20 Orang Tewas Akibat Banjir Bandang di Garut

Greenpeace Indonesia mengatakan laju deforestasi yang sangat tinggi mengakibatkan alam tak mampu lagi menanggung beban aktivitas manusia di Jawa.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.09.21
Jakarta
160921_ID_Flood_1000.jpg Sejumlah anggota TNI membantu warga korban banjir bandang di Garut, Jawa Barat, 21 September 2016.
Dok. BNPB

Sedikitnya 20 orang tewas – termasuk sembilan anak-anak, 16 hilang dan 14 lainnya mengalami luka-luka akibat banjir bandang yang menerjang Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyusul hujan lebat sejak Selasa malam, 20 September 2016.

“Empat anak dinyatakan masih hilang. Dua warga meninggal dunia diidentifikasi berasal dari Sumedang, Jawa Barat,” ujar juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho kepada wartawan, Rabu, 21 September 2016.

Hujan deras sehari sebelumnya mulai sekitar jam 19.00 WIB sehingga menyebabkan debit Sungai Cimanuk dan Sungai Cikamuri naik secara cepat. Dalam waktu satu jam telah mengakibatkan banjir setinggi lutut orang dewasa.

Hujan yang terus turun mengakibatkan banjir semakin tinggi dan mencapai ketinggian 1,5 hingga 2 meter menjelang tengah malam. Banjir bandang tersebut menerjang tujuh kecamatan di Garut.

“Saat ini sebagian banjir sudah surut. Hal ini menunjukkan kondisi hulu daerah aliran Sungai Cimanuk sudah rusak dan kritis,” ujar Sutopo.

Pencarian korban hilang

Bupati Garut, Rudi Gunawan, mengatakan pencarian korban yang hilang juga dilakukan di luar wilayah Garut dalam radius 20 hingga 40 kilometer, setelah seorang korban ditemukan sekitar 40 kilometer dari lokasi kejadian.

“Situasinya memprihatinkan karena masih banyak lumpur. Saat ini ada 16 orang yang dirawat di rumah sakit dan empat yang mengalami luka berat akan segera dioperasi,” ujar Rudi dalam wawancara dengan stasiun TV One.

Tim forensik dari Polri akan membantu identifikasi korban meninggal, sementara 100 keluarga yang tinggal di bantaran sungai kehilangan rumahnya. Mereka direlokasi sementara di penampungan dan rumah susun, tambahnya.

Dalam waktu hampir bersamaan terjadi longsor di beberapa dusun di Desa Cimareme, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, 20 September pukul 22.00 WIB.

“Longsor menimbun tiga rumah rusak, tiga orang tewas, dua orang luka dan satu orang masih dalam pencarian,” ujar Sutopo.

Longsor di kabupaten yang bertetangga dengan Garut juga menyebabkan satu musala hancur dan 200 rumah terdampak di Dusun Ciherang. Sementara di Dusun Cimareme dua rumah tertimbun. Sedangkan di Dusun Babakan Gunasari ada 100 jiwa dievakuasi.

Deforestasi

Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi, mengatakan laju deforestasi yang sangat tinggi mengakibatkan alam tak mampu lagi menanggung beban aktivitas manusia di Jawa, yang merupakan pulau dengan populasi terpadat di Indonesia.

Menurut data Pemerintah Provinsi Jawa Barat, provinsi tersebut memiliki penduduk terbanyak di Indonesia dengan jumlah populasi sekitar 46 juta jiwa di wilayah seluas 35.377,76 km persegi.

Garut adalah wilayah kelima terpadat dari 26 kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat dengan total populasi 2,7 juta jiwa.

Yuyun mengatakan, seharusnya besar tutupan hutan yang ideal di Jawa adalah 30 persen untuk dapat menanggung beban aktivitas manusia.

“Tapi secara keseluruhan tutupan hutan di Jawa sudah kurang dari 20 persen. Tutupan hutan berguna untuk menjaga tata air dan akar pohon akan menahan gerak tanah dan menyerap air. Pohon-pohonnya sudah tidak ada sehingga tidak ada penahannya,” ujar Yuyun kepada BeritaBenar.

“Bencana ini mengindikasikan ada kerusakan tutupan hutan di hulu Sungai Cimanuk,” tambahnya.

Bencana selama 2016

Data BNPB menunjukkan banjir adalah jenis bencana paling banyak terjadi selama 2016, yaitu 554 kejadian dan menimbulkan 72 orang tewas, 93 orang luka-luka, dan 1,9 juta jiwa menderita dan mengungsi.

Namun longsor merupakan jenis bencana paling mematikan. Dari 349 kejadian longsor selama 2016, telah mengakibatkan 130 orang tewas, 63 luka, dan 18.728 jiwa mengungsi dan menderita.

Seperti bencana tahun 2014 dan 2015, longsor adalah bencana paling menimbulkan korban jiwa tewas. Ada 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia yang terpapar dari bahaya longsor sedang hingga tinggi.

Sebagai upaya antisipasi, BNPB bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada sudah membangun 72 unit sistem peringatan dini longsor sejak tahun 2014 hingga 2016.

Menurut Forest Watch Indonesia (FWI), jaringan individu dan organisasi pemantau hutan independen yang berbasis di Bogor, Jawa Barat, pada 2013 hanya ada 675 ribu hektar tutupan hutan di seluruh Jawa, terkecil dari enam wilayah utama di Indonesia yang dianalisis.

Angka itu merupakan bagian dari total 82 juta hektar hutan alam Indonesia yang tersisa saat itu. FWI juga menengarai akan ada 73 juta hektar hutan alam Indonesia terancam hilang secara legal maupun ilegal di masa mendatang.

Yuyun mengatakan bahwa aturan-aturan untuk restorasi ekologi di Indonesia sudah ada programnya, seperti alokasi kawasan hutan rakyat 12,7 juta hektar di seluruh Indonesia yang dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2014 hingga 2015.

Selain itu, pemerintah mengalokasikan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektar untuk masyarakat dalam berbagai skema.

“Namun realisasinya masih jauh. Perlu ada kemauan politik yang kuat dari hulu ke hilir dan koordinasi pusat dan daerah, serta ada kendala serapan anggaran yang rendah,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.