Richard Eliezer, eksekutor pembunuhan berencana Brigadir J, dihukum 18 bulan

Hakim menjatuhkan hukuman jauh di bawah tuntutan jaksa karena Bharada E menjadi justice collaborator atas terungkapnya kasus itu.
Nazarudin Latif dan Pizaro Gozali Idrus
2023.02.15
Jakarta
Richard Eliezer, eksekutor pembunuhan berencana Brigadir J, dihukum 18 bulan Rosti Simanjuntak (tengah), ibunda mendiang Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat, memegang foto anaknya setelah mendengar putusan hakim yang menjatuhkan hukuman mati atas mantan Kadiv Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo terkait pembunuhan berencana terhadap Yosua, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 13 Februari 2023.
[Aditya Aji/AFP]

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (15/2) menjatuhkan vonis 18 bulan penjara kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atas pembunuhan berencana terhadap rekannya sesama polisi Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat, kasus yang menjadi perhatian publik Indonesia lebih dari setengah tahun terakhir ini.

Jaksa Penuntut Umum sebelumnya meminta hukuman 12 tahun penjara kepada Bharada E – inisial Eliezer – yang berperan sebagai eksekutor penembakan Yosua, atau Brigadir J. Kedua polisi adalah ajudan dari Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Mantan Kadiv Profesi dan Pengamanan Polri, yang merupakan dalang dari pembunuhan berencana itu.

Hakim mengabulkan permohonan Eliezer sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama mengungkapkan kejahatan sehingga hukumannya diringankan.

"Menyatakan Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana,” kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso membacakan amar putusan, “menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana 1 tahun dan 6 bulan penjara!"

Dari kelima terdakwa dalam kasus tersebut, hanya Eliezer yang mendapatkan vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Ferdy Sambo yang pada Senin lalu menerima vonis hukuman mati, sebelumnya dituntut penjara seumur hidup. Istri Sambo, Putri Candrawathi yang sebelumnya dituntut 8 tahun penjara, dalam persidangan divonis 20 tahun penjara.

Dua terdakwa lainnya, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal Wibowo alias Bripka Ricky masing-masing divonis 15 tahun dan 13 tahun penjara. Keduanya sebelumnya dituntut 8 tahun penjara.

Hal-hal yang meringankan

Hakim anggota Alimin Ribut Sujono, mengatakan kesaksian Eliezer membuat perkara pembunuhan Brigadir J yang sebelumnya gelap, terungkap dengan jelas dengan keterangan yang jujur, konsisten, logis serta berkesesuaian dengan alat bukti.

Hal lain yang meringankannya adalah terdakwa bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum dan masih muda sehingga diharapkan mampu memperbaiki perbuatan dikemudian hari.

“Terdakwa orang yang menembak Joshua sedangkan Ferdy Sambo merupakan pencetus ide, aktor intelektual, perancang sekaligus orang yang menembak Joshua. Sekaligus melibatkan saksi lain termasuk terdakwa sehingga Ferdy Sambo dipandang sebagai pelaku utama," ungkap Alimin.

Mahfud MD: Hakim punya keberanian

Rosti Simanjuntak, ibunda Yosua menerima putusan terhadap Eliezer.

"Kami keluarga memercayai hakim," kata Ibu dari Yosua, Rosti Simanjuntak di lokasi sidang.

Menurut Rosti, kejujuran Eliezer menjadi saksi dalam jalannya proses persidangan.

"Biarlah almarhum Yosua melihat, Eliezer dipakai Tuhan. Ini perkataan seorang ibu kepada Eliezer dan yang mendukung kita semua," ucap Rosti.

Putusan ini juga mendapat respons dari Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

"Saya melihat hakim itu punya keberanian, hakim itu objektif membaca seluruh fakta persidangan dan dibacakan semua yang mendukung Eliezer, yang memojokkan Eliezer, semua dibaca, suara-suara masyarakat didengarkan, rongrongan yang mungkin ada untuk membuat putusan tertentu, tidak berpengaruh kepada hakim,” ungkap Mahfud.

Apresiasi atas justice collaborator

Pengajar hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan putusan Bharada E ini membuktikan bahwa pengadilan memberikan perlindungan khusus pada pelaku yang berkolaborasi mengungkap kejahatan.

Bharada E sendiri, menurut dia, memberikan keterangan yang konsisten dari mulai pemeriksaan pendahuluan, penyidikan hingga persidangan.

“Putusan mengandung dua dimensi, yaitu efek menggetarkan dengan hukuman tinggi dan dimensi support. Putusan ini seperti mengajak pelaku lain dalam perkara narkotika, korupsi hingga illegal logging untuk membuka keterangan. Jadi jangan takut, akan ada perlindungan khusus,” ujarnya kepada BenarNews.

“Selain itu, peradilan Indonesia semangatnya juga sudah tidak lagi memberikan keadilan pada retributif atau pembalasan, tapi keadilan rehabilitatif. Jadi karena Bharada E masih muda, sehingga masih bisa direhabilitasi dan berkarya,” lanjut dia.

Faktor lain yang memengaruhi putusan ini menurut Hibnu adalah pemberian maaf dari pihak keluarga korban. Hal ini penting karena tidak semua kasus pidana dengan korban meninggal dunia, pelakunya mendapat maaf dari keluarga.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai putusan ini menghormati UU Perlindungan Saksi Korban, yang mengatur apresiasi terhadap justice collaborator.

“Kepercayaan terhadap penegakan hukum akan meningkat dengan lahirnya vonis ini,” ujar Abdul kepada BenarNews.

Tingkatkan citra peradilan

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan vonis majelis hakim terhadap terdakwa Bharada E yang jauh di bawah tuntutan jaksa menunjukkan bahwa hakim memihak pada tekanan publik daripada keadilan prosedural.

Sikap memihak Bharada E ini diambil momentum meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, kata Sugeng.

Sebelumnya kepercayaan pada lembaga peradilan ambruk dengan kasus suap dua hakim agung Dimyati dan Gazalba serta beberapa pegawai Mahkamah Agung.

"Majelis hakim diduga sedang menjalankan tugas dari Mahkamah Agung untuk menggunakan momen peradilan kematian Brigadir Joshua sebagai momen meningkatkan kepercayaan publik pada dunia peradilan,” ujar dia.

Karena itu dia melihat vonis mati terhadap Ferdy Sambo dan hukuman ringan pada Bharada E adalah upaya politis meningkatkan citra peradilan dengan vonis hukuman mati sesuai suara publik.

"Semua pihak harus menghormati putusan hakim PN dalam proses peradilan pidana," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada BenarNews, terkait putusan terhadap Bharada E.

Namun Dedi enggan berbicara lebih jauh soal peluang Bharada E kembali ke Polri.

"Fokus ke proses peradilan dulu," ucap dia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.