Bekudo Bono, dari Legenda ke Objek Wisata

Gelombang bono menjadi salah satu ikon wisata Riau yang menarik turis domestik dan mancanegara.
Dina Febriastuti
2017.03.29
Pangkalan Kerinci
Bekudo-Bono-1.jpg

Sebelum menaiki perahu mereka, salah satu tim peserta Festival Bekudo Bono tampil menghibur penonton. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bekudo-Bono-2(1).jpg

Panitia mengecek kehadiran para peserta Festival Bekudo Bono. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bekudo-Bono-3.jpg

Para peserta mengambil nomor undian. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bekudo-Bono-5.jpg

Para peserta menuju titik start perlombaan. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bekudo-Bono-6.jpg

Sebagian peserta berlindung dari terik matahari ketika menanti datangnya gelombang bono. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bekudo-Bono-7.jpg

Sebanyak 15 perahu peserta memulai lomba sementara di kejauhan tampak gelombang bono menghampiri. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bekudo-Bono-9.jpg

Kenek, sang juara lomba (kiri), menerima hadiah dari Kepala Dinas Pariwisata Pelalawan, Andri Yuliandri. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bekudo-Bono-10.jpg

Saat para lelaki dewasa berpacu menaklukkan bono, anak-anak mengikuti lomba menggambar bertema ‘Gambut dan Kehidupan’ untuk mengenalkan mereka pentingnya kelestarian alam. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)

Bagi warga sekitar Semenanjung Kampar, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, gelombang bono tak bisa dilepaskan dari aspek kehidupan, meski ombak besar yang bergulung itu acap menyapu apa saja yang dilewatinya dan kadang mendatangkan musibah.

Selama ini, gelombang yang datang beberapa kali dalam setahun, lebih dianggap kekuatan supranatural dan pertanda alam. Mistik di muara Sungai Kampar karena pertemuan arus sungai dan gelombang laut Selat Malaka yang disebut bono itu diyakini sebagai hantu penguasa kuala yang semula ada tujuh.

Menurut kisah yang berkembang di masyarakat, ketika zaman Belanda, satu hantu itu ditembak dengan meriam dan akhirnya menghilang. Hingga kini, hanya ada enam hantu, yang berwujud dalam enam gelombang. Selalu enam, setiap ada gelombang bono.

Namun, tetap ada kelompok masyarakat yang tidak semata meluhurkan atau menakuti bono. Bagi mereka, bono merupakan kesempatan uji nyali sekaligus wadah menempa diri. Selain itu, menjadi sarana permainan alam menantang untuk menunjukkan keunggulan.

Hanya dengan helai-helai papan, daun nipah, atau batang pisang, cukup bagi mereka untuk beraksi dalam permainan anak pedalaman ini. Namun, setelah daerah bergambut ini terbaca dunia akan deforestasi dan kerusakan alam, warga asing mulai datang dan mengenali ombak yang konon hanya ada saingannya di Brasil.

Sejak tahun 2011, mulai hadir warga asing berselancar di Kuala Sungai Kampar. Gelombang “enam hantu” pun makin dikenal dan terpublikasi. Pada 2013, pemerintah setempat mulai mencetus penyelenggaraan event selancar.

Kemudian tahun 2016, dimulai event lebih mengangkat tradisi, Festival Bekudo Bono. Di sini, dikompetisikan cara masyarakat ‘memainkan’ bono, dengan sampan kayu berpendayung dua orang, sebagai ajang wisata.

Tahun ini, kegiatan Bekudo Bono digelar pada 12 sampai 16 Maret lalu. Gelombang bono, kini menjadi salah satu ikon wisata Riau yang menarik turis domestik dan mancanegara.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.