TPN-OPM Tidak Mau Bernegosiasi Tanpa ‘Pihak Independen’
2017.11.13
Jayapura

Salah seorang Komandan Tentara Pembebasan Nasional - Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan tim bentukan pemerintah daerah berkaitan dengan adanya masalah keamanan di sejumlah lokasi di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, tanpa adanya apa yang mereka sebut sebagai perwakilan independen.
“Kami hanya mau bernegosiasi jika difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral. Ada PBB, pemerintah Indonesia, Amerika Serikat dan orang Papua hadir, baru kami mau negosiasi,” kata Hendrik Wanmang, Komandan Operasi III Timika TPN-OPM, kelompok yang bertujuan untuk melepaskan Papua dari pemerintahan Indonesia.
Pemerintah minggu lalu menyatakan 1.300 penduduk di Desa Banti dan Kimbeli, di Distrik Tembagapura telah disandera kelompok kriminal bersenjata, setelah sebelumnya terjadi sejumlah penembakan di wilayah yang tidak jauh dari lokasi PT Freeport Indonesia, yang menewaskan seorang anggota Brimob dan melukai enam lainnya.
Tuduhan penyanderaan tersebut kembali dibantah Wanmang.
“Masyarakat di Banti dan Kimbeli beraktivitas seperti biasa. Mereka bebas keluar masuk kampung,” katanya kepada BeritaBenar melalui telepon, Senin, 13 November 2017.
“Tapi, kami tak bisa memberi jaminan mereka akan aman jika turun ke bawah (Timika) karena jalan itu menjadi jalur baku tembak antara kami dan TNI/Polri,”
Pernyataan Wanmang tak beda jauh dengan John Kibak, seorang tokoh masyarakat suku Amungme. Kibak yang asli Banti mengaku turun ke Timika, ibukota Mimika, sejak 2 November lalu.
Menurutnya, tak ada penyanderaan di Banti dan Kimbeli, meski ia mengakui dua desa itu memang berada di tengah pengawasan TPN-OPM dan aparat keamanan Indonesia.
“Saya ingin menegaskan, bahwa kami tidak disandera,” ujar Kibak.
Ia juga menolak jika akan dievakuasi seperti rencana aparat keamanan sebab warga sudah lama hidup di kedua kampung tersebut.
Masyarakat asli dua desa itu, katanya, umumnya takut keluar karena khawatir dianggap sebagai bagian dari TPN-OPM.
"Orang-orang non-Papua tidak disandera, mereka bebas. Tapi TPN tidak dapat menjamin keselamatan mereka jika melewati zona pertempuran dan terjebak dalam baku tembak," lanjut Kibak.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan bahwa motif di balik kelompok bersenjata di Tembagapura adalah faktor ekonomi sehingga pendekatan kesejahteraan dan langkah persuasif yang melibatkan tokoh masyarakat, adat dan gereja dikedepankan.
“Kita juga mempersiapkan pasukan TNI/Polri,” kata Tito, kepada wartawan di Ambon, Maluku.
“Artinya ketika langkah persuasif tak bisa ketemu, deadlock, tidak ada jalan lain, negara perlu melakukan tindakan dalam rangka menegakkan kembali ketertiban, keamanan, dan penegakan hukum di sana.”
Tim negosiasi
Pada 1 November lalu, telah dibentuk tim negosiasi yang terdiri dari Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, para tokoh gereja, tokoh masyarakat, perwakilan perempuan dan aparat keamanan (TNI/Polri).
Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, menjelaskan tim bertugas melakukan pendekatan dan bernegosiasi dengan TPN-OPM. Tim juga menanyakan keinginan mereka dan berupaya untuk menghentikan penembakan.
Pada akhir Oktober dua video dirilis oleh TPN-OPM yang mengklaim sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas penembakan yang terjadi di wilayah Freeport pada bulan itu sebagai protes terhadap pemerintah atas segala kekerasan yang terjadi di Bumi Cendrawasih.
Bersamaan dengan rilis video tersebut, sebuah pernyataan juga dikeluarkan mengenai ancaman bahwa TPN-OPM akan “melakukan aksi-aksi penyerangan di areal Freeport”.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan jika yang diminta TPN-Papua Barat adalah pengakuan kemerdekaan Papua, maka itu tak bisa dinegosiasikan dengan pemerintah daerah karena merupakan urusan negara.
"Kalau mereka minta merdeka, mereka harus negosiasi dengan pemerintah pusat, dengan negara. Pemerintah daerah tidak bisa negosiasi hal tersebut. Pemerintah daerah tugasnya menyejahterakan rakyatnya, dalam hal ini rakyat Papua," kata Enembe.
Penembakan
Sementara itu, Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Papua, AKBP Suryadi Diaz, menyatakan kendaraan aparat keamanan yang bertugas di Tembagapura ditembaki saat sedang melakukan patroli hari Minggu.
“Satu peluru mengenai bagian atap kendaraan dan tidak ada korban jiwa,” jelasnya.
Menurut Diaz, penembakan terjadi setelah aparat kembali dari patroli mengawal karyawan yang melaksanakan ibadah di Gereja Kalvari Tembagapura.
Sebelumnya ketika terjadi kontak tembak antara TPN-OPM dan aparat keamanan, telah mengakibatkan Martinus Beanal, seorang karyawan Pangan Sari Utama, salah satu kontraktor PT. Freeport Indonesia, hilang.
Istri Martinus mengaku sempat menerima telpon dari suaminya sebelum hilang kontak.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes. Pol. Ahmad Mustofa Kamal, kepada wartawan Jumat pekan lalu, mengatakan Martinus ditemukan warga di Kampung Banti dalam keadaan tak bernyawa.
“Benar korban sudah ditemukan. Informasinya jenazah korban langsung dimakamkan pihak keluarga,” katanya.
Namun pernyataan polisi itu dibantah istri dan adik Martinus Beanal, Kristina Beanal.
“Polisi dan media bilang mayat kakak kami sudah dimakamkan. Sampai hari ini, kami belum lihat mayat kakak kami. Jangan membuat pembohongan publik,” kata Kristina, Senin.
Sementara itu, Polda Papua mengeluarkan maklumat yang berisi menyerukan masyarakat sipil yang membawa, memiliki, menggunakan senjata api secara ilegal agar menyerahkan diri kepada aparat penegak hukum.
Maklumat dalam selebaran tersebut disebarkan di enam kampung mencakup Banti, Kimbely, Utikini, Obitawak, Arwanop dan Singa dengan menggunakan helikopter.
Tajudin Buano di Ambon turut berkontribusi dalam artikel ini.