Hoyak Tabuik, Bukan Sekadar Pesta

Walapun budaya Tabuik yang telah turun–menurun di Pariaman berakar dari tradisi kepercayaan Syiah, masyarakat setempat menolak keberadaan aliran tersebut.
M. Sulthan Azzam
2016.10.17
Padang Pariaman
Tabuik-2.JPG

Pekerja sedang menyelesaikan kubah tabuik untuk disambungkan ke buraq tabuik (salah satu komponen dalam tubuh tabuik), sehingga mencapai ketinggian 12 meter. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Tabuik-4.jpg

Prosesi pemasangan kepala tabuik. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Tabuik-5.JPG

Tabuik yang sudah selesai ditegakkan sebelum diarak keliling kota. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Tabuik-6.JPG

Warga memadati arak-arakan kedua tabuik sepanjang hampir lima kilometer menuju pinggir Pantai Gandoriah. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Tabuik-7.jpg

Pemusik memainkan gendang tasa di sela-sela pesta Hoiyak Tabuik untuk menyemangati para penarik tabuik. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Tabuik-8.jpg

Tiga remaja memanfaatkan kesempatan untuk berfoto selfie di depan tabuik yang diarak. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Tabuik-9.jpg

Saat tabuik dibuang ke laut, warga berebutan untuk mendapatkan ornamen dan material. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Tabuik-10.jpg

Seorang pengunjung tampak senang karena berhasil mendapatkan ornamen tabuik. (M.Sulthan Azzam/BeritaBenar)

Setiap awal Muharram, masyarakat Pariaman di Sumatera Barat menggelar pesta arak-arakan. Hoyak Tabuik, Ini bukan sembarang pesta, tapi ritual bernuansa sejarah keagamaan.

Meski berdesakan, puluhan ribu orang antusias mengikuti tradisi tahunan itu. Mereka datang dari berbagai penjuru, memadati jalanan yang dilewati arakan tabuik.

Tabuik merupakan patung kuda besar berkepala manusia setinggi 20 meter. Satu dinamakan Tabuik Pasa karena dikerjakan masyarakat Pasa/Pasar dan Tabuik Subarang yang dibuat oleh warga Seberang. Kedua wilayah tersebut lokasinya dibelah oleh sungai.

Setelah selesai, kedua tabuik dipertemukan, lalu diarak ke Pantai Gandoriah. Beragam alat kesenian dan tradisi khas Minang, mengiringi arak-arakan tabuik.

Ketika matahari mulai terbenam, Minggu, 16 Oktober 2016, tabuik dibuang ke laut. Warga langsung menyerbu dan mengambil ornamen-ornamen dan material tabuik.

Mereka meyakini material dan ornamen tabuik bisa memberi manfaat, yakni untuk menyembuhkan penyakit dan sebagai penglaris.

Sejumlah ritual tabuik telah digelar sejak 1 Muharram, dari prosesi mengambil tanah hingga tabuik dibuang ke laut. Tahun ini, kegiatan itu berlangsung dua pekan.

Zulbahri, tokoh masyarakat setempat menyatakan selain memeriahkan Tahun Baru Islam, kegiatan ini sekaligus memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein Bin Ali Abu Thalib, dalam Perang Karbala.

Prosesi memperingati kematian Husein sejatinya dilakukan penganut Syiah, namun Zulbahri menepis kegiatan tabuik berkaitan dengan aliran itu.

“Kami bukan penganut Syiah. Kami menolak Syiah. Tabuik ini murni budaya dan tradisi turun-temurun yang kami lestarikan,” katanya kepada BeritaBenar.

Hal ini juga ditegaskan Wakil Walikota Pariaman, Genius Umar. Menurutnya acara tahunan Hoyak Tabuik bukan untuk memperkenalkan paham Syiah, melainkan sudah menjadi tradisi masyarakat setempat.

Dia menegaskan, tabuik merupakan agenda rutin untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah itu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.