Meski Ada Operasi Keamanan, Warga Poso Tetap Beraktivitas

Satgas Operasi Tinombala tidak hanya mendampingi petani yang mau berkebun di Poso namun juga bertugas membantu mereka.
Keisyah Aprilia
2016.11.03
Poso
160311_ID_Poso_1000.jpg Petugas membagi maklumat Kapolda Sulawesi Tengah kepada warga di Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, 13 Oktober 2016.
Dok. Humas Polda Sulteng

Pengejaran sisa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) oleh pasukan TNI/Polri, yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala 2016 di wilayah pedalaman Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), ternyata tak menghambat aktivitas warga setempat.

Sebelumnya banyak warga yang berprofesi sebagai petani takut berkebun. Tapi, sejak beberapa bulan terakhir mereka kembali menggarap lahan bahkan menginap di kebun mereka.

"Mayoritas warga sudah kembali berkebun tanpa takut ada operasi," ungkap Yusmanto, Kepala Desa Bakti Agung di Kecamatan Poso Pesisir Utara – yang sering menjadi lokasi operasi keamanan – kepada BeritaBenar, belum lama ini.

Dia mengaku perkebunan warga sering didatangi aparat, tapi tidak menyurutkan warga mengolah lahannya. Kondisi berbeda dialami warga pada 2015 hingga awal tahun 2016.

"Yang membuat warga berani karena dapat jaminan dari Satgas, sehingga mereka tetap bertani seperti sebelum ada operasi," jelas Yusmanto.

Seorang petani, I Made Sudarta (47), juga mengaku rasa takut bertani di perbukitan desa sudah hilang. Ia beraktivitas seperti biasanya kendati sering bertemu patroli tim Satgas.

"Dulu kita ketakutan, sekarang santai-santai saja. Biasa sedang mencangkul di lahan ada Satgas lewat kami ajak singgah untuk ngopi, kadang ajak makan bersama. Sekarang jauh berbeda dengan kondisi dulu," katanya.

Setelah militan MIT makin melemah menyusul pimpinannya Santoso alias Abu Wardah tewas pada 18 Juli lalu, warga merasakan kenyamanan kendati aparat keamanan rutin menggelar patroli.

“Dulu kami takut karena sering bertemu kelompok tersebut atau Satgas yang menggelar operasi sehingga terpaksa meninggalkan perkebunan dan mencari usaha lain,” katanya.

Seiring mulai nyamannya berkebun, ungkap Sudarmi (49) – petani lain, ekonomi warga juga semakin membaik karena hasil dari kebun kakao cukup menjanjikan.

"Lumayanlah hasil perkebunan kami, apa lagi biji kakao yang kami tanam dan beberapa tanaman lain baru saja panen,” katanya.

Mendampingi

Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto, mengatakan sejak beberapa bulan ini Satgas mendampingi petani yang ingin berkebun di Poso. Bahkan, ada yang ditugaskan membantu petani.

"Sekarang operasi tidak hanya fokus pada pengejaran, melainkan juga berkembang ke pelbagai kegiatan sosial, seperti membantu proses tanam petani dan panen," katanya kepada BeritaBenar.

Sejauh ini, masyarakat cukup terbantu. Apalagi rasa takut untuk berkebun di wilayah operasi sudah hilang. Makanya, peran penting Satgas untuk menjaga kepulihan warga agar tidak takut berkebun.

"Kami tidak ingin ada masyarakat takut berkebun karena operasi, makanya pengawalan dan keterlibatan Satgas dalam perkebunan warga juga diintensifkan. Ada tim khusus yang dibentuk," jelasnya.

Komnas HAM terlibat

Ketua Komnas HAM Sulteng, Dedy Azkari, mengaku ikut terlibat dalam pendampingan terhadap petani yang kembali berkebun.

"Sudah tidak ada lagi petani yang takut berkebun, kami terlibat di sana bersama Satgas untuk mendampingi mereka bertani," katanya kepada BeritaBenar, Rabu, 2 November 2016.

Dedy berharap, rasa takut bertani tidak kembali lagi di benak petani, sehingga mereka benar-benar bisa hidup dengan damai bahkan bisa sejahtera melalui aktivitas hariannya.

"Kalau mereka merasa takut jelas itu masuk dalam pelanggaran HAM, apalagi ketakutan mereka karena ada operasi. Kami sudah sampaikan ke Kapolda Sulteng agar Satgas yang terlibat operasi benar-benar menjaga petani yang berkebun," tandasnya.

Daftar Pencarian Orang yang dipasang di depan kantor Polres Poso, Sulawesi Tengah, 10 Oktober 2016. (Dok. Humas Polda Sulteng)

Tersisa 10 DPO

Di sisi lain, operasi pengejaran sisa-sisa kelompok MIT yang disebut telah berbai’at pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) masih terus dilakukan meski Santoso dan belasan anggota lainnya, termasuk enam militan suku Uighur, sudah tewas dan beberapa ditangkap.

Sejauh ini, hanya tersisa 10 orang lagi anggota MIT yang diburu Satgas. Mereka adalah Ali Kalora, Firdaus alias Daus alias Barok Rangga, Kholid, Askar alias Jaid alias Pak Guru, Qatar alias Farel, Suhartono alias Yono Sayur alias Pak Hiwan, Abu Alim, Muh Faisal alias Namnung alias Kobar, Nae alias Galuh, dan Basir alias Romzi.

"Sampai saat ini keberadaan mereka terdeteksi masih di seputaran wilayah Kecamatan Poso Pesisir Selatan dan Utara, tetapi kami belum dapat memetakan pasti di mana titik persembunyiannya," jelas Hari.

Meski sudah melemah, Hari mengakui bahwa Satgas belum bisa berbuat banyak karena 10 anggota MIT yang tersisa belum juga ditangkap.

"Medan di Poso tidak mudah karena hutan belantara dan pegunungannya cukup luas dan tidak mudah dilalui," tegasnya.

Selain itu, upaya persuasif juga ditempuh dengan melakukan pendekatan pada keluarga anggota MIT agar mereka yang DPO mau menyerahkan diri. Upaya persuasif melibatkan Komnas HAM dan lembaga kemanusiaan lain.

"Yang dilakukan bersama Komnas HAM di Poso adalah wujud kerjasama yang disepakti bersama beberapa bulan lalu,” tutur Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Rudy Sufahriadi.

“Harapan kami ini berjalan baik sehingga dapat membawa sisa kelompok MIT hidup-hidup, tanpa harus ada pertumpahan darah lagi."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.