Hoyak Tabuik, Bukan Sekadar Pesta
2016.10.17
Padang Pariaman
Setiap awal Muharram, masyarakat Pariaman di Sumatera Barat menggelar pesta arak-arakan. Hoyak Tabuik, Ini bukan sembarang pesta, tapi ritual bernuansa sejarah keagamaan.
Meski berdesakan, puluhan ribu orang antusias mengikuti tradisi tahunan itu. Mereka datang dari berbagai penjuru, memadati jalanan yang dilewati arakan tabuik.
Tabuik merupakan patung kuda besar berkepala manusia setinggi 20 meter. Satu dinamakan Tabuik Pasa karena dikerjakan masyarakat Pasa/Pasar dan Tabuik Subarang yang dibuat oleh warga Seberang. Kedua wilayah tersebut lokasinya dibelah oleh sungai.
Setelah selesai, kedua tabuik dipertemukan, lalu diarak ke Pantai Gandoriah. Beragam alat kesenian dan tradisi khas Minang, mengiringi arak-arakan tabuik.
Ketika matahari mulai terbenam, Minggu, 16 Oktober 2016, tabuik dibuang ke laut. Warga langsung menyerbu dan mengambil ornamen-ornamen dan material tabuik.
Mereka meyakini material dan ornamen tabuik bisa memberi manfaat, yakni untuk menyembuhkan penyakit dan sebagai penglaris.
Sejumlah ritual tabuik telah digelar sejak 1 Muharram, dari prosesi mengambil tanah hingga tabuik dibuang ke laut. Tahun ini, kegiatan itu berlangsung dua pekan.
Zulbahri, tokoh masyarakat setempat menyatakan selain memeriahkan Tahun Baru Islam, kegiatan ini sekaligus memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein Bin Ali Abu Thalib, dalam Perang Karbala.
Prosesi memperingati kematian Husein sejatinya dilakukan penganut Syiah, namun Zulbahri menepis kegiatan tabuik berkaitan dengan aliran itu.
“Kami bukan penganut Syiah. Kami menolak Syiah. Tabuik ini murni budaya dan tradisi turun-temurun yang kami lestarikan,” katanya kepada BeritaBenar.
Hal ini juga ditegaskan Wakil Walikota Pariaman, Genius Umar. Menurutnya acara tahunan Hoyak Tabuik bukan untuk memperkenalkan paham Syiah, melainkan sudah menjadi tradisi masyarakat setempat.
Dia menegaskan, tabuik merupakan agenda rutin untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah itu.