Tembak 52 Terduga Pelaku Kriminal Menjelang Asian Games, Polisi Dikritik

LBH Jakarta membuka posko pengaduan bagi korban yang keberatan dengan tindakan polisi.
Rina Chadijah
2018.07.18
Jakarta
180718_ID_AsianGames_1000.jpg Pemain bulu tangkis Susi Susanti berdiri di atas mobil didampingi Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Yuyu Sutisna, mengarak obor Asian Games yang baru tiba dari India, di Yogyakarta, 17 Juli 2018.
AFP

Operasi penindakan dan antisipasi kriminalitas yang digelar polisi menjelang perhelatan Asian Games 2018 dikritik pegiat dan lembaga Hak Asasi Manusia (HAM), karena telah menewaskan 11 orang serta 41 lainnya mengalami luka tembak.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Yeti Andriyani, mempertanyakan prosedur kepolisian dalam penangkapan terduga pelaku kriminal.

“Kenapa tindakan polisi itu mengakibatkan begitu banyak jumlah korban jiwa? Apakah ancaman yang dihadapi cukup serius atau sudah sesuai dengan tindakan yang diambil,” katanya kepada BeritaBenar, Rabu, 18 Juli 2018.

Organisasi Human Rights Watch yang bermarkas di New York juga mengkritik jatuhnya korban jiwa tersebut.

“Asian Games dimaksudkan untuk merayakan pencapaian manusia, tidak menjadi alasan bagi polisi untuk memberlakukan kebijakan ‘menembak untuk membunuh’ atas nama pengendalian kriminal,” kata Phelim Kine, wakil direktur Human Rights Watch Asia.

Polda Metro Jaya menggelar Operasi Cipta Kondisi Kewilayahan Mandiri Jelang Asian Games 2018 sejak 3 Juli 2018 hingga 3 September 2018 di Jabodetabek untuk memburu pelaku tindak kejahatan jalanan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes. Pol. Raden Argo Yuwono, menyatakan selama dua pekan operasi, polisi telah menahan 247 orang yang diduga terlibat kriminal jalanan dan 1.237 orang lainnya dilepas setelah dibina.

Sementara itu, 52 orang ditembak karena diklaim berupaya melawan petugas, dan 11 di antaranya tewas akibat terjangan timah panas polisi, katanya.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui pihaknya memang sedang melakukan operasi besar-besaran untuk memberantas kejahatan jalanan dan terorisme.

"Kita melakukan operasi besar untuk menghadapi terorisme dan kejahatan konvensional seperti copet, jambret, todong, kejahatan jalanan lainnya jelang Asian Games," tegasnya kepada wartawan.

Menurut Yeti, penggunaan senjata api oleh polisi harus menjadi langkah terakhir dalam upaya penindakan pelaku kriminal.

“Ada kecendrungan mereka yang mampu menembak mati pelaku kriminal dianggap gagah dan dianggap sebagai prestasi, padahal semestinya, pendekatan kekerasan harus diminimalisir,” ujarnya.

Kapolri menyebutkan dia telah memerintahkan kepolisian di sejumlah daerah untuk melakukan operasi seperti di Jakarta demi kelancaran Asian Games yang akan berlangsung pada 18 Agustus – 2 September 2018 di Jakarta dan Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).

"Saya perintahkan untuk Kapolda Metro Jaya, Kapolda Jawa Barat, Banten, Sumsel dan Polda sekitarnya melakukan operasi masif untuk menekan pelaku kejahatan itu," ujar Tito.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sandrayati Moniaga, mengatakan perintah tegas Kapolri tidak boleh diintepretasikan oleh polisi di lapangan dengan langsung menembak terduga pelaku kriminal.

“Penembakan sampai mati itu jelas melanggar HAM," ujarnya.

Ia berharap upaya penindakan pelaku kriminal tak mengulang peristiwa kelam pada era Orde Baru yang dikenal sebagai aksi penembakan misterius (petrus) pada 1980-an.

“Nanti apa bedanya mereka dengan kejadian petrus," katanya.

Sesuai prosedur

Argo menyatakan, tindakan polisi sesuai prosedur dan polisi di lapangan tidak mungkin melepaskan tembakan jika tidak membahayakan keselamatan dirinya.

“Semua tindakan tegas yang kita lakukan terukur. Tidak mungkin kita terapkan kalau tidak melawan petugas dan membahayakan orang lain saat penangkapan,” katanya saat dikonfirmasi BeritaBenar.

Menurutnya, polisi yang bertugas di lapangan selalu mengedepankan upaya persuasif sebelum mengambil tindakan tegas.

“Perintah Kapolda memang kalau mereka berupaya melawan petugas jika tidak ada jalan lain terpaksa ditembak di tempat, bukan berupaya menghilangkan nyawa mereka serampangan,” ujarnya.

Ia juga mempersilakan kalau pihak keluarga ingin menggugat, jika memiliki cukup bukti kelalaian petugas yang menyebabkan kematian.

“Silahkan diajukan, kita siap,” tegasnya.

Untuk mengamankan Asian Games, Markas Besar Kepolisian Indonesia mengerahkan 100.000 personel.

Lebih dari 11.000 atlet dari 45 negara diperkirakan akan ikut memeriahkan total 40 cabang olahraga yang dipertandingkan.

Posko pengaduan

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta secara resmi membuka posko pengaduan bagi korban tembak mati.

Menurut pengacara publik LBH Jakarta, Shaleh Al Ghifari, posko tersebut dibuka untuk memberikan bantuan hukum bagi keluarga pelaku kriminal apabila merasa keberatan dengan tindakan polisi.

“Operasi ini setidaknya memunculkan kehawatiran di masyarakat. Apalagi ada laporan dan informasi yang berkembang bahwa terduga pelaku kriminal ada yang ditembak di bagian jantung dan paru-paru,” ujarnya saat dihubungi BeritaBenar.

Sejauh ini, pihaknya telah menerima dua aduan dari keluarga terduga pelaku kriminal yang tewas dalam operasi ini. Namun aduan baru disampaikan secara lisan dan belum pada tahap menyerahkan kuasa kepada LBH Jakarta untuk melakukan advokasi.

“Kami yakin akan banyak aduan yang masuk. Kami berharap masyarakat yang merasa menjadi korban perintah tembak mati dapat memanfaatkan posko ini untuk mencari keadilan. Kami siap mendampingi,” paparnya.

Kepala Bidang Advokasi Fair Trial LBH Jakarta, Arif Maulana, menyebut pihaknya tidak menetapkan batas waktu posko tersebut.

Menurutnya, ada potensi kesalahan prosedur dari kepolisian dalam operasi yang telah menewaskan 11 terduga pelaku kriminal dan melukai 41 orang lainnya.

“Dari pengalaman, potensi kesalahan prosedur hingga menyebabkan hilangnya nyawa terduga pelaku cukup besar. Dari 37 kasus yang pernah ditangani, terbukti ada personel bersalah,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.