Surat Edaran Kapolri Soal Ujaran Kebencian ‘Sia-Sia’
2015.11.02
Jakarta

Surat Edaran Kepala Kepolisian Polri tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) disambut negatif beragam pihak. Edaran tersebut dinilai sebagai keputusan sia-sia karena pada dasarnya segala bentuk penanganan pelanggaran hukum sebenarnya telah termaktub dalam undang-undang yang pernah diterbitkan.
"Tidak perlu menerbitkan surat edaran segala,” kata pakar hukum pidana Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting kepada BeritaBenar, 2 November 2015.
Jamin mencontohkan ujaran kebencian yang disebarkan lewat media sosial. Menurutnya, penanganan hal ini dapat dituntaskan dengan merujuk kepada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"UU ITE dan KUHP, kan, sudah cukup mengatur penanganan ujaran kebencian. Surat edaran itu terlalu berlebihan," ujarnya lagi.
Lagipula, ditambahkan Jamin, dalam surat edaran tersebut termaktub pasal pencemaran nama baik, yang dijadikan salah satu rujukan penanganan. Jamin menilai, keberadaan pasal itu justru berpotensi membiaskan definisi ujaran kebencian.
"Bisa disalahgunakan tergantung pesanan," katanya.
Sementara komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai, mengatakan yang harus ditegakkan adalah undang-undang yang sudah ada.
"Pakai saja aturan yang sudah ada. Tak perlu lah," kata Pigai, ketika dihubungi BeritaBenar.
Selama ini, kata Pigai, beragam ujaran kebencian tak kunjung selesai lantaran kepolisian seringkali tak tegas dalam penegakan aturan, baik menyangkut agama ataupun ras, termasuk setelah terjadi aksi kekerasan.
"Padahal, hanya butuh ketegasan menegakkan hukum saja. Pakai (hukum) yang sudah ada. Tidak perlu diatur lagi lewat surat edaran ini," katanya.
Dibahas sejak lama
Surat edaran tentang penanganan ujaran kebencian diumumkan Mabes Polri usai ditandatangani Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti pada Kamis, 8 Oktober lalu. Surat edaran tersebut telah disebarkan ke seluruh unit kepolisian di seluruh Indonesia dengan nomor surat SE/6/X/2015.
Menurut Mabes Polri, draft surat edaran ini sebenarnya telah dibahas sejak masa tugas Jenderal Sutarman, namun baru secara resmi diterbitkan bulan lalu. Mengutip dari surat edaran tersebut, ujaran kebencian yang dimaksud adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, dan penyebaran berita bohong terkait suku, agama, etnis, gender, warna kulit, orientasi seksual, dan kaum difabel.
Adapun, ujaran kebencian yang diatur adalah ujaran yang disampaikan lewat media, orasi saat berkampanye, spanduk atau banner, demonstrasi, ceramah keagamaan, pamflet, dan media sosial.
Mengenai Surat Edaran Kapolri, Juru bicara Mabes Polri, Inspektur Jenderal Anton Charliyan, kepada BeritaBenar mengatakan keberadaan surat edaran ini justru ingin mengingatkan orang-orang bahwa ada etika dalam menyampaikan pendapat.
"Apakah salah ada himbauan, 'mari kita berbicara lebih santun'? Lagipula, tak ada agama atau budaya yang mengajarkan kebencian, kan?" kata Anton Charliyan.
Menurut Anton, masyarakat tak perlu sinis menanggapi surat edaran ini. Apalagi, menurutnya, kepolisian akan mengedepankan mediasi dalam penanganan terkait ujaran kebencian.
Selain itu, kepolisian juga akan meminta pendapat dan penilaian dari berbagai ahli saat penindakan.
"Bisa saksi ahli bahasa, agama, atau lembaga," kata Anton.