Polri: Pintu sempit membuat orang terhimpit saat berusaha meninggalkan stadion yang berujung tragedi
2022.10.04
Jakarta

Pintu yang sempit menyebabkan ratusan orang yang berusaha ke luar terhimpit dan terinjak yang menyebabkan tewasnya lebih dari 130 orang setelah petugas menembakkan gas air mata dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, demikian juru bicara Polri, Selasa (4/10).
Menanggapi pertanyaan wartawan tentang apakah gerbang di stadion itu dikunci setelah pertandingan pada Sabtu malam itu, juru bicara kepolisian Dedi Prasetyo mengatakan enam pintu stadion di mana korban banyak berjatuhan tidak terkunci, namun tidak cukup lebar bagi banyak orang untuk keluar secara bersamaan.
“Di enam titik (pintu) itu tidak ditutup, tetapi sempit sekali. Dari kapasitas untuk dua orang tapi yang ke luar itu ratusan orang, terjadilah himpit-himpitan di situ. Itu juga menjadi materi yang sedang didalami tim sidik kita,” kata Dedi kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa 29 orang telah diperiksa, termasuk 23 polisi, dan panitia penyelenggara.
Namun pernyataan dari polisi tersebut dibantah Wijaya Andrianto, 25, salah seorang penonton yang selamat dari tragedi 1 Oktober itu yang menjadi salah satu bencana olahraga paling mematikan di dunia.
Ia mengatakan hingga 15 menit setelah peluit wasit dibunyikan, pintu gerbang 10, 11, 12 dan 13 masih terkunci.
Dalam kejadian itu ia kehilangan pamannya, Moch. Arifin (48) dan sepupunya Moch. Rifky Aditya (13) yang tewas terinjak-injak saat berusaha ke luar stadion.
“Saya duduk di tribun 12, paman dan sepupu di tribun 10. Gas air mata ditembakkan ke tribun tempat saya duduk, kami langsung berlarian keluar. Akhirnya saya bisa keluar saat pintu dijebol ribuan massa yang sudah berdesakan,” ujarnya kepada BenarNews.
Saksi lain juga mengatakan bahwa beberapa gerbang dikunci setelah pertandingan usai, meskipun seharusnya dibuka 15 menit sebelum peluit akhir.
Kericuhan terjadi saat aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk membubarkan fans Arema FC Malang yang menyerbu lapangan usai kekalahan tim mereka melawan Persebaya Surabaya untuk pertama kalinya dalam 23 tahun.
Suporter Persebaya tidak ada di dalam stadion karena dilarang mengingat persaingan sengit antara kedua klub.
Asap dari gas air mata membuat sebagian besar dari sekitar 40.000 penonton panik dan berebut ke luar melalui pintu stadion yang sempit, yang akhirnya menyebabkan mereka terinjak-injak dan berujung fatal.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam rilis yang mengutip Posko Postmortem Crisis Center Pemerintah Kabupaten Malang mengatakan korban meninggal dunia sebanyak 133 orang, setelah sehari sebelumnya disebutkan korban tewas 125 orang.
Korban tewas terdiri dari 42 perempuan dan 91 laki-laki, dan 37 di antaranya anak dengan rentang usia 3-17 tahun, sedangkan korban yang belum teridentifikasi usianya sebanyak 18 orang.
Di luar perintah pimpinan
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Albertus Wahyurudhanto, mengatakan bahwa gas air mata seharusnya dilarang digunakan di dalam stadion.
“Bahwa berdasarkan fakta di lapangan yang kita temui, memang ada tindakan polisi yang di luar perintah pimpinan karena tidak ada instruksi untuk mengeluarkan gas air mata tapi ada yang menembakkan, ini yang masih diselidiki,” katanya kepada BenarNews.
Saat kejadian, kata dia, beberapa pimpinan aparat keamanan diketahui sedang berada di luar stadion untuk mengamankan pendukung Persebaya yang juga menonton pertandingan.
“Jadi mereka menembakkan atas perintah siapa? Siapa petugas yang ada di lapangan?” tanya dia.
Dua pejabat Arema diskors seumur hidup
Sementara itu pada hari Selasa, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) melarang dua pejabat Arema FC, Abdul Haris, dan koordinator keamanan Suko Sutrisno terlibat dalam kegiatan sepakbola seumur hidup karena mereka gagal mengantisipasi perilaku rusuh para suporter malam itu.
“Mereka sebagai panpel (panitia pelaksana) tidak boleh bekerja atau beraktivitas di lingkungan sepakbola profesional seumur hidup,” kata Ketua Tim Komisi Disiplin PSSI, Erwin Tobing, dalam konferensi pers.
Selain itu, Arema FC juga didenda Rp250 juta dan dilarang berlaga di kandang dengan penonton dan pertandingan selanjutnya harus dilaksanakan setidaknya dengan jarak 250 km dari Malang.
Erwin mengatakan alasan penyelenggara mengadakan pertandingan pada malam hari karena permintaan pihak sponsor.
“Sepakbola kalau tidak ada sponsor tidak hidup, makanya ada pergeseran karena Indonesia penduduknya sangat suka sepakbola. Pada jam tertentu mungkin masih pada bekerja, tayang malam itu juga sudah biasa dan berdasarkan keputusan bersama,” kata dia.
Presiden Arema Gilang Widya Pramana mengatakan pihaknya siap dan ikhlas menerima hukuman meskipun dinilai sangat merugikan Arema.
“Larangan hukuman untuk tidak bermain di kandang selama 1 musim cukup membuat kami untuk introspeksi dan membuat kami menjadi lebih baik,” kata Gilang dikutip Kompas TV.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo pada Senin menonaktifkan sembilan perwira kepolisian yang bertugas pada hari itu dan mencopot Kapolres Malang Ferli Hidayat.
Dedi Prasetyo mengatakan polisi tengah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan barang bukti atas peristiwa ini.
“Kami bekerja maraton, total sudah ada 29 orang yang diperiksa, 23 diantaranya merupakan polisi sementara 6 lainnya panitia pelaksana. Kami akan segera menetapkan tersangka,” kata Dedi dalam keterangan pers.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminta agar tim gabungan independen pencari fakta tragedi Kanjuruhan bisa mengungkapkan secara tuntas tragedi tersebut dalam waktu kurang dari sebulan.