Korban Jiwa Gempa dan Tsunami Sulteng Lampaui 2000
2018.10.09
Palu

Jumlah korban tewas akibat gempa bumi dan tsunami yang menghancurkan sejumlah lokasi di Sulawesi Tengah (Sulteng) telah melampaui 2.000 orang, demikian kata pihak berwenang Selasa, sementara para tim penyelamat terus mencari ribuan korban lainnya yang dikhawatirkan masih terkubur dalam lumpur.
Setidaknya 671 dinyatakan hilang, walaupun jumlah sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih besar dengan belum diketahuinya nasib dari sebagian besar penduduk di tiga desa – Balaroa dan Petobo di Palu dan Jono Oge di Sigi – yang ditelan lumpur yang disebabkan oleh gempa pada 28 September itu, demikian menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Menurut kepala desa Balaroa dan Petobo, ada sekitar 5.000 orang yang belum ditemukan. Tapi ini masih perlu verifikasi,” kata juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, yang menyatakan korban tewas sejauh ini sudah mencapai 2.010 orang, dan 10.679 menderita luka-luka
Setidaknya 2.000 rumah di desa-desa tersebut tersedot oleh lumpur ketika gempa berkekuatan 7,4 menimbulkan proses yang disebut likuifaksi itu, demikian kata pejabat.
Sutopo mengatakan pertemuan dengan pemerintah setempat menghasilkan kesepakatan bahwa ketiga desa itu tidak akan menjadi pemukiman dan akan diubah menjadi ruang terbuka hijau dimana tugu peringatan akan bencana tersebut dibangun.
Dalam rilis yang diterima BeritaBenar, Sutopo menyebutkan hingga Selasa, jumlah pengungsi adalah 82.775 orang dan 67.310 rumah rusak.
BNPB menngatakan bahwa pencarian korban akan dihentikan pada Kamis, 11 Oktober, dengan berakhirnya masa tanggap darurat.
"Setelah 11 Oktober itu mau bagaimana, saya minta pemda dan masyarakat agar berdialog dengan tokoh adat," kata Willem Rampangilei, kepala BNPB.
Pejabat mengatakan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bencana tersebut diperkirakan mencapai 10 triliun rupiah (US $ 657 juta).
Relawan asing
BNPB pada Selasa juga merilis peringatan yang berisi "warga negara asing yang bekerja dengan LSM asing tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan di lokasi terdampak bencana" tanpa didampingi mitra lokal.
"LSM asing yang telah mengerahkan personil disarankan agar segera menarik diri," demikian bunyi satu poin surat edaran, yang diposting di Twitter oleh Sutopo.
Dia juga mengatakan organisasi kemanusiaan asing yang ingin memberi bantuan untuk melakukan melalui Palang Merah Indonesia (PMI).
"Tidak sembarangan dan harus tetap sesuai kebutuhan,” katanya.
Tidak segera jelas berapa banyak pekerja asing yang akan terdampak oleh instruksi tersebut, yang dilihat oleh analis sebagai upaya untuk melindungi citra pemerintah dalam mengelola bencana.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mendukung kebijakan tersebut dengan mengatakan pemerintah ingin memastikan bantuan diberikan berdasarkan kebutuhan nyata di daerah yang terkena dampak.
"Jika tidak, kami akan berada dalam situasi di mana kehadiran pekerja bantuan asing, yang memiliki niat baik, dapat menghambat upaya penyelamatan dan pemulihan yang dilakukan oleh tim nasional," kata juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir.
Indonesia telah menerima bantuan dari 18 negara, terlepas dari keengganan pemerintah sebelumnya untuk menerima bantuan asing.
Kelompok bantuan bencana dari Afrika Selatan, the Gift of the Givers, tiba dengan 27 relawan dan spesialis medis tetapi mereka menghabiskan tiga hari terakhir di hotel mereka di Palu setelah diberi instruksi untuk tidak ke luar dari lokasi penginapan mereka itu, televisi Sky News melaporkan.
"Sangat sulit untuk memberi tahu tim internasional yang tiba di sini, ketika kita telah mengeluarkan biaya besar, membawa kargo besar dan kemudian mengatakan kepada tim kita bahwa kita harus kembali ," kata pemimpin tim Ahmed Bham.
Ini tidak masuk akal sama sekali,” katanya.
“Kami membawa obat-obatan, kami memiliki barang-barang yang mereka butuhkan di sini.
Sejumlah relawan asing tetap bekerja
Sementara itu sejumlah relawan asing bersama tim dari Indonesia tetap melakukan pencarian korban yang diduga masih tertimbun reruntuhan bangunan di Kelurahan Petobo dan Balaroa .
Di Kelurahan Balaroa, beberapa relawan dari Perancis melakukan pencarian di sejumlah titik reruntuhan bangunan yang sudah ditandai. Mereka terlihat begitu kompak bersama tim Indonesia.
“Kami di sini kompak semua. Namanya tim penyelamat mau dari luar negara kita sama saja, kan tujuannya untuk memberikan pertolongan,” kata salah tim penyelamat dari Basarnas, Ival.
Menurutnya, tidak ada larangan yang mereka terima terkait bergabungnya rim relawan asing di sejumlah lokasi yang terdampak bencana.
“Di Petobo dan Jono Oge juga kan sudah ada tim relawan asing yang masuk memberikan bantuan. Di sana juga aman-aman saja,” ungkap Ival.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa upaya imunisasi akan dilakukan di delapan kabupaten di Sulawesi Tengah, termasuk Palu dan Donggala, dengan prioritas pada kamp-kamp pengungsi.
Sebanyak 15 rumah sakit dan 50 puskesmas di wilayah yang dilanda gempa parah telah mulai beroperasi.
"Penyakit yang paling umum adalah diare, demam, penyakit seperti influenza dan luka trauma," kata seorang perwakilan WHO.
Sekitar 300 korban selamat dan mengalami luka berat hingga Selasa masih menjalani perawatan di rumah sakit darurat yang dibangun tim relawan di Palu.
Masriadi (58) warga Kelurahan Silae mengaku sudah sembilan hari menjalani perawatan di rumah sakit yang terletak di Kecamatan Ulujadi.
“Saya mungkin yang paling parah karena kaki kanan harus diamputasi,” katanya seraya menyebutkan bahwa luka yang dideritanya akibat diseret tsunami setinggi lima meter dan terbentur di reruntuhan bangunan.
Warga lain, Nur Hayati (56) juga masih harus dirawat lebih lama karena mengalami luka di bagian perut dan punggungnya.
“Kata dokter masih harus bertahan. Saya mengikuti saja karena untuk kesehatan. Syukur di rumah sakit ini pelayanannya baik dan semuanya gratis,” katanya.
Gempa lagi
Saat berbagai upaya pemulihan pascabencana terus dilakukan, Palu kembali diguncang gempa berkekuatan 5,2 skala Richter pada Selasa pagi.
Gempa susulan itu yang tidak hanya sekali terjadi, tapi dirasakan warga hingga tiga kali dengan durasi guncangan hampir lima detik sehingga membuat warga panik dan mereka berhamburan keluar rumah.
"Kami takut makanya lari semua keluar rumah," kata seorang warga, Raden Jaka (36)
Gempa terjadi pada saat dimana sebagian warga Palu mulai pulang ke rumah masing-masing setelah sempat bertahan di lokasi pengungsian selama 11 hari.
Puluhan dari ratusan Kepala Keluarga (KK) yang mengungsi di Masjid Agung Darussalam di Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat, meninggalkan tenda-tenda darurat.
“Kami sudah terlalu lama di posko pengungsian, makanya hari ini pulang,” kata Anwar Saing (45), seorang warga kepada BeritaBenar.
“Kebetulan rumah kami rusak di bagian dapur, masih bisa diperbaiki dan ditempati. Semoga saja tidak ada lagi gempa besar,” ujarnya.
Hal senada dilakukan Ahmad Safuan (42) yang menyebutkan, dia memilih meninggalkan posko pengungsian karena sudah tidak nyaman.
“Sudah 10 hari di posko ini, bosan juga,” katanya.
Namun, warga Kelurahan Donggala Kodi memilih tetap bertahan di posko pengungsian karena tak ada pilihan lain. Pasalnya, rumah mereka rusak berat dan nyaris rata tanah.
“Mau pulang ke mana kalau rumah sudah hancur. Pilihannya hanya bertahan di posko ini,” tukas Indah Yanti, seorang warga.
Ahmad Syamsudin di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.