Seniman Kecak Uluwatu, Ketika Seni dan Pemasukan Berpadu
2017.01.30
Badung
Lebih dari 1.000 orang memenuhi tempat duduk pertunjukan tari kecak di kawasan pariwisata Pura Uluwatu, Desa Pecatu, Kabupaten Badung, Bali, saat matahari mulai pulang di ufuk barat, Selasa, 24 Januari 2017.
Cak...cak…cak…cak… Suara membahana. Sekitar 70 pria bertelanjang dada memakai kamen, sebutan untuk sarung dalam bahasa Bali, muncul dari balik panggung. Mereka menyerukan kata-kata pendek itu bersahutan sambil memainkan tangan di atas kepala.
Setiap hari, para penari itu menyajikan tarian khas Bali, Tari Kecak, di panggung yang dikelilingi penonton. Tiap hari pula lebih dari 1.000 turis domestik dan mancanegara memenuhi kursi penonton.
Ada empat adegan dalam Tari Kecak yang mengisahkan epos Ramayana itu. Pertama tentang Laksamana yang meninggalkan Sita untuk berburu kijang. Kedua, Rahwana yang menyamar sebagai bhagawan untuk menculik Sita.
Ketiga, Rama menyuruh kera putih Hanoman membawa cincinnya agar diberi pada Sita. Terakhir, Hanoman mengobrak-abrik istana Rahwana sampai tertangkap meski kemudian berhasil lolos dari maut saat dibakar.
Di antara suasana magis dan menegangkan dengan bola-bola api, penari menyelipkan guyonan dalam bahasa Bali, Indonesia, Inggris, atau Cina. Tingkah Hanoman dan karakter-karakter lucu lain mengundang tawa penonton.
Ada dua kelompok penari kecak bertugas secara bergantian tiap hari yaitu Kelompok Kecak Karang Boma yang menari empat hari seminggu dan Kelompok Kecak Uluwatu tiga hari lainnya.
I Nyoman Sumada, salah seorang perintis pertunjukan Tari Kecak di Uluwatu sejak 21 tahun lalu mengatakan, ketika awal-awal mereka menari, turis sangat sedikit. Hanya puluhan sehingga hampir membuat mereka putus asa.
Seiring waktu, Tari Kecak Uluwatu pun makin populer. Kelebihan utama yang tak bisa ditemukan di tempat lain adalah para penari kecak menampilkan tariannya di atas tebing sehingga turis bisa menikmati matahari tenggelam dari Tebing Uluwatu.
Tiket yang dijual termasuk mahal, Rp100.000 perorang. Namun itu tidak mengurangi pengunjung.
“Sekarang kami kadang harus menolak penonton sebab sudah terlalu penuh,” kata I Nyoman Adi Ardika, Pengurus Kelompok Tari Kecak Uluwatu.
Kekompakan para penari tak hanya di atas panggung. Hasil menari mereka bagi rata sesuai peran masing-masing.
“Ya, lebih dari cukuplah pendapatan kami tiap hari,” ungkap Sumada.