Ryamizard Ryacudu: Terorisme Adalah Musuh Semua Negara

Dalam wawancara dengan BeritaBenar, Menteri Pertahanan menegaskan pentingnya kerjasama multilateral menghadapi tantangan keamanan transnasional.
Ika Inggas
2018.08.31
Washington
180810_ID_RyamizardRyacudu_1000.jpg Menteri Pertahanan Indonesian Ryamizard Ryacudu berbicara kepada BeritaBenar di kediaman duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat di Washington, 29 Agustus 2018.
Kate Beddall/BeritaBenar

Negara-negara harus bekerja sama dalam menangkal ancaman teroris dan anggota ASEAN harus bersatu dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan Indo-Pasifik, demikian Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu dalam wawancara baru-baru ini dengan BeritaBenar di Washington.

Orang pertama dalam jajaran Kementerian Pertahanan Indonesia itu melakukan kunjungan tiga hari di Washington pekan ini, di mana mantan perwira tinggi militer TNI AD tersebut bertemu dengan mitranya dari Amerika, James Mattis, di Pentagon untuk menegaskan kembali kerjasama militer kedua negara.

Kedua menteri pertahanan membahas kerjasama dengan mitra regional mereka dalam memerangi ancaman keamanan transnasional termasuk pembajakan, perdagangan gelap, dan penangkapan ikan ilegal, kata Departemen Pertahanan AS.

“Terorisme itu bukan ancaman satu negara saja, tetapi ancaman terhadap semua manusia. Berarti musuh semua negara. Dimana ada konsentrasi teroris, itu harus dihadapi bersama-sama,” kata Ryamizard pada Rabu, 29 Agustus 2018, di kediaman duta besar Indonesia di Washington.

"Kita menghadapi teroris generasi ketiga,” kata Ryamizard. “Generasi pertama itu Alqaeda. Generasi kedua itu di Iraq dan Syria, Islamic States [ISIS]. Sekarang mereka dihancurkan di sana, mereka pulang ke negara masing-masing termasuk di Asia. Di Asia ini termasuk Indonesia dan Filipina.”

Dalam wawancara selama 20 menit itu, Menteri Pertahanan Indonesia ke-24 tersebut juga menjelaskan tentang tentang bagaimana Indonesia sebagai negara terbesar dan terpadat di Asia Tenggara berperan dalam mencegah ketegangan di Laut China Selatan dan masalah-masalah lainnya. .

Jenderal TNI Purnawirawan tersebut mengatakan bahwa Indonesia akan membeli sejumlah pesawat Hercules buatan AS.

Ia juga mengatakan bahwa Mattis telah menyuratinya tentang telah terbunuhnya tokoh ISIS asal Indonesia, Bahrun Naim.

Berikut ini adalah kutipan dari wawancara tersebut.

BeritaBenar: Apakah ada hal-hal yang baru yang disepakati dalam kerjasama bilateral sebagai hasil dari pertemuan Anda dengan Jenderal Mattis?

Ryamizard Ryacudu: Saya bertemu dengan Jenderal Mattis ini sejak dia menjabat itu sudah lima kali. Di Indonesia, kemudian di Hawaii, kemudian di Singapura dua kali dan di sini.

Jadi sudah begitu akrab. Jadi tidak ada hal-hal yang baru. Kecuali apa yang sudah dibicarakan pada pertemuan bilateral yang pertama itu disempurnakan kembali. Dikonkretkan rencana-rencananya.

BB: Apakah Anda merencanakan pembelian perangkat militer baru dari Amerika?

RR: Iya. Kita baru saja membeli helicopter Apache. Ke depan kita akan membeli lagi lima pesawat Hercules.

Kita sudah punya 28 Hercules, tapi sebagian besar sudah terlalu tua. Perlu diperbarui. Memang banyak (pesawat dari) jaman Bung Karno dulu tahun 60 an, masih baik, masih dirawat, tapi kan umurnya sudah terlalu tua, dan perlu diganti yang baru.

BB: Apa peran Indonesia dalam Balance of Power di wilayah Indo-Pasifik?

RR: Peran Indonesia, saya rasa tidak berubah. Karena dengan Indo-Pasifik ini titik berat mereka di sekitar kawasan kita.

Saya bersama teman-teman dari negara ASEAN sudah sering bertemu, yang menyatakan bahwasanya kita harus siap menghadapi segala kemungkinan. Siap untuk mengamankan kawasan. Baik dibantu atau tidak dibantu.

Penduduk ASEAN ini hampir 600 juta. Kekuatan bersenjata kita (ASEAN) 2,6 juta. Dengan kekuatan itu saya sampaikan kepada teman-teman di ASEAN, kita ini sudah kuat asal kita bersatu untuk mengatasinya.

Masalah bantuan negara lain alhamdulilah, Amerika, atau siapa saja, kita terima bantuannya. Apalagi yang namanya menghadapi musuh bersama, yaitu teroris.

BB: Indonesia selama ini digambarkan sebagai pengamat konflik Laut China Selatan. Namun pertengahan tahun yang lalu Indonesia telah mengubah sebagian penamaan Laut China Selatan dengan “Laut Natuna Utara”. Apakah ini berarti Indonesia akan mengambil peran lebih aktif dalam isu Laut China Selatan?

RR: Pada waktu saya mulai menjabat Menhan, empat tahun lalu pada 2014, saya lihat situasi memang mencekam. Semua harus mewaspadai, jangan membuat keributan, memprovokasi.

Tahun 2015 sama juga begitu. Saya bilang “tidak bisa begitu.” Langsung saya ke tempat delegasi China di Shangri-La Dialogue di Singapura. Saya sampaikan “Kamu selalu dimusuhin orang.”

Saya mengajak keterbukaan. Salah satunya dengan patroli bersama. Mereka setuju. Pertama kali dengan Indonesia. Kedua kali dengan semuanya nanti.

Kalau itu terjadi, berarti sudah terbuka. Dengan terbuka itu situasi yang memanas akan mereda.

BB: Apakah Anda bisa memberikan informasi terbaru tentang patroli trilateral di Laut Sulu. Apakah ini akan terus berjalan dan bagaimanakah dampaknya?

RR: Masalah laut Sulu. Saya mengambil inisiatif membuat kerjasama trilateral. Meniadakan perompak-perompak yang menggangu kapal laut yang mengangkut komoditas. [Pengiriman] batu bara ke Pilipina terganggu. Untuk itu trilateral patroli laut selama dua tahun sudah dilakukan. Makanya sekarang sudah tidak ada lagi. Dan semoga terus tidak ada.

Ini akan terus berlanjut. Kemudian disusul dengan [patroli] udara juga. Kedepan ini, patroli di darat.

BB: Untuk patroli darat dilakukan dimana, di Kalimantan atau Filipina Selatan?

RR: Kalimantan tempat latihan kita. Ke Filipina selatan nantinya. Kita siap menghadapi mereka dimana saja.

BB: Apakah ada rencana kerjasama bilateral baru penanggulangan terorisme di Asia Tenggara. Apakah ada concern khusus dari AS sehubungan dengan penanggulangan terorisme di kawasan tersebut?

RR: Terorisme itu bukan ancaman satu negara saja, ancaman terhadap semua manusia. Berarti musuh semua negara. Dimana yang banyak konsentrasi teroris itu harus dihadapi bersama-sama.

Kemarin kita menghadapi di Suriah, di Irak, di Afghanistan. Kebetulan di Asia ini konsentrasinya antara Indonesia dengan Filipina. Terutama di Filipina.

Kita harus hadapi. Kalau tidak kita repot nanti. Kalau kita biarkan, nanti bertambah banyak direkerut, bertambah kuat, senjatanya bertambah kuat. Kalau ngga sekarang kita hadapi nanti kita keteteran.

BB: Bagaimana dengan kerjasama intelejen dalam penanganan terorisme?

RR: Iya, yang utama itu intelejen. Amerika dan negara-negara besar lain masalah intelejen lebih kuat. Kita harus tahu pasti kekuatan mereka.

Kalau kita tidak tahu kekuatan, tidak tahu kedudukan pasti, kita nanti akan banyak korban. Itu ngga boleh.

BB: Dengan diresmikannya UU Anti terorisme yang memberikan peranan lebih besar pada TNI dalam penanggulangan terorisme, apakah mandat tersebut sudah diimplementasikan dan bagaimana dampaknya?

RR: Teroris itu musuh manusia, tidak mungkin yang menghadapi polisi saja. Ngga mampu, harus seluruh manusia. Mau tentara, polisi sama, harus kerja sama. Lagian negara pun ngga mampu, apalagi satu pihak dalam negara hanya polisi saja.

Sejak diresmikannya UU terorisme yang baru itu, TNI sudah langsung terlibat.

BB: Bagaimana Anda menilai ancaman terorisme di dalam negeri setelah adanya serangkaian bom bunuh diri di Surabaya pada Mei lalu?

RR: Kita menghadapi teroris generasi ketiga. Generasi pertama itu Alqaeda. Generasi kedua itu di Iraq dan Syria, Islamic States. Sekarang mereka dihancurkan di sana, mereka pulang ke negara masing-masing termasuk di Asia. Di Asia ini termasuk Indonesia dan Filipina.

Ada 3.500 dari negara asing datang ke sana untuk membantu mereka, sekarang mereka kembali. Yang kembali inilah sudah pengalaman perang. Kita harus hadapai mereka dengan profesional. Sehingga saya minta berlatih dulu untuk menghadapi mereka, tidak bisa sembarangan.

Saya sampaikan kita menghadapi teroris yang tidak masuk akal. Kenapa tidak masuk akal? Begini, seorang Ibu bunuh diri dengan dua anaknya perempuan, itu tidak masuk akal. Seorang Ibu mengandung anaknya dengan setengah mati, menyusui dan memelihara dengan kasih sayang. Jangankan apa, nyamuk pun ngga boleh hinggap, saking sayangnya.

Apakah harimau menggigit anaknya, membunuh anaknya?

Nah ini? Ngga masuk akal.

Ini musuh kita bersama. Ngga bisa kita melakukan sendirian. Kita memanggil ahli psikologi. Semua pihak ikut. Saya disana ikut berdiskusi. Doktrin mereka sudah terlalu dalam.

Untuk itu semua pesantren, sekolah harus diberikan arahan. Saya kemarin, sebelum ke sini, ke pesantren-pesantren memberikan penjelasan, sekolah-sekolah juga saat pembukan tahun [ajaran] baru saya juga ceramah-ceramah masalah terorisme.

Sekarang ini yang direkrut banyak perempuan dan anak-anak.

BB: Dalam transkrip pidato Anda kepada Jenderal Mattis yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan, Anda menyatakan terima kasih kepada Mattis atas surat yang ia kirimkan kepada Anda menginformasikan bahwa dua pimpinan ISIS asal Indonesia, Abu Ghaida dan Bahrun Naim telah tewas oleh operasi militer Amerika beberapa waktu lalu.

RR: Begitu ditembak, Menteri Mattis kirim surat dengan saya dua minggu lalu, dia sudah melaporkan ada dua pimpinan itu tadi. Itu [perwujudan] salah satu kerjasama intelejen.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.