Indonesia Menyelidiki Kasus Pembayaran Kapten Kapal Oleh Pejabat Australia

Oleh Aditya Surya
2015.06.12
150612_ID_ADITYA_AUSTRALIA_700.jpg Para migran dari Bangladesh, Myanmar dan Sri Lanka tiba di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur tanggal 2 Juni, 2015, setelah mereka dicegat dalam perjalanan ke Selandia Baru oleh angkatan laut Australia.
AFP

Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia masih menyelidiki kebenaran informasi bahwa pejabat Australia telah membayar penyelundup manusia.

“Kami masih menunggu hasil investigasi dari otoritas setempat terhadap kapten kapal dan kru” katanya mengkonfirmasi kepada BeritaBenar tanggal 12 Juni.

Dalam konferensi pers di Jakarta yang dilaksanakan sehari sebelumnya, Arrmanatha menyatakan sangat disayangkan jika benar ada oknum pejabat pemerintah Australia telah melakukan pembayaran kepada kapten dan kru kapal yang mengangkut ilegal imigran yang menuju Australia dan Selandia Baru.

"Jika itu benar tentunya itu sangat mengkhawatirkan. Ini adalah masalah kemanusiaan. Dalam kapal tersebut juga ada wanita hamil dan anak," katanya dalam konferensi pers di Jakarta tanggal 11 Juni.

Pihaknya mengatakan Indonesia belum menentukan sikap.

“Bagaimana kita menyikapinya, akan tergantung dari hasil investigasi," katanya .

Transaksi diatas kapal

Sebuah kapal berisi 65 pengungsi mendarat di Pulau Landuti, Rote, Nusa Tenggara Timur tanggal 31 Mei lalu.

Kepolisian Rote, Nusa Tenggara Timur, menyerahkan 65 orang tersebut kepada Kantor Imigrasi di Kota Kupang.

Kepala Kepolisian Rote Hidayat mengatakan bahwa tujuan mereka adalah Australia dan Selandia Baru.

“Nakhoda kapal yang berusaha melarikan diri bersama dengan beberapa illegal imigran berhasil kita amankan tanggal 1 Juni lalu,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 12 Juni sambil mengatakan bahwa investigasi dari pihak kepolisian masih berlanjut.

Hidayat mengatakan bahwa 65 ilegal imigran tersebut berasal dari beberapa negara.

“54 dari Sri Lanka, 10 dari Bangladesh, dan seorang dari Myanmar,” katanya lanjut.

Hidayat menambahkan bahwa kapten dan lima awak kapal dari Indonesia sekarang masih ditahan untuk dimintai keterangan terkait penyelundupan manusia.

Menurut keterangan Hidayat, kapten dan lima awak kapal mengaku masing-masing telah menerima US $ 5.000 dari seorang petugas Australia untuk kembali ke Indonesia.

“Transaksi dilakukan diatas kapal,” aku Hidayat kepada BeritaBenar tanggal 10 Juni.

Para pengungsi diperintahkan untuk kembali ke perairan Indonesia.

Kepala Bidang Humas Kantor Wilayah Hukum dan HAM kota Kupang Yustina Lema mengatakan dia telah melihat uang tersebut secara fisik.

"Saya melihat uang tersebut dengan mata saya sendiri,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 10 Juni lalu sambil mengatakan bahwa dia terkejut dengan kejadian ini.

“Ini merupakan fenomena baru,” katanya.

Australia merespon

Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton menolak mengomentari tuduhan.

"Pemerintah Australia tidak akan mengomentari karena akan merugikan hasil investigasi," katanya dalam sebuah pernyataan seperti dilaporkan AFP tanggal 10 Juni.

Kelompok oposisi di Canberra juga telah mendesak Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk menjelaskan duduk perkaranya kepada parlemen.

Anggota Parlemen dan oposisi, Richard Marles, mengatakan bahwa masyarakat Australia harus mengetahui kebenaran ini , apakah pemerintah membayar penyelundup manusia.

“Karena jika benar ini sangat berbahaya," katanya seperti dikutip AFP.

Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa sikap diam pemerintah Australia akan mengurangi rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah.

"Bukankah kebijakan negara adalah untuk kepentingan publik,” katanya kepada BeritaBenar sambil mengatakan bahwa hubungan Australia dan Indonesia masih suram.

Australia menarik perwakilan diplomatik di Jakarta merespon hukuman mati dua warga Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran Mei lalu.

Abbott ketika itu mengatakan peristiwa tersebut merupakan "momen gelap hubungan bilateral dengan Indonesia.”

Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson baru saja kembali ke Indonesia tanggal 8 Juni lalu tetapi belum melakukan pertemuan dengan Menlu Retno Marsudi, kata juru bicara Kemlu Arrmanatha Nasir tanggal 8 Juni.

"Kita mengharapkan yang bersangkutan bisa melaksanakan tugas utamanya yaitu untuk membangun, meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Australia," kata Arrmanatha.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.