Indonesia Protes Vietnam Terkait Insiden di Natuna
2019.04.29
Jakarta

Diperbarui pada Kamis, 2 Mei 2019, 23:00 WIB
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memprotes keras pemerintah Vietnam terkait insiden di Laut Natuna Utara menyusul penangkapan kapal pencuri ikan asal negara tersebut sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengumumkan akan kembali menenggelamkan kapal pencuri ikan.
“Iya betul tadi pagi Wakil Dubes Vietnam dipanggil,” kata juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir saat dikonfirmasi BeritaBenar di Jakarta, 29 April 2019.
Dalam kesempatan itu, ujarnya, Kemlu menyatakan protes keras atas provokasi oleh kapal Vietnam yang sengaja menabrakkan diri ke badan KRI Tjiptadi-381 yang menangkap kapal penangkap ikan illegal asal negara itu di Laut Natuna Utara, Sabtu lalu.
“Indonesia sangat menyesalkan kejadian antara kapal dinas perikanan Vietnam KN-213 dan KN-264 dengan kapal TNI Angkatan Laut (AL) KRI Tjiptadi-381,” ujarnya.
Menurut Arrmanatha, tindakan kapal dinas perikanan Vietnam sangat membahayakan keselamatan personel KRI Tjiptadi-381 dan juga personel kapal Vietnam, serta tidak sejalan dengan hukum internasional.
“Kementerian Luar Negeri saat ini sedang menunggu laporan lengkap dari Panglima TNI terkait kejadian tersebut, yang akan menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikam masalah ini Pemerintah Vietnam,” tambahnya.
Menanggapi insiden tersebut, Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, mengatakan akan kembali menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia.
“Noted. Kemlu telah memanggil Dubes Vietnam. Tanggal 4 (Mei) kita akan melakukan penenggelaman 51 kapal. KIA terbanyak dari Vietnam,” tulis Susi dalam akun twitter pribadinya, Senin. KIA di sini adalah kapal ikan asing.
Menurut data KKP, 488 kapal pelaku Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing telah ditenggelamkan sejak Oktober 2014, dan 276 di antaranya adalah kapal berbendera Vietnam.
Ditahan
Panglima Komando Armada I, Laksmana Muda TNI Yudo Margono menjelaskan, kejadian itu bermula ketika KRI Tjiptadi-381 menangkap kapal ikan Vietnam BD 979 yang sedang mencuri ikan di perairan Natuna Utara.
“Namun ternyata KIA tersebut dikawal oleh Kapal Pengawas Perikanan Vietnam yang berusaha menghalangi proses penegakan hukum dan kedaulatan yang dilakukan oleh KRI Tjiptadi-381 dengan cara menabrakkan kapalnya ke KRI Tjiptadi-381,” katanya.
Dia menilai provokasi yang dilakukan Coast Guard Vietnam adalah upaya mengganggu proses penegakan hukum dan kedaulatan Indonesia.
“Akibatnya, tidak hanya menabrak lambung kiri KRI Tjiptadi-381, tapi juga membuat kapal ikan Vietnam yang sedang berhenti tertabrak sehingga mengalami kebocoran dan akhirnya tenggelam,” paparnya.
Margono menambahkan bahwa sebanyak 12 anak buah kapal (ABK) berhasil diamankan oleh TNI AL dan dibawa ke atas KRI Tjiptadi-381, sementara dua ABK lainnya melompat ke laut dan ditolong oleh kapal pengawas perikanan Vietnam.
“Selanjutnya ke-12 ABK kapal ikan Vietnam dibawa dan akan diserahkan ke Lanal Ranai guna proses hukum selanjutnya,” katanya.
Ia mengaku provokasi sudah sering dilakukan pihak coast guard Vietnam, tetapi insiden Sabtu lalu merupakan yang terparah dalam beberapa waktu terakhir.
“Kita tidak mau gegabah dan memutuskan untuk bertahan. Tindakan penangkapan yang dilakukan KRI Tjiptadi-381 sudah benar dan sesuai prosedur,” katanya.
Berdasarkan lokasi penangkapan, tambahnya, kejadian itu berada di daerah teritorial perairan Indonesia.
“Namun pihak Vietnam juga mengklaim bahwa wilayah tersebut merupakan perairan Vietnam,” ujar Margono.
Belum selesai
Peneliti Laut China Selatan dari The Habibie Center, Muhammad Arif, mengatakan benturan yang sering terjadi di perairan Laut Natuna Utara karena negosiasi daerah delimitasi batas wilayah laut belum selesai.
"Ada sedikit titik di Laut Natuna Utara yang belum selesai dengan Vietnam," ujarnya kepada BeritaBenar.
Ia mengatakan bentrok dengan pihak coast guard Vietnam bukan kali ini saja terjadi.
Arif menyarankan kepada pemerintah untuk mempercepat penanggulangan dengan memaksimalkan kerjasama badan keamanan laut nasional dengan instansi terkait.
"TNI harus jadi garda terdepan di samping Bakamla dan KKP. Kejadian ini bisa jadi momentum penguatan penegakan keamanan di laut Indonesia," katanya.
Ia juga mengapresiasi pihak TNI AL yang berhasil menahan diri disamping tugasnya mengamankan ZEE Indonesia.
"Kalau terjadi lagi ke depan dan misalnya skenario terburuk ada penembakan atau adanya korban maka bisa berimplikasi cukup besar antara lain ketegangan diplomatik dengan negara lain," imbuh Arif.
Ia mencatat beberapa bagian titik di wilayah Laut Natuna Utara, Indonesia masih belum menemui kesepakatan dengan negara tetangga antara lain Malaysia dan Vietnam.
Dua tahun lalu, Indonesia mengubah nama bagian selatan Laut China Selatan dengan Laut Natuna Utara untuk mendukung kedaulatan dalam negeri.
Baru-baru ini militer Indonesia juga membangun pangkalannya di sana, yang memicu kecaman China yang juga mengklaim kawasan itu sebagai wilayahnya.
Dalam versi yang diperbarui ini, afiliasi dari Muhammad Arif yang sebelumnya ditulis sebagai peneliti dari CSIS, telah dikoreksi.