Batik Bomba Riwayatmu Kini
2015.10.20
Palu, Sulawesi Tengah
Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki batik yang khas. Di Palu, Sulawesi Tengah, terdapat pula batik khas palu bernama batik Bomba.
Bomba berarti keterbukaan dan kebersamaan. Itulah sebabnya masyarakat Palu terbuka kepada siapa saja yang berkunjung.
Tradisi batik dan tenun Bomba di Palu sudah ada jauh dari sebelumnya. Tetapi dulu para orang tua di Palu membuat benang sutra yang kemudian ditenun dengan alat tenun tradisional hingga menjadi kain, lalu dibatik dengan bahan tinta yang berasal dari getah pepohonan menggunakan canting yang cetakannya dibuat dari kayu.
Namun tidak banyak anak muda yang berminat menjad pengrajin batik Bomba, sehingga pada tahun 2008 Dewan Kerajinan Nasional Daerah (DKND) Sulawesi Tengah mendatangkan seorang instruktur dari Pekalongan, Jawa Tengah, untuk melatih sejumlah pemuda putus sekolah dan pengangguran.
Mereka diajarkan cara menenun kain Bomba dan membatiknya dengan menggunakan alat tradisional.
Setelah itu, instruktur bernama Adi Pitoyo itu kemudian mengajarkan teknologi membatik modern seperti yang telah dilakukan oleh pebatik Pekalongan, dan industri batik Bomba mulai berkembang.
Melalui tangan terampil sekelompok pemuda itu, terciptalah banyak motif baru batik Bomba dan banyak pula bermunculan pengrajin baru.
Namun kurun dua tahun kemudian, tepatnya pada 2010 hingga saat ini, pengrajin yang dulunya banyak, mulai berhenti memproduksi. Alasan paling mendasar, karena mendapatkan bahan baku semakin mahal dan sulit.
Pasalnya, untuk mendatangkan bahan baku pengrajin mengaku butuh waktu dua minggu dan harus mengeluarkan biaya mahal karena hanya bisa memesan di Pulau Jawa.
Menurut Asosiasi Batik Bomba (ABB) Sulteng, saat ini pengrajin yang masih aktif berproduksi hanya tinggal belasan orang. Ratusan lainnya sudah gulung tikar.
Kendati demikian, nama batik Bomba sudah dikenal peminat batik di luar Sulteng yang rela untuk datang membeli ke Palu.
Batik Bomba juga sudah menjadi batik wajib yang harus dikenakan oleh seluruh pegawai pemerintahan yang ada di Palu, setiap hari Kamis.
Meskipun begitu, nasib batik primadona Palu ini bisa saja punah suatu waktu karena pengrajinnya hanya tinggal sedikit.