Densus 88 Tangkap 'Calon Pengantin' di Surabaya

Yovinus Guntur W
2016.06.09
Surabaya
160609_ID_TerrorArrest_1000a.jpg Soerjami ketika diwawancara di rumahnya di Lebak Timur, Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 9 Juni 2016.
Yovinus Guntur W/BeritaBenar

Dengan mengenakan baju tidur bermotif batik, Soerjami (63), warga Lebak Timur 3D Surabaya, Jawa Timur, sibuk melayani wartawan yang datang ke rumahnya. Ia adalah ibu kandung Priyo Hadi Purnomo, salah satu dari tiga terduga teroris yang ditangkap Densus 88 dan Polrestabes Surabaya, Rabu sore, 8 Juni 2016.

Perempuan itu harus melayani jurnalis sambil menahan sakit asma yang dideritanya. Obat dari Rumah Sakit Haji Surabaya tersimpan di kamar yang terhubung dengan warung di sebelah rumah. Namun, dia tidak bisa mengambilnya karena tempat itu telah dipasang garis polisi, dan tidak seorangpun diperbolehkan masuk tanpa izin dari kepolisian.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen. Pol. Boy Rafli Amar, ketika dikonfirmasi mengatakan Priyo direncanakan menjadi "calon pengantin" alias pelaku bom bunuh diri untuk menyerang pusat perbelanjaan dan pos polisi.

“Salah satu bukti yang menguatkan adalah penemuan sejumlah tali dan ranting yang diduga dipakai untuk meledakkan dirinya sendiri. Priyo akan memakai telepon genggam untuk memicu ledakan," ujar Boy kepada BeritaBenar melalui telepon, Kamis, 9 Juni 2016.

Boy menambahkan, Priyo telah menyiapkan rencana aksinya selama dua tahun setelah ia bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, April 2014. Dia dipenjara karena tersandung kasus narkotika.

“Selama dua tahun, Priyo mencari target tempat untuk melancarkan aksinya. Priyo juga bergaul dengan sejumlah orang yang memiliki paham radikal," jelas Boy.

Saat di Lapas Porong, tutur Boy, Priyo direkrut gembong teroris Muhammad Shibghotullah alias Shibgoh. Narapidana asal Kalimantan itu ditangkap di Malaysia, akhir 2014, saat ingin berangkat ke Timur Tengah untuk bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Shibgoh dihukum 2,8 tahun penjara karena terbukti terlibat pelatihan militer di Aceh pada 2010.

Boy menyebutkan, pengusutan terhadap jaringan yang ditangkap di Surabaya terus dilakukan. Apalagi ada indikasi, kelompok ini merencanakan teror dalam bulan Ramadhan di Surabaya dan wilayah lainnya di Jawa Timur. Mereka juga diduga ingin “mengganggu” polisi yang mengamankan Hari Raya Idul Fitri, kata Boy.

Priyo bersama dua rekannya, Befri Rahmawan Norcahyo alias Jefri dan Feri Novendi, ditangkap dalam penggerebekan di tiga lokasi terpisah di Surabaya. Dari pengembangan, Densus menyita sejumlah barang bukti seperti tiga bom rakitan, sepucuk senjata laras panjang, sepucuk senjata rakitan, sepucuk pistol rakitan beserta empat amunisi dan perangkat komputer.

Sedangkan di tempat persembunyian Jefri, tersangka lain yang tinggal di Jalan Kalianak, polisi mengamankan serbuk kimia yang diduga untuk membuat peledak, cairan kimia, timbangan dan dua buah buku berjudul Ikhwanul Muslimin dan Pagi Petang.

Warung yang terhubung dengan kamar Priyo Hadi Purnomo telah dipasangi garis polisi di Lebak Timur, Surabaya, 9 Juni 2016. (Yovinus Guntur W/BeritaBenar)

Baru seminggu pulang

Soerjami tak mengetahui keberadaan Priyo. Pihak kepolisian sampai berita ini ditulis tidak juga memberitahukan dimana anak ketiganya itu. Apakah ditahan di Polda Jatim, Mabes Polri atau dibawa Densus 88 ke tempat lain.

“Setelah ditangkap, saya tidak tahu keberadaan anak saya karena belum diberitahu kepolisian,” ujar Soejarmi yang ditemui di rumahnya, Kamis pagi.

Menurutnya, Priyo baru pulang ke rumah selama sepekan. Sebelumnya, putranya itu tinggal di Makassar bersama istri  barunya. Pernikahan Priyo tidak disetujui Soetego dan Soejarmi, kedua orang tuanya. Alasannya, dia masih terikat pernikahan dengan istri pertamanya, yang tinggal di Pogot dan telah dikaruniai seorang anak.

“Saya tak pernah tahu wajah istri Priyo, karena saat datang ke rumah mengenakan cadar. Saya juga tidak setuju dengan pernikahan mereka,” terang Soejarmi.

Selama di rumah, Priyo seringkali dikunjungi dua pemuda. Satu mengaku dari daerah Setro yang tak jauh dari Lebak Timur.

“Kedua temannya yang datang ke rumah, selalu pakai celana cingkrang. Saya tak curiga karena mereka bersikap sopan dan ramah,” jelas Soerjami.

Neo Jamaah Islamiyah

Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Al Chaidar menyebutkan, modus yang digunakan ketiga terduga teroris yang ditangkap di Surabaya tidak berbeda jauh dengan para pelaku yang melancarkan penyerangan di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Januari lalu.

Menurutnya, jaringan terorisme yang ditangkap di Surabaya berasal dari Neo Jamaah Islamiyah (JI). Saat ini, Neo JI sudah bergabung dengan ISIS. Kelompok ini sedang merencanakan teror ke beberapa kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Jakarta dan Medan.

“Kota-kota itu dipilih karena masuk kategori kota kosmopolitan, plural dan banyak non-muslim. Oleh mereka, dianggap penuh dosa dan harus dibakar dengan cara peledakan bom,” ujarnya.

Al Chaidar menambahkan bahwa kelompok Neo JI tersebar di Balikpapan, Makassar, Poso, Palu, Palembang, Jambi, Medan, Pekanbaru, Lampung, Aceh, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Nusa Tenggara Barat.

“Konsentrasi terbesar mereka ada di Surabaya dan Balikpapan,” pungkasnya.

Apakah Priyo termasuk dalam jaringan Neo JI ini, hal ini tampaknya tidak pernah terpikir oleh sang Ibu, yang menyebutkan keseharian Priyo memang pendiam. Soejarmi juga tidak merasakan ada perubahan dalam diri Priyo setelah pulang dari Makassar.

Harapan Soejarmi sekarang hanyalah untuk bisa segera menjenguk anaknya yang belum diketahui keberadaannya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.