Umar Patek: ISIS Lebih Berbahaya dari Teroris
2016.04.25
Malang

Narapidana kasus bom Bali I tahun 2002, Hisyam Ali Zein alias Umar Patek menyatakan, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) lebih berbahaya dari gerakan terorisme karena mereka turut menyerang umat Islam dan warga sipil yang tak sepaham dengan ideologinya.
"Aksi teror atas nama ISIS, lebih berbahaya dari teroris," kata Umar saat menjadi pembicara dalam seminar bertajuk Generasi Penerus Bangsa Bersinergi Guna Mendukung Program Pemerintah dalam Rangka Kontra Radikal dan Deradikalisasi Demi Mencegah Instabilitas dan Menjaga Keutuhan NKRI di Malang, Jawa Timur, Senin, 25 April 2016.
Selain Umar Patek, seminar yang digagas oleh Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur itu juga menghadirkan Ali Imron, narapidana seumur hidup karena terlibat bom Bali I, dan mantan Panglima Komando Jihad Maluku, Jumu Tuani, yang divonis enam tahun penjara.
Umar menyontohkan serangan bom dan penembakan di Jalan Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari lalu, karena pelaku menyerang warga sipil yang tak bersenjata.
Untuk itu dia mengajak masyarakat menangkal segala bentuk paham radikal dan terorisme berkedok agama, “Agar masyarakat dan anak muda tak mudah terjerumus dan mengikuti aksi radikalisme dan terorisme,” ujar Umar yang divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2012.
Sedangkan Ali Imron mengaku tak semua anggota Jamaah Islamiyah mendukung pengeboman. Banyak anggota dari faksi moderat menolak pengeboman. Saat ini, katanya, masih ada 100-an anggota Jamaah Islamiyah yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia.
Ali menyatakan bahwa ia berbeda sikap mengenai sasaran bom Bali dengan Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas, tiga narapidana bom bali yang telah dieksekusi mati. Ia mengaku sempat diancam akan dibunuh karena dianggap berkhianat.
"Sikap saya mahal harganya. Saya dicap pengkhianat, diancam bunuh. Mereka menghalalkan darah saya," tutur Ali Imron, yang pernah mengikuti pelatihan di Akademi Militer Mujahidin Afghanistan tahun 1994.
Siap lobi Abu Sayyaf
Umar Patek juga menyatakan bersedia membantu pemerintah untuk melobi Abu Sayyaf dalam upaya pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok militan itu di kawasan Filipinan Selatan sejak akhir Maret lalu.
"Aku tidak mengajukan syarat apapun termasuk pemotongan masa tahanan. Tawaran ini atas dasar kemanusiaan dan rasa cinta tanah air," ujarnya seraya menambahkan bahwa sejauh ini pemerintah belum merespon tawarannya.
Umar Patek mengaku mampu melobi Abu Sayyaf karena pernah lima tahun bersama kelompok tersebut dan tahu karakter mereka. Dia juga kenal baik pimpinan Abu Sayyaf yaitu Al Habsyi Misaya dan Jim Dragon.
"Aku lebih dulu masuk ke kelompok Abu Sayyaf dibandingkan Al-Habsyi. Mereka adalah sosok yang lunak dan mudah diajak bicara," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan juga sudah menampik keterlibatan Umar dalam negosiasi dengan Abu Sayyaf pada 19 April lalu.
Tangkal radikalisme
Sementara itu, Jumu Tuani mengaku rajin berkeliling ke sejumlah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk bertemu dengan narapidana terorisme untuk menangkal radikalisme dan terorisme.
“Saya sering ceramah dan diskusi agama dengan banyak teroris. Mereka ikut gerakan terorisme karena pengetahuan agamanya kurang,” katanya. Ia menambahkan setelah ikut ceramahnya, banyak narapidana terorisme mengakui kesalahan mereka dan bertaubat.
Jumu mengaku pernah bertemu Koordinator ISIS Jawa Timur, Muhammad Romly, di Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) Kelapa Gading. Romly adalah tersangka teroris yang ditangkap tim Densus 88 Mabes Polri bersama tiga tersangka lain di Malang, 20 Februari 2016.
“Dia adalah salah seorang otak aksi bom Thamrin. Setelah didekati dan diajak dialog, Romly mengaku bersalah, menangis, dan menyesali perbuatannya,” jelas Jumu.
Dalam diskusi itu, lanjut Jumu, Romly mengaku berperan menjadi penggalang dana untuk bom Thamrin. Caranya dengan mencuri sepeda motor sebagai bentuk fa’i atau barang rampasan, terutama yang berplat merah milik pemerintah.
“Hasil penjualan sepeda motor dipakai untuk membeli senjata dan bom. Romly juga berperan melakukan survey, membeli bahan bom dan senjata. Bom Thamrin digelontorkan dana sebesar Rp 350 juta,” kata Jumu.
Dia menambahkan Romly direkrut Abu Fida, anak buah Aman Abdurrahman. Syaifuddin Umar alias Abu Fida yang menggerakkan kelompok bom Thamrin untuk mengumpulkan dana, melatih perang dan membuat bom. Aksi teror di Thamrin menewaskan delapan orang, termasuk empat pelaku.