Warga Etnis Uighur Dituntut 8 Tahun Penjara

Usai mendengar tuntutan, Ali mengatakan segera menyiapkan pembelaan untuk dibacakan dalam sidang lanjutan Senin depan.
Arie Firdaus
2016.10.17
Jakarta
161017-ID_Uighurtrial_1000.jpg Nur Muhammet Abdullah alias Ali (kanan) didampingi penerjemah memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 17 Oktober 2016.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Nur Muhammet Abdullah alias Faris Abdulla Cuma alias Faris Kusuma alias Ali, seorang warga etnis Uighur, China, dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp 50 juta oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 17 Oktober 2016.

"Karena perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat," kata jaksa Ika Salim, saat membacakan tuntutan.

Ika menilai Ali bersalah melanggar Pasal 15 juncto Pasal 9 Undang-undang Terorisme dan Pasal 5 juncto Pasal 4 Undang-undang No 9 Tahun 2013 tentang pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme.

Hukuman maksimal kedua pasal ini adalah 20 tahun penjara.

Dalam dakwaan jaksa yang dibacakan pada awal persidangan, Ali disebut pernah menyerahkan uang senilai Rp 25 juta kepada kelompok Arif Hidayatullah, yang masuk dalam jaringan Bahrun Naim, warga negara Indonesia yang kini berada di Suriah dan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Bahrun disebut kepolisian sebagai dalang aksi teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Januari lalu, yang menewaskan delapan orang –  termasuk empat pelaku.

Jaksa juga menyebut Ali dipersiapkan sebagai calon “pengantin”, istilah untuk pelaku bom bunuh diri, dengan menyasar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian yang ketika itu masih menjabat Kapolda Metro Jaya, dan tempat perkumpulan Yahudi dan kaum Syiah di Bogor, Jawa Barat.

"Semoga hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa seperti yang kami minta," kata Ika lagi.

Siapkan pembelaan

Tuntutan atas Ali sama beratnya dengan Arif Hidayatullah, pria yang disebut kepolisian sebagai orang kepercayaan Bahrun.

Arif telah divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin, 3 Oktober 2016.

Usai mendengarkan tuntutan, Ali yang didampingi penerjemah mengatakan akan menyiapkan pembelaan atau pledoi yang akan dibacakan dalam sidang lanjutan Senin pekan depan, 24 Oktober 2016.

"Saya meminta keadilan karena saya tidak melakukan sesuatu yang buruk," ujarnya.

Kuasa hukum Ali, Arman Remy, menambahkan beberapa poin pembelaan akan disampaikan dalam pledoi. Salah satunya soal posisi Ali yang sebenarnya korban perdagangan manusia.

"Dia (Ali), kan, ditipu," kata Arman kepada BeritaBenar, setelah persidangan.

Arman mengatakan, Ali sama sekali tak berniat datang ke Indonesia untuk bergabung dengan kelompok Arif.

Ingin ke Turki

Menurutnya, Ali yang melarikan diri dari Provinsi Xinjiang, China, bermaksud menuju Turki melalui Vietnam.

“Untuk memperbaiki kehidupan. Di China, etnis Uighur kan tak dalam posisi bagus,” katanya.

Di Vietnam, Ali membuat paspor palsu dengan identitas warga negara Kirgistan. Trik itu gagal begitu sampai di Turki.

Pemerintah Turki kemudian mendeportasi Ali ke Vietnam. Karena berpaspor Kirgistan, Pemerintah VIetnam bermaksud memulangkan Ali ke negara bekas Uni Soviet tersebut, melalui Malaysia.

Namun akibat pengawasan yang lemah dari Vietnam, Ali kabur begitu pesawat transit di Malaysia. Di sana, ia bertemu kolega sesama warga etnis Uighur, Muhammad.

Muhammad inilah, kata Arman, yang terafiliasi dengan ISIS.

"Ali itu dijebak," ujar Arman lagi.

Menurut Arman, jaksa gagal membuktikan keterlibatan Ali dengan ISIS.

Dari fakta-fakta sepanjang persidangan, ujarnya, tak ada satupun yang menunjukkan bahwa Ali adalah bagian dari ISIS dan berniat menjadi "pengantin".

"Dari fakta persidangan, seperti pemeriksaan saksi di vila di Bogor, tidak ada yang berhasil membuktikan bahwa ia bergabung dengan ISIS. Saksi bahkan tak pernah melihat terdakwa,” jelas Arman.

Perihal uang senilai Rp25 juta yang diserahkan Ali ke Arif, Arman berdalih dengan menyebutnya sebagai uang untuk mengurus paspor agar Ali bisa berangkat ke Turki melalui Indonesia.

Jaksa menggunakan fakta pemberian dana Rp 25 juta itu sebagai dasar dakwaan pendanaan terorisme yang dilakukan Ali.

"Itu bukan dana untuk terorisme," kata Arman.

"Ali enggak tahu apa-apa. Barang semua sudah jadi saat ia sampai di sini, Arif yang bikin."

Meski mengklaim Ali sebagai korban perdagangan manusia, tapi Arman tak mau sesumbar dengan menyebut kliennya bakal dibebaskan oleh majelis hakim.

"Hakim enggak akan berani," katanya.

Etnis Uighur kelima

Ali ditangkap aparat Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri pada 23 Desember 2015 di Bekasi, Jawa Barat. Ia ditangkap pada hari yang sama dengan Arif.

Ali menjadi warga etnis Uighur kelima yang tersangkut pidana terorisme di Indonesia.

Pada 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah memvonis empat warga Uighur lain, masing-masing enam tahun penjara.

Mereka adalah Ahmet Bozoglan, Ahmet Mahmud, Abdul Basit, dan Abdullah alias Altinci Bayyram.

Keempatnya ditangkap di Poso, Sulawesi Tengah, saat mencoba bergabung dengan Santoso, pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berafiliasi dengan ISIS pada 2014.

Santoso telah tewas dalam operasi gabungan polisi dan tentara nasional Indonesia (TNI), 18 Juli lalu.

Enam warga Uighur yang bergabung dengan Santoso juga sudah tewas dalam operasi perburuan terhadap kelompok MIT digencarkan sejak Januari lalu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.