Modal Nekad Pengendara Vespa Gembel

Jika bepergian jauh, pengendaranya tidak pernah membawa bekal uang cukup, karena selalu yakin ada yang membantu.
Arie Firdaus
2016.11.23
Jakarta
161122_ID_Vespa_1000.jpg Bule (kanan) menyiapkan vespa di daerah Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat, sebelum perjalanan ke Solo, Jawa Tengah, 16 November 2016.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Hawa dingin sisa hujan sepanjang hari masih terasa di kawasan Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu malam, 16 November 2016. Tapi Imam Arifin tak terusik.

Berbalut sweater putih tipis, Imam betah nongkrong di sisi jalan, ditemani sebotol arak putih. Beberapa teman meriung tak jauh dari remaja 20 tahun itu. Matanya tak henti menatap setiap kendaraan yang lalu-lalang.

“Nunggu tiga orang lagi, nih,” katanya kepada BeritaBenar.

Malam itu, Imam dan enam rekannya berniat berangkat ke Solo, Jawa Tengah, untuk menghadiri perayaan ulang tahun ke-20 Ikatan Scooter Solo yang digelar di Alun-alun Selatan Keraton Surakarta, 19-20 November.

Dari Bambu Selatan, terentang jarak 580 kilometer hingga Solo. Dalam perjalanan normal menggunakan bus, rute ini bisa ditempuh sepuluh jam.

Tapi dengan vespa, ia memperkirakan butuh waktu tiga hari dua malam untuk mencapai Solo.

“Makanya harus buru-buru. Biar enggak telat,” jelasnya.

Imam telah menyusun runutan waktu perjalanan dengan rinci. Meleset dari jadwal, ia bakal terlambat menghadiri acara.

Saat pagi datang, Imam menargetkan sudah melewati kawasan Cikampek, Jawa Barat. Di sana, mereka beristirahat sepanjang terang, menunggu malam datang untuk kembali melanjutkan perjalanan.

Mereka hanya memacu vespa kala malam. Bukan takut kulit berubah gelap akibat terpaan matahari, melainkan karena alasan sederhana: menghindari polisi.

Kendaraan Imam dan kawan-kawan memang bukan vespa biasa. Ia menyetir vespa lima roda berbentuk tank. Setangnya dibuat lebih tinggi, sejajar pundak.

Cat hijau tua di badan vespa telah luntur akibat terpaan panas dan hujan. Beberapa titik bahkan telah berkarat akibat sehari-hari dibiarkan terparkir di salah satu sisi jalan Kota Bambu Selatan.

Tak lebih baik kondisi vespa yang dikemudikan rekannya yang dipanggil Bule (19). Sejatinya, vespa itu hanya rangka besi dicat belang-belang merah dan putih dengan empat roda.

Kursi bekas dan papan digunakan sebagai alas duduk untuk pengemudi dan penumpang yang bisa memuat empat orang. Setangnya dibuat melebar seperti Harley Davidson.

Beragam stiker tertempel di bagian depan. Di kiri belakang, terikat bendera Merah Putih lusuh. Di sela-selanya, terselip kertas pemberitahuan pernikahan, dengan nama mempelai Hikmah Maulida dan Irwan Prima Ananda.

"Enggak tahu itu siapa," tutur Imam, sambil tersenyum.

Jangan pula tanya kelengkapan dokumen pada mereka. Sekadar plat nomor kendaraan tak terpajang di kedua vespa itu.

“STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) ada, sih. Tapi fotocopy,” tambah Imam.

Sejam berselang, tiga rekan yang ditunggu datang. Sejurus kemudian, dua vespa itu pun melaju kencang, membelah malam Jakarta yang dingin.

Imam (mengendari vespa) dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah, 16 November 2016. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Anti kemapanan

Di kalangan penyuka vespa, kendaraan yang digunakan Imam itu dikenal sebagai vespa gembel – merujuk penampilan vespa yang ditambah ornamen nyeleneh, seperti halnya kertas pernikahan di vespa Bule. Ada juga "hiasan" lain semisal botol minuman bekas, tanduk, atau saung.

Dalam genre ini, seperti dikatakan Joe – seorang peminat vespa dari komunitas Scooter Anak Rawabelong – bahwa mereka tak memedulikan apakah onderdil itu asli pabrikan Piaggio atau tidak. Yang penting, bisa ngebul di jalanan.

Menurut Joe, genre gembel ini mulai ramai di Jakarta sekitar 2005. Hanya saja, saat itu modifikasi yang dilakukan sebatas mengubah vespa standar menjadi ceper alias hampir menempel dengan tanah.

“Belum ada (hiasan) botol-botolan,” tutur pria 37 tahun itu.

Ornamen-ornamen nyeleneh muncul seiring akulturasi anak punk dan peminat vespa. Sikap anti-kemapanan yang melekat dengan anak punk diwujudkan lewat tunggangannya.

“Wujud kebebasan, lah. Makanya, bentuk vespa mereka aneh-aneh. Enggak standar,” ujar Joe.

Tak cuma ditunjukkan lewat penampilan tunggangan, sikap anti-kemapanan pun terlihat saat touring.

Menurut Ketua Paguyuban Vespa Jakarta Barat yang lebih suka dipanggil Capung (35), peminat vespa gembel kerap hanya bermodal nekad saat bepergian jauh, tanpa bekal uang dan pakaian yang cukup.

Hal itu terbukti pada Imam. Pemuda yang pernah bekerja sebagai penyapu jalan hanya membawa uang Rp200 ribu pemberian orang tuanya dan dua lembar pakaian, sebagai bekal ke Solo. Nominal ini, kata Imam, terhitung cukup karena ia akan berbagi perihal apapun dengan rekan-rekan yang lain.

Bensin dan makan? “Patungan,” katanya.

Bule bercerita, dia bahkan pernah membawa uang sejumlah Rp50 ribu saat touring ke Jepara, Jawa Tengah, beberapa bulan lalu. Sesampai di Brebes, Jawa Tengah, uang tak bersisa.

Beruntung, katanya, seorang pengguna vespa lain membantunya dan memberikan uang tambahan, hingga akhirnya selamat sampai ke Jepara.

Buat biaya pulang ke Jakarta, ia bekerja beberapa hari di sebuah bengkel vespa di Jepara.

Adapun untuk perjalanan ke Solo kali ini, ia hanya membawa uang Rp100 ribu.

Baju ganti? Ia menggeleng ringan. Sweater gombrong berwarna merah, celana jeans biru pendek, dan topi merah yang melekat di badannya adalah satu-satunya pakaian yang dia bawa.

“Kalau vespa, sih, pasti ada aja yang bantu,” akunya.

Imam dan kawan-kawannya mengisi bahan bakar sebelum keberangkatan ke Solo, Jawa Tengah, 16 November 2016. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Terjepit hukum

Dalam beberapa tahun terakhir, aparat kepolisian gencar membersihkan jalanan dari vespa gembel. Sejak 2013, Kepolisian Daerah Metro Jaya, mengeluarkan ancaman akan menilang pengendara vespa gembel jika berkeliaran di jalanan.

Sikap tegas itulah yang membuat Imam tak mau mengambil resiko dalam perjalanan ke Solo, sehingga memilih memacu vespa malam hari dan beristirahat pada siangnya.

“Daripada ditilang, mau pulang naik apa?” ujarnya.

Sejak penindakan tegas polisi juga, jelas Capung, peminat vespa gembel kian hari makin berkurang.

Terjepit penegakan hukum, tak menghilangkan gairah Imam untuk touring dengan vespa gembel. Usai pulang dari Solo, dia malah mematok rencana lebih besar.

“Saya pengin ke titik nol di Sabang (Aceh), suatu saat nanti,” pungkas Imam.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.