Warga Kisahkan Kengerian Banjir Bandang Jayapura
2019.03.19
Jayapura

Kengerian ketika banjir bandang menerjang kawasan Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu lalu, masih membekas pada warga yang masih mengungsi pasca bencana yang hingga Selasa 19 Maret 2019 telah menelan korban jiwa sedikitnya 100 orang.
Ketika hujan deras turun Sabtu malam itu, Ance Wanimbo bersama suaminya berada di rumah mereka di Kampung Toladan, persis di lereng Cyclops, pegunungan dengan hutan yang menurut pemerintah dan aktivis lingkungan telah rusak karena dirambah dan dialihfungsikan.
“Bunyi air seperti ombak besar. Tak lama kemudian, saya dengar tetangga kami mulai berteriak panik,” tutur Ance saat ditemui BeritaBenar, Selasa, 19 Maret 2019.
“Saat saya keluar rumah, saya lihat mereka berlarian karena air mulai menerjang rumah mereka.”
Rumahnya saat itu memang belum diterjang air karena letaknya lebih tinggi dari rumah-rumah para tetangga.
Sekitar dua jam kemudian, dalam kegelapan malam, saat suaminya masih menenangkan orang-orang yang panik itu, rumah mereka mulai diterjang air.
Sebelum rumahnya dihantam banjir, suami Ance yang bernama Yance kembali ke dalam rumah, mengajak istrinya dan anak-anak mereka keluar dan berlindung di tempat lebih tinggi meski hujan masih belum berhenti.
Dari ketinggian, tempat warga berlindung itu, mereka melihat sebagian rumah hanyut terseret arus banjir, yang juga membawa kayu gelondongan dan bebatuan.
“Banyak ternak kami hanyut bersama banjir. Barang-barang dari rumah juga hanyut. Baju kami hanya yang tersisa di badan saja,” kata Ance.
Dia tidak tahu apakah ada orang yang hanyut di kali atau tidak, karena air di sungai mengalir sangat deras, berwarna coklat disertai batang-batang pohon.
Setelah hujan agak reda menjelang Minggu dini hari, Yance berinisiatif membawa warga yang berkumpul dengan keluarganya menuju salah satu gereja untuk mengungsi, hingga kini.
“Anak bungsu kami sudah deman sejak Minggu pagi. Mungkin karena kedinginan. Tapi kami baru bisa membawanya ke posko induk untuk periksa siang tadi karena sejak hari Minggu, suami sibuk mengurus orang-orang yang mengungsi di gereja yang kebanyakan orang tua, perempuan dan anak-anak,” lanjut Ance.
Korban bertambah
Pada Selasa sore, tiga mayat ditemukan tim Search and Rescue (SAR) gabungan di Distrik Doyo Baru, Jayapura, sehingga korban meninggal dunia bertambah menjadi 100 orang.
“Tiga jenazah itu ditemukan di kali samping perumahan BTN Gajah Mada. Kami belum tahu siapa mereka. Tapi bukan orang dari kompleks perumahan kami,” ujar Jack Wally, warga di perumahan tersebut.
Jumlah korban diperkirakan akan bertambah karena menurut data yang dirilis Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa, bahwa masih ada 74 orang yang dilaporkan hilang.
Berdasarkan data di posko induk penanganan bencana banjir di Jayapura, tujuh orang ditemukan meninggal di lokasi tanah longsor yang terjadi di kawasan Pasar Ampera, Kota Jayapura, sedangkan sisanya tewas akibat banjir bandang.
Para korban tewas dibawa ke RSUD Yowari dan RS Bhayangkara untuk diidentifikasi.
Hingga Selasa sore, baru 33 mayat yang teridentifikasi. Sementara 36 korban lain yang dibawa ke RS Bhayangkara masih diidentifikasi oleh tim DVI Polda Papua.
“Sebagian jenazah yang sudah teridentifikasi sudah diserahkan kepada keluarga,” ujar Kepala Rumah Sakit Bhayangkara, AKBP dr. Heri.
Hingga Selasa, tercatat juga 159 korban luka berat dan ringan serta hampir 7.000 warga mengungsi karena rumah mereka telah hilang atau rusak berat.
Bencana provinsi
Gubernur Papua, Lukas Enembe menyatakan bahwa pihaknya akan menetapkan status banjir bandang itu sebagai bencana darurat provinsi.
“Banjir bandang yang menewaskan puluhan orang akan ditetapkan sebagai bencana darurat provinsi,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe kepada BeritaBenar.
“Pemerintah Provinsi Papua bersama pemerintah kabupaten di Papua akan memberikan bantuan."
Teknis pemberian bantuan dari Pemerintah Provinsi kepada korban, tambahnya, akan dibicarakan bersama, apakah langsung disalurkan ke posko-posko pengungsian yang sudah dibangun atau melalui Pemerintah Kabupaten Jayapura.
Warga yang menjadi korban banjir saat ini mengungsi di sedikit 15 titik pengungsian.
Sebagian besar pengungsi berada di Gunung Merah (aula Kantor Bupati) aula Hillcrest School (HIS) dan aula Summer Institute of Linguistics (SIL).
Sebagian lainnya mengungsi di gereja, fasilitas TNI dan rumah-rumah warga yang tidak terdampak banjir.
Jumlah pengungsi diyakini akan terus bertambah karena selain banjir bandang yang menerjang, air di Danau Sentani mulai meluap.
Ketinggian permukaan Danau Sentani naik hingga setengah meter dan menyebabkan sebagian warga yang bermukim di pinggiran danau mulai mengungsi ke rumah-rumah keluarga mereka di Kota Jayapura atau Kabupaten Jayapura.
“Rumah saya sudah terendam air danau. Hampir sampai atap. Keluarga sudah saya ungsikan ke kota,” kata Agus Ohee, warga Kampung Yoka yang tinggal di pinggiran Danau Sentani.