Indonesia Resmikan Pembangunan Pabrik Gasifikasi Batu Bara Senilai Rp210 Triliun
2022.01.24
Jakarta

Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Senin meresmikan pembangunan pabrik pengolahan batu bara menjadi gas senilaI $15 juta di Sumatra Selatan yang didukung pendanaan dari perusahaan asal Amerika Serikat.
Pemerintah mengatakan gas yang berbentuk dimethyl ether akan digunakan sebagai bahan bakar bersih pengganti gas hidrokarbon cair yang lebih dikenal sebagai elpiji dan mengurangi impor elpiji.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan proyek setara U.S.$15 miliar (Rp210 triliun) ini merupakan investasi terbesar kedua AS setelah penanaman modal di PT Freeport Indonesia, perusahaan pertambangan emas dan tembaga di Papua.
Pada tahap awal, realisasi investasi digelontorkan senilai U.S.$2,3 miliar (setara Rp33 triliun) untuk pembangunan proyek yang akan selesai dalam 30 bulan ke depan. Pabrik ditargetkan mampu menghasilkan 1,4 juta ton dimethyl ether (DME) per tahun atau menghemat impor tahunan elpiji hingga Rp7 triliun.
“Impor elpiji kita itu gede banget, mungkin Rp80 triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun. Itu pun juga harus subsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya yang juga sudah sangat tinggi sekali,” kata Jokowi, saat seremoni peletakan batu pertama proyek yang dibangun di Tanjung Enim, Senin.
“Kalau semua elpiji nanti disetop, dan semuanya pindah ke DME, duit yang gede sekali, Rp60-70 triliun itu akan bisa dikurangi subsidinya dari APBN. Ini yang terus kita kejar,” tambahnya.
Tahun ini, Kementerian Keuangan menganggarkan subisidi elpiji untuk tabung terkecil seberat 3 kilogram (kg) sebesar Rp66,3 triliun atau naik 22,4 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp54,15 triliun.
Elpiji atau liquified petroleum gas (LPG) adalah bahan bakar berupa gas minyak cair yang umum digunakan rumah tangga di Indonesia sebagai sumber penghasil api untuk proses masak-memasak.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pada 2021, Indonesia mengonsumsi sekitar 7,95 juta metrik ton (MT) elpiji, yang sekitar 6.4 juta metrik ton di antaranya dipenuhi dari impor. Kebutuhan itu diproyeksi meningkat menjadi 8 juta metrik ton pada tahun ini.
Teknologi pengolahan batu bara menjadi gas, atau DME, memungkinkan Indonesia untuk memproduksi gas cair pengganti elpiji.
Jokowi mengatakan, Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pabrik DME untuk menekan angka impor elpiji yang lebih signifikan. Pasalnya, pabrik DME yang pembangunannya diresmikan hari ini di Sumatra Selatan hanya mampu memenuhi kebutuhan bagi sekitar 6 juta keluarga di sekitar lokasi.
“Jangan ada mundur mundur lagi, kita harapkan nanti setelah di sini selesai, dimulai lagi di tempat lain. Karena ini hanya bisa mensuplai Sumsel dan sekitarnya. Kita memiliki deposit batu bara yang jauh dari cukup kalau hanya untuk urusan DME ini,” kata Jokowi.
Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch—LSM yang berfokus pada sektor energi, bersepakat dengan optimisme pemerintah bahwa proyek pabrik DME ini bakal memberi kontribusi bagi penghematan anggaran negara.
Akan tetapi, pihaknya pesimistis proyek bisa rampung tepat waktu, mengingat dana yang dibutuhkan juga tidak sedikit.
“Presiden menargetkan 30 bulan ke depan sudah selesai. Tapi saya kira ini akan berjalan lebih lama. Apalagi investasi yang dibutuhkan sangat besar. Salah satu kendala ke depan adalah harga DME,” kata Mamit kepada BenarNews.
“Juga apakah DME akan lebih murah dari elpiji, sehingga masyarakat mau beralih ke DME?” dia melanjutkan.
Pemerintah memberikan subsidi untuk elpiji tabung terkecil berisi 3 kilogram sejak 2008 bagi rumah tangga dari kelompok masyarakat miskin. Namun, pelaksanaannya selama ini selalu tidak tepat sasaran.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono pada Desember 2021 mengatakan 65 persen dari subsidi elpiji yang diberikan pemerintah dinikmati oleh kelompok lain.
Juga pada akhir tahun lalu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan kementerian baru berhasil mengidentifikasi 50 persen dari total 25 juta masyarakat miskin yang berhak mendapatkan subsidi.
Perimbangan investasi
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan proyek pabrik DME didukung dari investasi perusahaan kimia bermarkas di AS, Air Products & Chemicals, Inc. Penandatanganan nota kesepahaman komitmen investasi terjadi di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pada November 2021.
Dalam pengelolaan pabrik ini, Air Products bakal bekerja sama dengan perusahaan batu bara pelat merah, PT Bukit Asam, serta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
“Waktunya (pembangunan proyek) seharusnya 36 bulan, tapi kami rapat dengan Air Products, kami minta 30 bulan, Pak, dan investasi ini full dari AS. Bukan dari Korea, bukan Jepang, bukan China,” kata Bahlil, dalam kesempatan sama dengan Jokowi di Sumatra Selatan.
Bahlil, yang juga Kepala BKPM, mengatakan konstruksi pabrik bisa melibatkan hingga 13.000 pekerja. Bila beroperasi, pabrik juga bisa menciptakan sekitar 12.000 lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Rencananya, pengolahan batu bara menjadi gas akan dikomandoi oleh PT Pertamina.
“Ditambah lagi begitu existing berproduksi, lapangan pekerjaan tetap bisa 3 ribu, itu yang langsung. Yang tidak langsung; kontraktornya, subkontraktornya, bisa multiplier effect 3-4 kali dari yang ada,” kata Bahlil.
Pihaknya menambahkan, investasi yang ditanamkan perusahaan AS ini membuktikan Indonesia tidak hanya mengandalkan negara tertentu dalam penanaman modal mendukung proyek pembangunan dalam negeri.
“Tidak benar kalau ada pemahaman (investasi dari satu negara saja). Ini buktinya kita membuat perimbangan. Ini Amerika investasinya cukup gede, Pak, ini investasi kedua setelah Freeport yang terbesar untuk tahun ini,” kata Bahlil.
Pada 2018, atau 51 tahun setelah beroperasi, Indonesia berhasil mengambil alih porsi kepemilikan saham sebesar 51,23 persen yang sebelumnya didominasi oleh Freeport McMoran, induk usaha Freeport di AS.
Ketika itu, Freeport menyampaikan komitmennya untuk terus berinvestasi di Papua dengan menanamkan U.S.$20 miliar untuk pengembangan bawah tanah Grasberg Block Cave dan Deep Level Zone (DMLZ). Per Agustus 2021, realisasi investasi Freeport tercatat mencapai U.S.$1,3 miliar di proyek tambang Papua tersebut.
Terkait investasi, tingkat penanaman modal AS dalam dua tahun terakhir tercatat terus menurun. Data pemerintah menyebutkan pada Januari-September 2021, AS tidak lagi berada di lima besar investor di Indonesia, di bawah Singapura, Hong Kong, China, Jepang, dan Belanda.
Cadangan batu bara
Kementerian ESDM mengatakan Indonesia masih memiliki cadangan batu bara mencapai 38,84 miliar ton, dengan sumber terbesar berada di Pulau Kalimantan hingga 62,1 persen dan sisanya berada di Pulau Sumatra.
Dengan rata-rata produksi tahunan mencapai 600 juta ton, maka umur cadangan batu bara diasumsikan bisa mencapai 65 tahun ke depan, sebut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.
Pada awal Januari, Kementerian ESDM menyetop ekspor batu bara karena masalah kekurangan suplai domestik. Kebutuhan domestik batu bara per tahun mencapai 137,5 juta ton. Sementara, pada awal Januari, suplai batu bara yang menjadi kewajiban perusahaan kurang dari 1 persen untuk kebutuhan operasional PLN selama 20 hari.
Hingga akhir pekan lalu, Kementerian telah memberi izin kepada 139 perusahaan tambang yang telah memenuhi persyaratan DMO (domestic market obligation) mereka untuk kembali melakukan ekspor batu bara.
“Untuk yang tidak memenuhi spesifikasi, kami membuat pernyataan untuk memenuhi memenuhi kewajiban. Ada yang sudah kami berikan izin kepada yang tidak memenuhi spesifikasi dalam negeri, tapi tetap harus memenuhi sanksi,” kata Ridwan.
Pemerintah mengatur pembayaran denda keterlambatan bagi perusahaan yang tidak patuh memenuhi kebutuhan domestik. Nilai perhitungan denda masih dalam perhitungan pejabat terkait dengan merujuk pada Keputusan Menteri ESDM.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Perubahan Iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, November tahun lalu, Indonesia menyampaikan komitmennya untuk mengurangi ketergantungan batu bara sebagai bahan bakar fosil terburuk bagi gas rumah kaca.
Indonesia adalah penghasil batu bara terbesar dengan tujuan ekspor terbesar adalah China, India, Jepang, Malaysia, dan Korea Selatan.