Burung Hantu Bantu Petani Memburu Tikus di Tabanan
2017.04.19
Tabanan

Petani di Tabanan, Bali, kini bisa lega dari kekhawatiran tanaman mereka dirusak tikus. Terima kasih untuk “armada” burung hantu yang berkontribusi terhadap perbaikan hasil panen masyarakat.
“Setelah ada burung hantu, tikus berkurang,” kata I Wayan Suarca, seorang petani di Dusun Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan, kepada BeritaBenar, Senin , 17 April 2017.
Dusun Pagi berada di kaki Gunung Batukaru, Tabanan. Jaraknya sekitar 50 km utara dari Denpasar. Desa ini, seperti umumnya kawasan pertanian di Tabanan, adalah lumbung beras bagi Bali. Namun, selama puluhan tahun, tikus selalu menjadi hama bagi mereka.
Hal yang sama juga diakui petani lainnya, I Kadek Jonita. “Padi kami benar-benar rusak karena banyaknya tikus ketika itu,” kata Dek Joy, panggilan akrabnya.
Pada awal 2015, Dek Joy mencari informasi tentang cara mengendalikan hama tikus secara alami. Sebagai petani yang mempraktikkan pertanian organik, ia tak mau menggunakan bahan kimia beracun untuk membunuh tikus.
Dari beberapa sumber di internet, dia menemukan salah satu cara mengendalikan tikus adalah dengan burung hantu (Tyto alba).
Dia juga mendapatkan informasi bahwa warga Desa Tlogoweru di Kabupaten Demak, Jawa Tengah telah membudidayakan burung nokturnal itu untuk mengendalikan hama tikus. Dek Joy dan tiga temannya pun belajar dari warga Tlogoweru selama seminggu.
Mengganggu
Setelah kembali ke desa, Dek Joy mulai memburu anakan burung hantu. Dia mencari ke tempat-tempat di mana ada burung hantunya. Selama enam bulan, dia mendapatkan enam ekor anakan.
Dek Joy memelihara anak-anak burung itu sejak akhir 2015 di rumahnya. Ketika anakan itu makin besar, dia memindahkan ke tempat penangkaran di pinggir desa, dekat sawah.
“Kalau terus dirawat di rumah justru mengganggu karena kotoran dan sisa makanannya,” jelas Dek Joy.
Tiap hari, seekor burung hantu membutuhkan dua ekor tikus. Pada awalnya, Dek Joy menyediakan makanan pokok burung hantu. Dia berburu tikus dengan senapan angin sebagai makanan pokok burung hantu peliharaannya.
Ketika berumur enam bulan, dia melepaskan burung-burung tersebut untuk mencari tikus sendiri.
Selain di tempat penangkaran, Dek Jon pun membuatkan beberapa rumah burung hantu di sawah. Bentuknya kotak serupa rumah burung merpati. Dia hanya memberi sentuhan khusus.
“Pintunya tidak boleh menghadap timur atau barat karena burung hantu tidak suka kena sinar matahari,” tambahnya.
Dari semula hanya empat anakan, burung hantu di Dusun Pagi kini sudah menjadi 30 ekor. Mereka tersebar tidak hanya di Subak Ganggangan, di mana Dek Joy dan Suarca menjadi anggota, tapi juga subak dan desa lain.
Sekarang ada lima lokasi di sekitar Subak Ganggangan yang sudah memelihara burung hantu. Adapun rumah burung hantu ada 14 yang tersebar di kawasan itu.
Dek Joy masih memelihara sembilan ekor di tempat penangkarannya. Selain untuk induk juga buat disumbangkan kepada petani lain yang membutuhkan.
“Memelihara burung hantu itu gampang. Cukup jangan diganggu saja, mereka pasti mau hidup,” ujarnya.
Burung hantu di tempat penangkaran milik Kadek Jonita di Dusun Pagi, Tabanan, Bali, 17 April 2017. (Anton Muhajir/BeritaBenar)
Menyebar
Dengan makin banyaknya burung hantu, hama tikus pun makin berkurang. Dengan daya jelajah terbang hingga 4 km, dua burung hantu bisa menjaga sekitar 10 hektar sawah dari gangguan hama. Sebagai unggas nokturnal, mereka mencari makan pada malam hari sehingga tidak mengganggu petani.
Menurut Suarca, burung hantu bukanlah pemusnah tapi pengendali siklus alam. Mereka hanya memburu tikus sesuai kebutuhan sehingga hama itu berkurang populasinya.
“Mungkin mereka juga takut jika punya anak banyak karena sekarang ada burung hantu yang makan anak-anak mereka,” katanya lalu tertawa.
Melihat keberhasilan di Dusun Pagi, beberapa petani di desa atau subak lain kini mulai mengadopsi teknik pengendalian hama dengan menggunakan burung hantu.
Babahan, desa tetangga Dusun Pagi, misalnya. Sejak setahun lalu, petani di Subak Aya, Desa Babahan, melepas enam pasang burung hantu. Selain mengadopsi burung hantu dari Dek Joy, mereka juga mendapatkan bantuan dari warga lain.
Kepala Dusun Babahan, I Made Sukapariana mengatakan mereka tertarik memelihara burung hantu dari Dek Joy setelah melihat keberhasilan di Pagi. Di sisi lain, pengendalian hama tikus dengan racun justru membawa masalah baru di desa mereka.
“Kalau pakai racun, tikusnya memang mati, tapi setelah itu ular yang makan tikus juga ikut mati. Padahal, kita masih butuh ular sawah sebagai pengendali hama tikus,” ujarnya.
Warga Babahan melepas burung hantu di kawasan subak seluas 319 hektare. Mereka juga membuat enam rumah burung hantu yang tersebar di enam titik.
“Hasilnya belum terlihat secara langsung, tapi kita tetap optimis karena secara alami Tyto alba memang predator tikus,” ujar Sukapariana.