalan organ dan anemia akibat luka penganiayaan berat yang dideritanya.
Arrmanatha menegaskan Indonesia telah meminta Malaysia untuk mengambil sejumlah langkah tegas, termasuk pembahasan bilateral kedua negara dengan mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia pada pekan lalu.
"Agar memastikan hal seperti ini (penyiksaan TKI) tidak terjadi lagi dan memastikan hak-hak TKI selalu diberikan," ujarnya.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, menambahkan kendati hingga saat ini Malaysia belum menanggapi nota keberatan dari Pemerintah Indonesia, pihaknya terus mendesak Malaysia memastikan proses hukum sampai tuntas.
"Yang paling penting nota itu mereka tindak lanjuti yaitu agar Adellina memperoleh keadilan dan pelaku dihukum seberatnya," kata Iqbal kepada BeritaBenar.
Menurutnya, pemerintah akan menggunakan momentum ini untuk membahas kembali kerja sama bilateral di bidang ketenagakerjaan agar Malaysia menghukum para majikan yg mempekerjakan TKI ilegal.
"Karena kalau demand factor tidak diselesaikan, akan terus ada arus TKI ilegal," ujarnya.
Iqbal menjelaskan ibu majikan Adellina yang sudah ditetapkan sebagai tersangka utama didakwa pasal dengan ancaman hukuman mati, sementara majikan perempuan dengan dakwaan akta imigrasi (mempekerjakan pekerja ilegal).
"Rekaman CCTV menunjukkan ibu majikan yang berada 24 jam terakhir dengan korban dan melakukan penganiayaan. Karena itu dua bersaudara majikan bersedia bersaksi melawan ibu kandung mereka," kata Iqbal.
Sementara agen perekrut meski sudah membayarkan sisa gaji dan kompensasi, telah ditangkap pihak kepolisian dengan dugaan sebagai pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"KJRI Penang terus mengawal kasus ini, berkomunikasi dengan jaksa penuntut dan memberikan kerjasama yang diperlukan dalam proses investigasi," katanya.
Kawal perlindungan
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partonan Daulay, menyatakan keprihatinan sangat dalam atas penyiksaan yang kembali dialami tenaga kerja Indonesia di negara jiran itu.
"Yang dialami Adelina sangat jauh dari nilai kemanusiaan. Atas dasar itu, para pelaku sangat layak dihukum dengan hukuman maksimal, bahkan hingga hukuman mati," katanya saat dihubungi.
Ia menuntut pemerintah agar mengawal kasus ini sampai tuntas. Selain itu, pemerintah diharapkan lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan perlindungan terhadap warga negara yang bekerja di luar negeri.
"Dimana pun mereka berada dan apa pun pekerjaannya, tugas negara tetaplah melekat untuk melindungi mereka. Jangan sampai kejadian seperti ini terus berulang dari waktu ke waktu," ujarnya.
Menurutnya, moratorium TKI ke Malaysia merupakan dilema untuk dilakukan saat ini karena penyiksaan TKI masih saja terjadi.
"Jika Malaysia tidak patuh hukum dan pemerintah menilai moratorium jalan terbaik, ya silahkan saja kami dukung," tegas Saleh.
"Tapi kan dampaknya banyak, jarak Malaysia dan Indonesia sangat dekat dan jalur ilegal bisa terbuka dari perbatasan untuk penyelundupan orang. Malaysia tentunya juga tidak mau menambah masalah."
Indonesia pernah melakukan moratorium pekerja informal ke Arab Saudi pada 2011 sampai akhirnya kedua belah menyepakati sistem baru yang mengatur TKI pada Oktober 2017.
Sistem baru itu meliputi mekanisme satu pintu penerbitan visa kerja, penetapan tujuh jabatan tertentu bagi WNI yang bekerja di sektor domestik, penghapusan Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), mekanisme perlindungan 24 jam dan lainnya.
Bukan opsi
Namun Direktur Eksekutif organisasi advokasi buruh migran, Migrant Care, Wahyu Susilo, justru tidak merekomendasikan moratorium karena jika dilakukan sepihak bisa memicu tingginya angka trafficking dan tenaga kerja ilegal ke Malaysia.
"Opsi moratorium harus dipertimbangkan masak-masak. Moratorium ke Saudi saja masih bocor apalagi ke Malaysia," katanya kepada BeritaBenar.
Yang mendesak, menurut Wahyu, adalah keseriusan diplomasi bagi perlindungan TKI di Malaysia.
"Diplomasi kita terhadap Malaysia kedodoran. Harus disiapkan mekanisme pengawasan yang Malaysia juga setuju. Kalau tidak, Malaysia tetap nekad keluarkan working permit," ujarnya.
Di dalam negeri, dia menyerukan untuk mengefektifkan pengawasan rekrutmen mulai di tingkat desa dan memperbarui MoU perlindungan pekerja rumah tangga (PRT) migran dengan Malaysia.
Menurut data Migrant Care, sebanyak 1.288 pekerja migran meninggal dunia sepanjang tahun 2012-2018, di mana 462 kasus atau 36 persen terjadi di Malaysia. Dalam waktu tiga tahun terakhir, sebanyak 145 buruh migran meninggal di Malaysia.
"Ini menjadikan Malaysia menjadi negara dengan kasus kematian buruh migran tertinggi," pungkas Wahyu.