Hal yang jarang terjadi, ASEAN kecam Myanmar atas tindakan 'sangat tercela' mengeksekusi aktivis oposisi
2022.07.26
Kuala Lumpur, Jakarta dan Bangkok

ASEAN pada Selasa (26/6) mengeluarkan kritik keras terhadap junta militer Burma, dengan menyebut eksekusi Myanmar terhadap empat tahanan politiknya sebagai “sangat tercela” dan mengatakan hal itu menunjukkan “tidak adanya kemauan” untuk mengembalikan negara itu ke kondisi normal.
Malaysia, negara ASEAN yang vokal, secara terpisah menyebut pembunuhan para aktivis oposisi tersebut sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan.” Seorang diplomat top Malaysia mengatakan “tidak ada perwakilan rezim militer Myanmar” yang diizinkan hadir pada setiap pertemuan ASEAN, termasuk pertemuan para menteri luar negeri yang akan datang, yang dijadwalkan pada 3 Agustus.
Teguran seperti ini adalah hal langka yang dilakukan oleh anggota ASEAN yang sebagian besar bergerak berdasarkan konsensus dalam berinteraksi di blok berusia 55 tahun itu. Namun kali ini ASEAN bergabung dengan suara global dalam mengecam junta Myanmar atas eksekusi terhadap keempat aktivis oposisi negara itu. Junta Burma juga telah membunuh lebih dari 2.000 orang sejak militer Myanmar merebut kekuasaan dengan menggulingkan pemerintah terpilih tahun lalu.
Kamboja, sebagai ketua ASEAN 2022, mengatakan “sangat kecewa” bahwa eksekusi tetap dilakukan meskipun ada himbauan dari Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Eksekusi yudisial pertama di Burma sejak 1976 itu tetap terjadi meskipun ada himbauan langsung oleh Hun Sen kepada pemimpin junta militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada 11 Juni.
Eksekusi tersebut menandai kemunduran “dalam mempercepat kemajuan pelaksanaan Konsensus Lima Poin yaitu dalam membangun kepercayaan dan keyakinan untuk melahirkan dialog di antara semua pihak terkait, untuk mengakhiri kekerasan dan meringankan penderitaan orang-orang yang tidak bersalah,” kata Kamboja dalam pernyataannya sebagai ketua ASEAN.
Junta militer Burma telah mengingkari Konsensus Lima Poin yang disepakati dengan ASEAN pada April 2021 untuk mengembalikan negara itu ke jalur demokrasi. Konsensus menyerukan diakhirinya kekerasan; dialog konstruktif di antara semua pihak; mediasi dalam dialog tersebut oleh utusan khusus ASEAN; pemberian bantuan kemanusiaan yang dikoordinasikan ASEAN dan kunjungan delegasi ASEAN ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak.
Junta Burma menghukum mati aktivis demokrasi veteran Ko Jimmy (yang bernama asli Kyaw Min Yu), mantan anggota parlemen Liga Nasional untuk Demokrasi Phyo Zeya Thaw, serta aktivis Hla Myo Aung dan Aung Thura Zaw, kemungkinan pada hari Sabtu, tetapi mengumumkan eksekusi mereka di tiang gantungan itu pada Senin.
Pengadilan militer Myanmar telah memidana mereka atas tindakan “terorisme” dan mereka kalah banding atas hukuman mati yang dijatuhkan kepada mereka. Junta militer juga telah menolak kemungkinan pengampunan terhadap mereka.
Tampaknya junta militer Myanmar “sedang mengolok-olok konsensus lima poin,” kata Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah saat konferensi pers bersama Noeleen Heyzer, utusan khusus PBB untuk Myanmar, usai bertemu di Kuala Lumpur, Selasa.
"Saya yakin para menteri luar negeri akan membahas ini ketika kami bertemu di Phnom Penh pada 3 Agustus," katanya kepada wartawan.
“Myanmar seharusnya tidak diundang untuk mengirim perwakilan politik ke semua pertemuan tingkat menteri. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kami sangat serius dalam masalah keterwakilan politik. “
'Teguran langsung' terhadap ASEAN
Indonesia juga mengatakan bahwa ASEAN tidak bisa lagi menjalankan bisnis seperti biasanya.
“Dengan eksekusi ini, ASEAN semakin tidak mempercayai Myanmar. Apakah Myanmar memiliki niat baik untuk mengimplementasikan konsensus?” ujar Yuyun Wahyuningrum, perwakilan Indonesia di Komisi Antar Pemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR) kepada BenarNews.
“Apakah akan ada implikasi yang lebih serius di ASEAN untuk Myanmar atau tidak?”
Indonesia adalah ketua bergilir ASEAN untuk tahun depan.
Dalam jumpa pers di Washington pada hari Senin, Ned Price, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, yang telah menekan ASEAN untuk mengambil tindakan terhadap rezim militer Burma, menggolongkan eksekusi tersebut sebagai “teguran langsung” atas himbauan ASEAN dan negara-negara lainnya.
Di tempat lain, seorang akademisi Kamboja setuju dengan pandangan Washington.
"Eksekusi empat tahanan politik Burma mencerminkan bahwa pemerintah junta militer tidak menghormati ... dan memberi nilai kepada keketuaan Kamboja di ASEAN, yang telah mendesak mereka untuk tidak mengeksekusi tahanan politik," ujar Van Bunna, seorang peneliti di Pusat Kamboja untuk Kerjasama dan Perdamaian, kepada Radio Free Asia (RFA), layanan berita online yang berafiliasi dengan BenarNews.
“Hal ini juga mencerminkan bahwa pemerintah junta tidak peduli dengan konsensus lima poin ASEAN. Eksekusi itu juga membuktikan bahwa pemerintah junta militer tidak peduli dengan apa yang dikatakan masyarakat internasional tentang mereka,” tambah Van Bunna.
Sementara itu di Thailand, sekitar 500 pemuda Thailand dan Burma berunjuk rasa di luar Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok untuk melampiaskan kemarahan mereka atas eksekusi tersebut. Mereka mengibarkan bendera dan spanduk Myanmar, serta meneriakkan slogan-slogan menentang pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing.
Salah satu pengunjuk rasa, Saw Kyaw Aie Paing, 19, yang melarikan diri dari Myanmar bersama ibunya setelah kudeta pada Februari 2021, mengatakan mengimbau masyarakat dunia berdiri bersama rakyat Myanmar dan memberi mereka bantuan kemanusiaan. Dia juga mendesak pemerintah Thailand untuk tidak berurusan dengan junta militer Burma.
Dalam sebuah pernyataan tentang eksekusi tersebut, pemerintah Thailand melalui kementerian luar negerinya mengatakan "sangat prihatin dengan perkembangan semacam itu dan lain-lainnya, yang dapat menghalangi semua upaya untuk mencapai perdamaian."
“Kami sangat menyesalkan hilangnya empat nyawa yang memperburuk masalah Myanmar yang mengganggu ini. Penggunaan kekuatan, kekejaman, dan kekerasan tidak akan pernah bisa menyelesaikan perbedaan politik,” ujar Tanee Sangrat, juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, dalam pernyataannya, Selasa.
“Penggunaan kekuatan, kekejaman, dan kekerasan tidak akan pernah bisa menyelesaikan perbedaan politik. Kami menyerukan kepada semua pihak dalam konflik untuk mencari, dengan sekuat tenaga, resolusi politik yang tahan lama sehingga tidak ada lagi nyawa yang terbuang, dan hak rakyat Myanmar untuk hidup damai dihormati.”
Muzliza Mustafa di Kuala Lumpur, Alvin Prasetyo di Jakarta, dan Subel Rai Bhandari dan Nontarat Phaicharoen di Bangkok berkontribusi dalam laporan ini.