Gunung Agung Erupsi, Bandara Ngurah Rai Ditutup

Ahli geologi memperkirakan potensi letusan akan semakin besar dalam beberapa hari ke depan.
Anton Muhajir
2017.11.27
Denpasar
171127-ID-volcano8_1000.jpg Calon penumpang pesawat yang tidak jadi berangkat karena ditutupnya Bandara Ngurah Rai di Denpasar, Bali, pada 27 November 2017, akibat meletusnya Gunung Agung di Bali.
AFP

Aktivitas Gunung Agung di Bali yang kembali meningkat dalam sepekan terakhir, mengakibatkan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai ditutup, dan memaksa 455 penerbangan dari dan menuju Bali dibatalkan. Sementara lebih dari 29 ribu warga yang tinggal di lereng gunung harus diungsikan.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menaikkan status Gunung Agung dari Siaga (Level III) menjadi Awas (Level IV) yang merupakan status tertinggi darurat gunung api dari empat level status, termasuk Normal (I) dan Waspada (II).

Letusan debu vulkanik yang membahayakan penerbangan, membuat otoritas Bandara Ngurah Rai menutup penerbangan. Direktur Operasi AirNav Indonesia, Wisnu Darjono, mengatakan dengan alasan keselamatan, sejumlah penerbangan harus dibatalkan untuk waktu yang belum dapat ditentukan.

“Perkembangan situasi terkini dan informasi terbaru akan selalu kami perbarui kepada para pemangku kepentingan penerbangan, ” katanya kepada BeritaBenar, Senin 27 November 2017.

Bandara Ngurah Rai tiap harinya melayani hampir 400 penerbangan, dengan komposisi 55 persen domestik dan 45 persen internasional. Para penumpang yang tertahan di Bandara disarankan meninggalkan Bali melalui transportasi darat maupun laut. Otoritas Bandara menyediakan angkutan gratis menuju Terminal Mengwi dan Pelabuhan Padangbai.

General Manager Bandara Ngurah Rai, Yanus Suprayogi, mengatakan ada tiga alasan kenapa bandara harus tutup yaitu karena adanya rekahan di landasan, adanya debu vulkanik di bandara, dan jika jalur terbang tertutup. Jika salah satu saja terpenuhi, maka bandara harus tutup.

“Kami tidak mau ambil risiko jika harus tetap buka dengan kondisi saat ini,” kata Yanus dalam jumpa pers sehari sebelumnya.

Potensi Letusan

Gunung Agung mulai memasuki fase krisis sejak 13 September dengan kenaikan status dari Normal menjadi Waspada. Berselang lima hari kemudian, statusnya naik Siaga, hingga akhirnya pada 22 September mencapai status tertinggi, Awas.

Namun, ketika aktivitas vulkaniknya sempat berkurang, status Gunung Agung diturunkan kembali ke Siaga pada 29 Oktober 2017, seperti disampaikan oleh Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam keterangan tertulisnya untuk media.

Gunung Agung akhirnya meletus pada 21 November 2017. Saat letusan awal, gunung tertinggi di Bali dengan ketinggian 3.031 meter itu, mengeluarkan abu vulkanik setinggi 500-700 meter di atas kawah.

Pada letusan kedua, 25 November 2017, abu vulkanik meletus lebih tinggi mencapai 1.500. Hari Minggu kemarin, pada letusan ketiga, abu vulkanik mencapai ketinggian 3.000 meter.

Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kepulan abu vulkanis berlangsung terus menerus. Suara dentuman lemah terdengar sampai jarak 12 kilometer dari puncak serta sinar api yang semakin sering teramati menjadi penanda potensi letusan yang lebih besar akan segera terjadi.

"Asap kawah bertekanan sedang teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal dan tinggi 2.500-3.000 meter di atas puncak kawah," kata Sutopo seperti dilansir laman Kompas.com.

BNPB mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Agung dan wisatawan untuk tidak melakukan aktivitas apa pun di zona perkiraan bahaya dalam radius 8 kilometer dari kawah gunung dan perluasan sektoral ke arah utara, timur laut, tenggara, selatan, dan barat daya sejauh 10 kilometer.

"Zona perkiraan bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual," kata Sutopo.

Gunung Agung terakhir meletus pada tahun 1963. Saat itu letusan berlangsung selama satu tahun, mengakibatkan semburan abu vulkanik sejauh 20km dari puncak kawah. Lebih dari 1000 orang tewas ketika itu.

Sejumlah warga di Karangasem, Bali, mengungsi seiring dengan meletusnya Gunung Agung, terlihat di latar belakang, pada 26 November 2017.
Sejumlah warga di Karangasem, Bali, mengungsi seiring dengan meletusnya Gunung Agung, terlihat di latar belakang, pada 26 November 2017.
AP

 

Kekurangan Logistik

Dampak lain dari erupsi Gunung Agung adalah mengalirnya kembali pengungsi dari desa-desa sekitar Gunung Agung. Salah satunya Nengah Narti, 45 tahun, dari Banjar Besakih Kawan, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Dia kini mengungsi dengan suami dan dua anaknya sejak tiga hari lalu, di Balai Pertanian Kecamatan Rendang, berjarak sekitar 5 km dari desanya.

Ketika Gunung Agung mulai krisis, Narti sudah mengungsi ke Bangli. Begitu statusnya turun ke Siaga, dia sempat kembali ke desanya, meskipun rumahnya yang berjarak 6-7 kilometer dari Gunung Agung, masuk dalam kawasan rawan bencana. “Waktu itu saya balik ke rumah karena sudah tidak ada gempa,” katanya saat ditemui BeritaBenar.

“Pemerintah bilang kami harus di sini biar mudah dapat bantuan tetapi nyatanya sampai sekarang saya belum dapat apa-apa,” akunya.

Menurut Narti, selama tiga hari di pengungsian, ia belum mendapatkan bantuan logistik apapun. “Kalau tidak beli makan sendiri, kami pasti sudah pingsan karena menunggu bantuan pemerintah,” lanjutnya.

Saat ini ada sekitar 29.000 pengungsi Gunung Agung tersebar di 217 titik. Padahal, menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, jumlah pengungsi dari seluruh desa di kawasan rawan bencana seharusnya mencapai 150.000an.

Dikonfirmasi soal keluhan pengungsi, Gubernur Bali, Mangku Pastika, menjawab singkat. “Kalau mereka mengeluh, sampaikan dong ke Pos Komando Bencana Gunung Agung. Bukan ke wartawan,” katanya saat berkunjung ke Pos Pemantauan Gunung Agung di Rendang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.