Pakar: Video ISIS Hanya Propaganda

Tia Asmara
2016.05.19
Jakarta
160519_ID_Childsoldires_1000.jpg Foto yang diambil dari rekaman video pada tanggal 19 Mei 2016 ini memperlihatkan anak-anak dan sejumlah orang dewasa menunjukkan paspor mereka sebelum membakarnya.
Photo: Benar

Pemerintah Indonesia dan sejumlah pengamat terorisme menganggap video yang dibuat oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang beredar di sejumlah media sosial dalam dua hari terakhir adalah propaganda semata.

Video berdurasi 15,48 menit tersebut memperlihatkan puluhan anak laki-laki berwajah Asia berseragam militer mengikuti latihan perang.

Mereka diajar bertempur, menggunakan senjata hingga tembak-menembak dengan senapan otomatis AK-47. Beberapa dari mereka berbicara dalam bahasa Indonesia. Tampak juga sosok Abu Faiz al Indunesy di Suriah yang mengklaim dirinya seorang sniper atau penembak jitu.

Foto dari rekaman video tersebut yang memperlihatkan seorang anak berlatih menggunakan senapan otomatis.

Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bidang Pencegahan, Wawan Purwanto mengatakan pemerintah sudah mengetahui keberadaan video itu.

“Namun itu sebetulnya hanya video yang diunggah terus-menerus untuk keperluan propaganda (mereka) sehingga diputar ulang,” ujarnya kepada BeritaBenar, Kamis, 19 Mei 2016.

Wawan menyebutkan propaganda itu untuk menciptakan opini publik sehingga ada kesan bahwa generasi muda ISIS kuat dan tangguh. Ia melanjutkan, tak hanya di Indonesia, propaganda ISIS juga dilakukan kelompok teroris itu di banyak wilayah lain.

Pendapat senada disampaikan Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones yang diwawancara terpisah. Menurutnya, video propaganda itu adalah video lama yang diunggah kembali.

“Saya rasa karena ini adalah video yang lama, ini menjadi tanda kelemahan bahwa mereka tidak bisa menghasilkan propaganda yang baru karena situasi perang,” katanya, dan menambahkan bahwa video tersebut direkam awal tahun 2015 karena sejumlah orang dalam video itu telah tewas. Seorang anggota polisi dari Jambi yang terlihat minum teh dalam video itu meninggal pada 29 Juni 2015.

Indoktrinasi dan pembakaran passport

Selain berlatih menembak, anak-anak yang tampak masih polos itu mampu melafalkan dengan baik akidah atau keyakinan yang telah diindoktrinasi kepada mereka.

“Barang siapa yang tidak mengkafirkan orang kafir maka dia kafir, contohnya dia tidak mengkafirkan Yahudi dan Nasrani,” kata seorang anak laki-laki yang berusia sekitar 8 tahun, dengan cukup fasih.

Seorang anak lainnya dengan menuding-nudingkan telunjuknya berkata lantang, "Hai para taghut (yang melawan perintah Allah), kami persiapkan ini semua untuk menghancurkan kalian, karena kalian telah merubah-rubah hukum Allah.” Kata-katanya ditutup dengan seruan takbir yang diikuti anak lainnya.

Selain anak-anak tersebut, tampak juga sejumlah orang dewasa dalam video itu. Mereka mengancam akan menegakkan khilafah di bawah nama Katibah Nusantara Lil Daulah Islamiyah (Unit Kepulauan Melayu Negara Islam di Irak dan Suriah).

"Kepada penguasa-penguasa taghut yang berada di bumi Nusantara khasnya (khususnya) Malaysia dan Indonesia, ketahuilah bahwasanya kami bukan lagi warganegara kamu dan kami melepas diri daripada kamu," kata seorang dewasa dengan aksen Melayu.

Pernyataannya diikuti dengan upacara pembakaran paspor bersampul warna merah dan hijau, warna sampul paspor Malaysia dan Indonesia.

Jadikan alat deradikalisasi

Sidney mengatakan Pemerintah Indonesia bisa memanfaatkan video itu sebagai alat untuk program deradikalisasi.

“Video ini bisa dipakai secara baik untuk menunjukkan kepada orang yang masih bisa dideradikalisasi jika ISIS memang kejam karena anak kecil diajarkan jadi pembunuh. Pesan itu bisa disampaikan sebagai sarana deradikalisasi, kita lakukan propaganda balik,” ujarnya.

Salah satunya adalah menjadikan video itu sebagai bahan Focus Group Discussion (FGD) di beberapa daerah dengan meminta bantuan tokoh masyarakat.

“Tokoh agama dan tokoh masyarakat bisa menjelaskan tentang kekejaman ISIS melalui video tersebut. Mereka menggunakan anak kecil, menghasut anak kecil, mengajarkan membunuh,” katanya.

Sidney menjelaskan keadaan di Suriah saat ini sedang perang hebat sehingga tak ada kesempatan dan waktu untuk latihan militer. “Propaganda sekecil apapun tetap jadi ancaman namun pemerintah bisa mewaspadainya,” katanya.

Pengawasan perlu lebih ketat

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, berharap pemerintah lebih ketat mengawasi arus masuk dan keluar warga negara, terutama setelah ada komitmen bersama antara BNPT, Kementerian Luar Negeri dan Imigrasi untuk membendung orang yang bergabung ISIS.

“Perjalanan ke sejumlah negara seperti Turki harus diawasi. Video ini nampak bahwa program pemerintah tidak berjalan, ada beberapa hal terabaikan. Program (deradikalisasi) ini hanya menggebu di awal saja,” ujarnya.

Habib menyebutkan ada 23 anak dalam video itu dengan rentang usia 5, 8 hingga 13 tahun. “Ada beberapa anak Malaysia dan Filipina. Sisanya anak Indonesia. Mereka adalah anak dari WNI yang ke sana,” jelasnya.

Pemerintah, menurutnya, punya dua alternatif solusi. Pertama, memblokade total anak-anak dan seluruh WNI yang bergabung ISIS di Suriah untuk tidak kembali ke Indonesia. Kedua, menjemput dan mengontrol anak-anak itu demi keamanan negara.

“Opsi kedua sulit karena butuh ekstra effort dengan menyiapkan kapal, pesawat militer dan kerjasama dengan faksi non militan,” ujarnya.

Menurut data BNPT hingga September 2015, terdapat 800 WNI telah bergabung menjadi anggota ISIS. 50 orang di antaranya dilaporkan telah tewas di Suriah dan sekitar 100 lainnya telah kembali ke Indonesia.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Februari lalu menyatakan, warga Indonesia yang pergi ke Suriah berjumlah 329 orang. Angka itu, katanya, relatif kecil dibanding jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta.

Hata Wahari di Kuala Lumpur ikut berkontribusi terhadap artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.