Nama WNI Disebut dalam Dokumen ISIS
2016.03.11
Jakarta

Seorang warga negara Indonesia (WNI) dilaporkan muncul dalam dokumen yang diyakini milik Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bersama puluhan ribu nama lain.
Dalam dokumen yang pertama dirilis televisi Sky News tanggal 10 Maret 2016 tercantum nama Abu Zalfa al-Indonesi, lahir pada 1982. Dokumen yang bocor tersebut memuat 22.000 nama pejuang ISIS dari 51 negara.
Sejumlah media di Indonesia, Jumat melaporkan, nama Zalfa pernah muncul tahun lalu setelah buku panduan ISIS menyebutkan kedatangan delapan pria asal Indonesia di Suriah seperti diungkapkan Abu Qa'qaa, seorang warga Inggris yang masuk ke Suriah akhir 2013.
Tetapi belum diketahui secara pasti latar belakang Zalfa dan asal daerahnya begitu juga juga dengan tujuh rekannya yang dilaporkan masuk ke Suriah.
Dilaporkan bahwa dalam dokumen yang bocor itu terdapat data lengkap lain seperti nama orangtua, negara dan kota asal, serta nomor telepon mereka. Malah golongan darah tentara ISIS dari luar negeri ada di dalamnya. Mereka berasal dari Arab Saudi, Turki, Perancis, Inggris, Tunisia, Mesir, Maroko dan negara lain.
Belum bisa berkomentar
Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, ketika dikonfirmasi para wartawan di Jakarta, Jumat, mengaku belum bisa berkomentar lebih jauh terkait adanya WNI dalam dokumen ISIS yang bocor itu.
"Saya belum berani komentar panjang mengenai hal itu. Data tersebut masih terlalu mentah, terlalu dini untuk dikomentari," ujarnya.
Luhut menambahkan saat ini pihaknya sedang menelusuri nama-nama yang ada dalam dokumen tersebut.
Pemerintah, lanjutnya, juga sedang menelusuri aliran dana yang masuk untuk kegiatan ISIS di Indonesia.
"Kita punya dokumen baru mengenai aliran dana dari ISIS. Jadi kalau dana itu mengikuti kemana orangnya," ujar dia, tanpa merincikan lebih detil tentang aliran dana tersebut.
Seharusnya proaktif
Menanggapi ada WNI dalam dokumen ISIS, pakar terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib mengatakan, pemerintah seharusnya lebih proaktif dalam meninjaklanjuti segala informasi meski datangnya dari pihak luar dan belum jelas.
“Seharusnya pemerintah segera menyelidiki dokumen tersebut, dicek posisi mereka dimana, keluarga dimana. Selama ini KBRI (di Damaskus) cenderung menunggu laporan,” katanya kepada BeritaBenar.
Ridlwan menyontohkan, saat menerima data media sosial atau pemberitaan, pemerintah bisa menyelidiki dengan mendatangi rumah atau diteliti dengan siapa orang yang diduga bergabung ke ISIS terakhir berkomunikasi.
Menurutnya, penyelidikan kegiatan terorisme di Indonesia hanya heboh ketika terjadi kejadian teror.
“Setelah tak ada teror kemudian lupa, hanya euforia semata,” ujarnya, menyayangkan tak ada upaya sinergis yang dilakukan pejabat terkait dalam menanggulangi terorisme.
Menurut data dari Badan Nasional Penanggulanan Terorisme (BNPT) hingga September 2015, terdapat sekitar 800 WNI telah bergabung menjadi anggota ISIS. Dari jumlah itu, 50 orang di antaranya sudah tewas di Suriah dan sekitar 100 lainnya telah kembali ke Indonesia.