ASEAN Sepakat Lindungi HAM Pekerja Industri Perikanan

Hingga 2014 lalu, jumlah nelayan Asia mencapai 84,3 persen dan dari Asia Tenggara sebanyak 11 persen.
Anton Muhajir
2018.03.28
Badung
180328-ID-ASEAN-620 Para peserta Forum Konsultasi Kerja Sama Regional Melawan Perdagangan Manusia, Eksploitasi Pekerja, dan Perbudakan di Laut melakukan foto bersama usai pertemuan dua hari di Kuta, Bali, 28 Maret 2018.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Organisasi PBB untuk Pekerja (ILO) mendor ong negara-negara Asia Tenggara untuk meratifikasi konvensi yang melindungi hak asasi manusia (HAM) pekerja industri perikanan.

Sejauh ini, belum ada negara kawasan yang punya regulasi khusus untuk melindungi hak-hak pekerja industri perikanan, padahal mereka rentan jadi korban perdagangan manusia maupun kejahatan internasional lain.

Dorongan ILO itu termasuk satu poin hasil Forum Konsultasi Kerja Sama Regional Melawan Perdagangan Manusia, Eksploitasi Pekerja, dan Perbudakan di Laut yang digelar di Kuta, Bali, pada 27-28 Maret 2018.

Forum konsultasi ini diikuti perwakilan pemerintah, pelaku industri, pekerja, dan perwakilan masyarakat sipil dari 10 negara anggota ASEAN.

“Hasil terpenting dari forum ini adalah kesepakatan para peserta untuk bekerja sama di tingkat regional,” tutur Michiko Miyamoto, Direktur Perwakilan ILO di Indonesia, kepada BenarNews usai penutupan pertemuan, Rabu.

Menurutnya, kesepakatan bekerja sama itu amat penting sebagai langkah pertama dalam mewujudkan perlindungan pekerja sektor perikanan karena mereka rentan jadi korban perdagangan manusia, eksploitasi, dan perbudakan.

“Semua pelaut, baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di kapal, banyak menerima kondisi tidak bagus dalam pekerjaannya,” ujarnya.

Banyak perusahaan di industri perikanan, belum tahu standar layak untuk pekerjanya. Parahnya lagi, belum ada satu pun mekanisme untuk melindungi pekerja industri perikanan di tingkat regional.

“Penting agar negara-negara kawasan ini berada pada tujuan sama untuk melindungi pekerja (industri perikanan). Sebab, jika hanya satu negara yang melindungi, akan susah karena kapal bergerak dari satu negara ke negara lain. Pendekatan regional sangat penting dalam isu ini,” jelas Michiko.

Pertemuan di Bali adalah yang pertama untuk membahas topik perlindungan bagi pekerja industri perikanan.

Setelah ini, menurut Michiko, akan ada beberapa kelompok kerja untuk membahas kerja sama lebih teknis, termasuk membentuk badan khusus yang mengawasi pelaksanaan kesepakatan.

“Kami mendorong negara-negara di kawasan regional meratifikasi konvensi yang melindungi serta menerapkan standar minimal global bagi pekerja di sektor industri perikanan,” tegasnya.

Kelompok rentan

Dalam forum yang dilaksanakan ILO bersama Kementerian Koordinator Maritim itu, juga dipublikasikan laporan terkait kondisi pekerja industri perikanan.

Dalam laporan oleh Mi Zhou dan Among Pundhi Resi, anggota Proyek ILO Asia Tenggara untuk Perikanan, tergambar besarnya persentase nelayan Asia secara global.

Hingga 2014 lalu, jumlah nelayan Asia mencapai 84,3 persen dan dari Asia Tenggara sebanyak 11 persen.

Jumlah Indonesia merupakan yang terbanyak, sekitar 2,2 juta, sedangkan Myanmar di urutan kedua dengan 1,4 juta nelayan.

Pekerja industri perikanan menghadapi situasi lebih berbahaya dibanding sektor lain karena jam kerja panjang, kondisi cuaca ekstrem, dan lingkungan laut yang berisiko tinggi. Meski belum ada angka yang pasti, sebagian besar pekerja di kapal-kapal ikan merupakan buruh migran.

“Sebagai buruh migran, pekerja industri perikanan menghadapi dua tantangan utama: ketidakjelasan rekrutmen dan penempatan serta eksploitasi tenaga kerja saat bekerja di kapal,” demikian salah satu kesimpulan laporan setebal 52 halaman tersebut.

Basilio Araujo Diaz, Asisten Deputi Koordinator Bidang Ketahanan dan Keamanan Maritim Kemenko Maritim, membenarkan rentannya buruh industri perikanan mendapatkan pelanggaran HAM.

Saat ini terdapat sekitar 850.000 buruh migran Indonesia yang bekerja di pelayaran, baik sebagai pelaut maupun anak buah kapal dan separuh di antaranya di industri perikanan.

Dengan asumsi gaji Rp10 juta per bulan, tiap bulan mereka menghasilkan sekitar Rp4,5 triliun devisa.

“Dengan sumbangan begitu besar, apakah kita tidak akan memberikan perlindungan kepada mereka?” ujar Basilio.

Koordinator Satgas Pemberantasan Perikanan Ilegal Mas Achmad Santosa (kiri) memberi sambutan pada penutupan pertemuan di Bali, 28 Maret 2018. (Anton Muhajir/BeritaBenar)
Koordinator Satgas Pemberantasan Perikanan Ilegal Mas Achmad Santosa (kiri) memberi sambutan pada penutupan pertemuan di Bali, 28 Maret 2018. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Indonesia dalam proses

Koordinator Staf Khusus Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Mas Achamd Santosa, juga menyatakan rentannya pekerja industri perikanan menjadi korban perdagangan manusia dan kejahatan internasional.

Dia mencontohkan kasus perbudakan di kapal ikan di Benjina dan Ambon, Indonesia. Setelah pengungkapan pada 2015, Indonesia mulai mendiskusikan tentang perlunya perlindungan HAM bagi pekerja industri perikanan, terutama anak buah kapal (ABK).

Selain memproses kasus tersebut secara hukum dan mengembalikan para anak buah kapal ke negara asal, Indonesia sedang mengidentifikasi aturan hukum internasional untuk melindungi buruh migran sektor perikanan.

Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Migrasi Internasional (IOM) kini sedang mengembangkan sistem deteksi dini perdagangan manusia menggunakan teknologi terbaru.

“Sistem ini diharapkan bisa menjadi solusi untuk memfasilitasi komunikasi antara petugas pelabuhan dengan calon korban perdagangan manusia yang berada di kapal,” kata Santosa.

Paniti Sirikate, Penasihat Serikat Pengusaha Thailand, menyambut baik kesepakatan yang dihasilkan dari dua hari pertemuan di Bali.

“Kami ingin agar semua perusahaan perikanan di Thailand bisa menerapkan standar kerja yang layak bagi pekerja. Sebab, itu akan memperbaiki citra pengusaha di mata publik,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.