Polri Beberkan Peran Warga Polandia yang Ditangkap di Papua

Perkumpulan Pengacara HAM Papua mempertanyakan berulangnya penangkapan atas aktivis Papua yang berunjuk rasa.
Putra Andespu & Victor Mambor
2018.09.12
Jakarta & Jayapura
180912_ID_Papua_1000.jpg Kepala kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, berbicara dengan warga Polandia, Jakub Fabian Skrzypski, di Mapolda Papua di Jayapura, 5 September 2018.
Dok. Komnas HAM Perwakilan Papua

Polri membeberkan peran Jakub Fabian Skrzypski (29), warga Polandia yang ditangkap di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada 26 Agustus 2018, karena diduga memasok senjata api kepada kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).

“Dari hasil pemeriksaan lanjutan bahwa yang bersangkutan ternyata sudah cukup kenal dengan KKB di Jayapura maupun Timika,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 12 September 2018.

“Peran dia selain memberi keyakinan kepada KKB, juga akan membantu dari sisi logistik senjata. Tapi, kemungkinan itu kecil sekali.”

KKB adalah singkatan Kelompok Kriminal Bersenjata yang merupakan sebutan aparat keamanan Indonesia kepada gerilyawan OPM.

“Tapi yang paling besar perannya sejauh ini meliput seluruh kegiatan KKB maupun masyarakat di Timika dan sekitarnya untuk diekspos ke dunia internasional, apabila ada tindakan tindakan aparat yang berlebihan terhadap KKB,” tambah Dedi.

Menurutnya, hasil liputan Jakub dipublikasikan melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Dia juga menjual karyanya ke media lain.

Polri mengakui Jakub sudah berada di Papua sejak Juli 2018 dan bergabung dengan KKB di Timika. Dia masuk ke Indonesia melalui jalur resmi.

“Sudah beberapa kali ia masuk Papua dengan visa turis. Ternyata ada yang menampung, ada yang menjemput, kelompok KKB sudah menyediakan LO [Liason Officer] -nya setiap dia berkunjung ke Papua,” tukas Deni.

Polisi juga menyita ratusan butir amunisi diduga milik seorang warga yang ditangkap bersama Jakub serta telepon selular dan dokumen OPM.

“Tapi, KKB menitipkan beberapa contoh senjata maupun amunisi kalau misalnya ia mau mensupport, inilah senjata sama amunisi yang dibutuhkan,” katanya.

Menurut Dedi, Jakub mulanya ke Papua guna meliput kegiatan KKB, tapi kemudian ada kesepakatan untuk mensupport gerakan tersebut.

“Dia sampai menyatakan bahwa dia mendukung tindakan yang dilakukan KKB,” tutur Dedi.

Tersangka

Polda Papua pada 30 Agustus lalu telah menetapkan Jakub sebagai tersangka makar karena diduga terlibat konspirasi penyeludupan senjata kepada OPM.

Wakil Direskrim Umum Polda Papua, AKBP Ferdinand Napitupulu menyatakan pihaknya sudah menyediakan pengacara untuk mendampingi Jakub sejak Kamis lalu.

“Sehubungan itu, penyidik mulai melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan,” jelas Ferdinand.

Menurut sumber penduduk, selain Jakub, beberapa warga juga ditangkap terkait kasus yang menjerat warga Polandia itu.

Tiga masyarakat yang ditangkap bersama Jakub adalah Naftali Wasahe, Edward Wandik dan Habel Wilil.

Dua warga lain yang masih berstatus siswa SMA yang juga ditangkap yaitu Alfons Hisage dan Linus Wandik.

Selain itu dua warga lain, Alex Wasahe dan Yohanis Wandik juga ditangkap dan dibawa ke Polres Jayawijaya untuk menjalani pemeriksaan.

“Saat ini Jakub ditahan di Polda Papua. Sedangkan warga lokal lain telah dilepaskan,” kata sumber penduduk.

Polisi juga menciduk Simon Magal yang disebut berhubungan dengan Jakub melalui telepon seluler.

Namun kelompok hak asasi manusia, Tapol, mengatakan Simon sedang bersiap pergi ke Australia untuk melanjutkan studi pascasarjana.

“Menangkap Simon dengan tuduhan pengkhianatan karena telah bertemu Jakub dan berkomunikasi dengannya di Facebook adalah berlebihan,” kata Adriana, kordinator Tapol.

Menurutnya, penangkapan Jakub dan Simon membahayakan upaya Indonesia untuk memperkuat demokrasi dan membalikkan kecenderungan semakin berkurangnya kasus makar dalam beberapa tahun terakhir.

Polisi menangkap para pengunjuk rasa dukungan kepada ULMWP di Sentani, Papua, 4 September 2018. (Benny Mawel/BeritaBenar)
Polisi menangkap para pengunjuk rasa dukungan kepada ULMWP di Sentani, Papua, 4 September 2018. (Benny Mawel/BeritaBenar)

Pertanyakan penangkapan

Gustaf Kawer dari Perkumpulan Pengacara HAM Papua mempertanyakan penangkapan aktivis Papua yang berunjuk rasa yang dianggapnya tidak sesuai prosedur.

“Polisi beralasan mereka tidak mendapat izin, mengangkat isu Papua merdeka. Situasi ini berlangsung berulang-ulang," katanya.

Protes Kawer menyusul penangkapan sekitar 80 aktivis Papua saat berunjuk rasa untuk mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Sentani dan Abepura, pekan lalu.

Kapolres Jayapura, AKBP Victor Mackbon menyatakan penangkapan itu untuk dimintai keterangan.

“Kami amankan saja. Mau minta keterangan karena izin demo mereka ditolak karena tidak memenuhi persyaratan. Siangnya dipulangkan. Kita eleminir gangguan Kamtibmas" katanya.

Sebelumnya, pada 16 Agustus lalu, sejumlah mahasiswa Universitas Cenderawasih dan STIKOM Muhammadiyah dipaksa menandatangani surat pernyataan untuk tak melakukan aksi-aksi yang mendukung isu Papua Merdeka lagi.

Demikian juga dengan penangkapan 35 orang di Teluk Bintuni, Papua Barat, awal September.

"Mereka (polisi) melakukan penegakan hukum dalam proses penyelidikan sesuai aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku," kata Kapolda Papua, Irjen. Pol. Martuani, Somin Siregar, terkait penangkapan-penangkapan itu.

Martuani menambahkan, jika ada pihak yang tidak setuju dengan proses penegakan hukum, dipersilakan untuk menempuh jalur hukum.

Tagih janji Jokowi

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid pada pertemuan dengan Komisi III DPR RI, Rabu, kembali menagih janji Presiden Joko “Jokowi’ Widodo untuk menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua.

"Kami garis bawahi satu janji, komitmen yang pernah disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo setelah insiden Paniai bahwa Presiden ingin kasus ini diselesaikan secepatnya agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang," ujar Usman.

Namun, hingga kini penyelesaiannya belum tuntas meski sudah dilakukan investigasi.

Kasus Paniai adalah penembakan yang dilakukan aparat keamanan terhadap warga sipil yang mengakibatkan empat siswa SMA tewas pada 8 Desember 2014.

Menurut Amnesty International, sekitar 95 orang tewas dalam 69 kasus pembunuhan di luar hukum yang disebut dilakukan aparat keamanan di Papua.

Usman menyatakan dari 69 pembunuhan, hanya enam kasus yang sampai ke pengadilan dan 25 kasus tidak diusut serta 26 kasus yang dinvestigasi tapi dipublikasikan hasilnya.

“Laporan kami, aparat Polri dan TNI menggunakan kekuatan berlebihan, menggunakan senjata api, mengerahkan pasukan yang berlebihan sehingga menyebabkan kematian warga sipil yang totalnya 95 orang," papar Usman di depan anggota DPR.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.