Belenggu Ekonomi Memaksa Anak Indonesia Bekerja

Oleh Paramita Dewiyani
2015.06.11
150611_ID_PARAMITA_PEKERJA_ANAK_700.jpg Rosdianto (13) menjual alat memasak dari batu di Bandung, Jawa Barat, 11 Juni 2015.
BeritaBenar

Sekolah hanyalah mimpi bagi banyak pekerja anak yang pendapatannya setiap harinya merupakan kunci untuk kelangsungan hidup keluarga mereka.

“Saya harus membantu ibu orang tua untuk biaya hidup kami berlima,” kata Rusdianto, pekerja anak yang menjajakan peralatan masak dari batu di Bandung, Jawa Barat.

Rosdianto (13) mengatakan sudah melakukan pekerjaan ini lebih dari 5 tahun.

“Saya bukan hanya menjajakan alat-alat masak ini tetapi juga membuatnya. Saya belajar memahat sejak umur 5 tahun,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 11 Juni sambil menceritakan bahwa meskipun kedua orang tuanya bekerja keras sebagai pemahat batu tetapi tidak cukup untuk menghidupi Ros (nama panggilan) dan 4 orang adiknya yang masih kecil.

Ros mengatakan sebenarnya ia ingin kembali ke bangku sekolah, tetapi cemas bagaimana keluarganya akan bertahan hidup tanpa ia bekerja.

“Suatu hari nanti saya ingin menjadi dokter, agar saya bisa membantu orang miskin seperti kami untuk bertahan hidup dan tetap sehat.”

Cerita Ros hanyalah satu dari 1,7 juta pekerja anak yang masih ada di Indonesia.

Agus Prasetyo dari Pacitan, Jawa Timur mengatakan telah bekerja di tempat penjemuran ikan sejak usia 8 tahun.

“Saya bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore menjemur ikan,” kata Agus sambil menambahkan bahwa dalam sehari ia mendapat Rp. 20.000 – cukup untuk biaya makan keluarganya yang berjumlah 5 orang.

Agus mengatakan tugas menjemur ikan hanya dilakukan hari Senin-Jum’at tetpai di akhir pekan ia menjajakan souvenir di Goa Gong, yang baru ditemukan kira-kira 15 tahun lalu.

Ketika ditanya apakah dia ingin sekolah, Agus menjawab dia belum pernah sekolah.

“Saya ingin memakai seragam merah putih seperti anak-anak lain, tetapi kapan,” katanya mengatakan bahwa meskipun penghasilannya kecil tapi ini sangat membantu ayahnya yang bekerja sebagai kuli bangunan.

Agus tidak pernah melihat ibunya.

“Ia meninggal saat melahirkan adik saya yang kedua,” katanya lanjut.

Adrianto (14) pedagang asongan di Jakarta mengatakan tidak akan bisa hidup kalau tidak bekerja.

“Ayah saya telah pergi meninggalkan kami, dan ibu saya baru saja melahirkan, kalau saya tidak bekerja bagaimana kami bertiga akan hidup,” katanya sambil mengatakan bahwa setiap harinya ia menghasilkan kurang lebih Rp. 30,000 untuk makan.

“Walaupun saya ingin kembali ke sekolah seperti anak-anak lainnya tetapi saya tidak bisa,” katanya.

Kampanye menentang pekerja anak

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri memperkuat komitmen antar lembaga untuk memastikan Indonesia bebas pekerja anak tahun 2022.

Untuk mengatasi masalah, Menaker mengatakan bahwa tahun ini Kementrian akan menarik 16,000 pekerja anak.

Kampanye menentang memperkerjakan anak dilakukan selama sebulan penuh di bulan Juni. Sedangkan hari anak diperingati setiap tanggal 12 Juni.

“Kampanye ini merupakan peta jalan menuju Indonesia bebas pekerja anak pada 2022,” katanya mengkonfirmasi kepada BeritaBenar.

Menurut Hanif target Indonesia bebas pekerja anak akan dilakukan dengan dua cara.

“Pertama dengan regulasi, yang mengharuskan setiap pengusaha untuk tidak memperkerjakan anak dibawah umur. Kedua dengan kerjasama antar lembaga,” kata Hanif kepada BeritaBenar.

Penarikan pekerja anak

Hanif juga mengatakan bahwa dari 1,7 juta pekerja anak yang tersebar di Indonesia, 400.000 anak terpaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan buruk dan berbahaya seperti bekerja di konstruksi bangunan dan pekerja kapal.

Data Kementrian Tenaga Kerja (Kemenaker) mencatat konsentrasi pekerja anak terbesar ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.

“Kebanyakan mereka bekerja di pertanian, perkebunan, dan konstruksi,” katanya.

“Selain pertanian dan perkebunan jumlah konsentrasi pekerja anak terbesar berada di jalur pantai,” kata Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Muji Handoyo, sambil mengatakan bahwa anak-anak dibawah umur sering diperkerjakan di tempat pengeringan ikan.

Pemerintah telah menarik pekerja di beberapa daerah pantai termasuk Pacitan,Wonogiri, Temanggung dan Gianyar.

Muji menjelaskan bahwa Kemenaker telah menarik 48.055 pekerja anak melalui program “Pengurangan Pekerja Anak dalam mendukung Program Keluarga Harapan dari tahun 2008 sampai 2014.”

“Usia mereka antara 10-17, jadi di bawah 18 tahun,” lanjut Muji.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Untuk Anak Yogyakarta mengatakan meskipun jumlah perkerja anak cukup besar, tidak semua menyadari pentingya pendidikan ataupun tahu hak mereka sebagai warga negara.

“Karena itu perlu bimbingan dan pencerahan pemikiran, karena meskipun ada kesempatan belum semuanya tahu dan sadar untuk menggunakan haknya,” kata Sugianto dari LBH.

“Kami menunggu realisasi kerja nyata dari pemerintah untuk 16,000 penarikan pekerja anak untuk lepas dari belenggu ekonomi,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.