Ahok Terima Kekalahan, Anies Gubernur Jakarta
2017.04.19
Jakarta

Di hadapan para pendukung dan wartawan yang berkumpul di Hotel Pulman, Jakarta Pusat, Rabu sore, 19 April 2017, Basuki “Ahok’ Tjahaja Purnama menyambut mikrofon yang diserahkan wakilnya, Djarot Saiful Hidayat.
“Percayalah, kekuasan itu Tuhan yang kasih, Tuhan yang ambil. Tidak ada seorang pun yang bisa menjabat tanpa seizin Tuhan, semua tidak usah terlalu dipikirkan,” kata Ahok (50), menguatkan pendukungnya.
Pernyataannya disampaikan setelah dia dipastikan kalah dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua kendati hasil resminya baru akan diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 1 Mei mendatang.
Tapi hasil hitung cepat sejumlah lembaga survey menunjukkan perolehan suara pasangan calon gubernur dan wakil gubernur petahana itu kalah jauh dengan pesaingnya Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno.
Hasil hitung cepat Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menyebutkan perolehan suara Ahok-Djarot hanya 41.94%, sementara Anies-Sandi meraup 58.06 persen suara.
Indo Barometer juga merilis hasil hitung cepat yang tak beda jauh. Ahok-Djarot meraih 41.50 persen, sedangkan Anies-Sandi memperoleh 58.50 persen.
Hasil hitung cepat beberapa lembaga survei lain juga menunjukkan bahwa Anies-Sandi akan memimpin Jakarta untuk lima tahun ke depan.
Ahok menyampaikan terima kasih pada penyelenggara yang telah melaksanakan Pilkada Jakarta dengan aman dan tertib.
Dia juga menginginkan semua pihak melupakan segala persoalan yang terjadi selama proses kontestasi politik yang membuat situasi ibukota sedikit memanas.
“Lupakan semua persoalan selama masa kampanye Pilkada karena Jakarta rumah kita bersama, kita harus bangun bersama,” ujarnya.
Pada waktu hampir bersamaan, pasangan Anies-Sandi juga menggelar konferensi pers di Kantor Pusat Partai Gerindra. Anies mengatakan, kemenangan itu ialah hasil kerja keras semua pihak.
“Ini hasil dari ikhtiar kita bersama. Kita akan meneruskan ikhtiar untuk menghadirkan persatuan di Jakarta. Persatuan yang Insya Allah akan bisa ikut mengikat persatuan di Indonesia,” ujarnya.
Sama seperti Ahok, Anies ( 47) juga menyebutkan perbedaan selama masa kampanye harus diakhiri karena “ke depan fase kerja untuk kita tunaikan bersama seluruh warga Jakarta. Tugas yang lebih besar menanti di hadapan kita.”
“Kita boleh saja berbeda bahasa, kita boleh saja berbeda agama, kita boleh saja berbeda etnis. Kita boleh saja berbeda partai, tapi darah kita sama, kita adalah darah Indonesia,” lanjutnya.
Mobilisasi massa tak terbukti
Proses pencoblosan sempat dibayangi mobilisasi massa dari sejumlah daerah ke Jakarta, dengan alasan untuk mengawal pemungutan suara.
Aksi yang diberi nama “Tamasya Al-Maidah’”diprakarsai “Gerakan Kemenangan Jakarta”. Sebelumnya, mereka mengklaim akan mengerahkan 100.000 massa.
Namun, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan tidak ada laporan mobilisasi massa ke Jakarta. Menurutnya, seluruh daerah perbatasan Jakarta steril dari rombongan massa Tamasya Al-Maidah.
“Sudah kita cek ke Kapolda Jabar, Kapolda Banten, Tanggerang, tak ada mobilisasi massa dari luar Jakarta,” ujar Tito seperti dikutip dari Kompas.com.
Dia menambahkan tak ada hal menonjol selama pemungutan suara berlangsung. Tito mengaku mendapat laporan intimidasi terhadap warga di sejumlah TPS.
Namun “setelah dicek sebenarnya hanya salah paham saja,” ujarnya.
Sejumlah pemilih yang diwawancara BeritaBenar mengaku tak mendapat ancaman atau gangguan dari kelompok tertentu. Mereka bebas menentukan pilihannya.
Suprapto, warga Kelurahan Mampang, Jakarta Selatan, mengatakan proses pemungutan suara di tempatnya berjalan lancar, tanpa kendala.
“Sejak pagi juga biasa aja di sini, lancar-lancar aja. Nggak ada seperti yang dikhawatirkan sebelumnya,” katanya saat ditemui mencoblos.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo usai menggunakan hak pilihnya mengatakan Pilkada DKI Jakarta akan berjalan lancar dan menghasilkan pemimpin terbaik dan terpercaya.
“Apapun hasilnya, siapapun yang terpilih harus kita terima dengan lapang dada,” ujarnya seperti dilansir laman setkab.go.id.
Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang didampingi wakilnya Djarot Saiful Hidayat (kanan) melambaikan tangan saat jumla pers di Jakarta, 19 April 2017. (AFP)
Sentimen agama
Kemenangan Anies-Sandi dengan selisih suara cukup signifikan mengejutkan banyak pihak. Apalagi sebelumnya sejumlah lembaga survei memprediksi perolehan suara kedua kandidat hanya beda tipis.
Peneliti SMRC, Deni Irvani, mengatakan dengan sebaran perolehan suara Anies-Sandi mayoritas di hampir seluruh wilayah Jakarta, menunjukan ada perbedaan partisipasi pemilih yang jelas dalam Pilkada putaran kedua.
Bahkan pasangan Ahok-Djarot tampak tidak bisa mempertahankan kantong-kantong suaranya ketika putaran pertama.
“Ini menjadi bukti bahwa mesin partai-partai pendukung tidak kuat. Jelas sekali hampir seluruh pendukung Agus-Silvi pada putaran pertama memilih Anies-Sandi,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Agus-Silvi dimaksud adalah Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni yang juga maju dalam Pilkada DKI Jakarta pada putaran pertama, 15 Februari lalu.
Karena hasil putaran pertama, tidak ada satu pasangan calon memenangkan 50 persen plus 1 suara sehingga dua peraih suara terbanyak maju ke putaran kedua.
Menurut Deni, kehadiran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam barisan pendukung Ahok-Djarot tak mampu meredam sentimen agama terhadap pasangan Ahok-Djarot padahal kedua partai itu berbasis Islam.
“Keputusan partai dan kader tidak sejalan. Apalagi seperti PPP yang terbelah menjadi dua kubu,” katanya.
Pengamat politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris, menyebutkan bahwa sangat jelas kekalahan Ahok-Djarot karena sentimen agama, meski mereka telah membuat Jakarta lebih baik dari sebelumnya.
“Upaya menetralisir sentimen oleh kubu pendukung Ahok tak terbukti efektif karena sejak awal memang sudah sangat kuat,” tuturnya saat dihubungi.
Menurutnya, pemilih Jakarta yang dikenal lebih rasional dalam menentukan pilihannya, seolah menutup mata atas kinerja dan program yang dijalankan Ahok-Djarot.
Seperti diketahui, Ahok saat ini sedang menjalani dakwaan tuduhan penodaan agama setelah sebuah pidatonya di Kepulauan Seribu yang mengutip ayat Al Maidah dinilai oleh sebagian Muslim sebagai menistakan Islam, yang memicu ribuan kaum Muslim berdemonstrasi menuntut dipenjarakannya Ahok, yang diinisiasi kelompok garis keras.
Jakarta di tangan Anies-Sandi, prediksi Syamsuddin, tidak akan sebagus Ahok. Apalagi mereka harus membersihkan sisa pesta Pilkada dalam mengelola kelompok-kelompok di belakangnya seperti Front Pembela Islam (FPI).