9 Tahun Gempa Padang, Kepiluan itu Masih Terasa

LSM: Hingga kini warga belum sepenuhnya mengerti cara menyelamatkan diri.
M. Sulthan Azzam
2018.10.01
Padang
181001_ID_GempaPadang_1000.jpg Warga menabur bunga di Tugu Gempa Padang untuk memperingati dan mengenang sembilan tahun gempa bumi di Kota Padang, Sumatera Barat, 30 September 2018.
M. Sulthan Azzam/BeritaBenar

Bagi Gusty Anola, September adalah bulan duka. Sembilan tahun silam, dia harus kehilangan anak semata wayang akibat gempa bumi berkekuatan 7,9 Skala Richter, yang mengguncang Sumatera Barat, 30 September 2009.

Lindu yang berpusat sekitar 57 kilometer baratdaya Pariaman menewaskan 1.195 orang dan lebih seribu lagi luka-luka serta merusak ratusan ribu bangunan di lima kabupaten/kota yang terletak di kawasan pesisir pantai Sumatera Barat.

Lima daerah itu adalah Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kabupaten Agam.

Untuk mengenang para korban meninggal, Pemerintah Kota Padang meresmikan tugu tersebut tepat setahun setelah terjadinya gempa itu. Seluruh nama korban tewas tertulis di sana.

“Sembilan tahun sudah, tapi saya tak bisa melupakan. Sangat memilukan. Sampai kapanpun tidak akan terlupakan, karena dia anak saya satu-satunya,” tutur Gusty kepada BeritaBenar, Minggu petang, 30 September 2018.

Dia memandang dan mengusap nama anaknya, Angga Aldino, yang tertulis di sana. Angga yang saat itu berusia 12 tahun menjadi salah satu korban tewas.

Pelajar kelas 1 SMP Negeri 9 Padang itu tertimpa bangunan, tempatnya sedang mengikuti bimbingan belajar.

Selain berziarah ke makam untuk mendoakan orang yang dicintai, setiap tahun pada tanggal tragedi memilukan itu, Gusty selalu menyempatkan diri datang untuk menaburkan bunga di tugu gempa.

Selain Gusty, ratusan keluarga korban lain juga datang pada acara peringatan sembilan tahun gempa Padang yang dilaksanakan hingga malam hari.

Mereka ikut menaburkan bunga dan berdoa bersama. Selain untuk korban, doa bersama juga dimaksudkan agar bencana dijauhkan dari daerah itu.

Asnel, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang yang hadir bersama mantan Walikota Padang, Fauzi Bahar menyatakan, musibah harus menjadi penyadaran guna menambah ilmu tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana.

"Seperti peringatan gempa Padang 2009, hari ini. Ini bukan memperingati peristiwanya, tapi mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa yang terjadi," kata Asnel.

Menurut kajian para peneliti, Padang merupakan salah satu daerah rawan potensi gempa besar yang dapat memicu tsunami. Sejak 1883, tsunami memang belum pernah terjadi, tapi gempa dengan magnitudo di atas 5 Skala Richter sudah berulangkali terjadi.

“Tsunami yang pernah terjadi di Aceh serta Donggala dan Palu (Sulawesi Tengah) harus jadi pembelajaran berharga. Jangan sampai lengah, karena setiap saat bisa terjadi,” tutur Patra Rina Dewi, dari Komunitas Siaga Tsunami (Kogami), lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal yang berkosentrasi pada upaya pengurangan risiko bencana.

Dalam penilaian Patra, warga Padang belum sepenuhnya memiliki pemahaman sama ketika bencana terjadi.

Beberapa kali gempa, masyarakat masih belum memiliki pengetahuan cara menyelamatkan diri. Hal itu terlihat dari jalanan yang masih penuh kendaraan, baik mobil atau motor.

“Bahkan ironisnya masih banyak yang santai berada di areal berbahaya, seperti jembatan dan pantai,” katanya.

“Kesiapan masyarakat harus menjadi prioritas. Pemerintah harus lebih serius dalam urusan mitigasi dan pendidikan kebencanaan. Jangan hanya diserahkan kepada LSM saja. Ini bagian dari kewajiban pemerintah dalam melindungi masyarakatnya.”

Selain soal pendidikan mitigasi dan jalur evakuasi, warga juga membutuhkan shelter atau Tempat Evakuasi Sementara (TES).

“Kita perlu banyak shelter. Namun yang terjadi sampai hari ini, tak banyak shelter yang ada,” katanya.

Minimnya shelter diamini Kepala BPBD Kota Padang, Edy Hasmi. Ia mengaku, di Padang hanya ada empat shelter. Satu dibangun BNPB, sementara tiga lain dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Dari tiga itu, baru dua yang diserahkan ke Pemko Padang. Satu lagi sampai sekarang belum diserahkan, padahal sudah sering kami surati. Ini bisa menjadi kendala dalam urusan pengelolaan,” katanya.

Selain punya empat shelter, di Padang terdapat 58 bangunan berupa masjid, hotel, serta gedung perkantoran yang dapat dijadikan sebagai shelter.

“Hanya saja, gedung-gedung tersebut belum teruji apakah tahan gempa atau tidak,” kata Edy.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.