Orang Papua Minta Jabatan Presiden Direktur Freeport

Victor Mambor
2016.03.03
Jayapura
160303-ID-PAPUA620 Para pemuda adat Papua melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut penutupan PT Freeport di depan istana Presiden, Jakarta, 3 Maret 2016.
Matius Murib/BeritaBenar

Di tengah belum jelasnya perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) dan nasib ribuan karyawannya, sejumlah kalangan di Papua menuntut jabatan Presiden Direktur (Presdir) perusahaan tambang emas itu dipercayakan kepada Orang Asli Papua (OAP).

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib menyatakan, tuntutan yang disuarakan pemuda adat agar Presdir. PTFI diberikan kepada orang Papua sudah tepat karena itu adalah aspirasi rakyat Papua.

Seperti diketahui bahwa Presdir PTFI Ma’roef Syamsudin telah mengundurkan diri pada pertengahan Januari lalu setelah menjabat selama setahun.

“Sudah saatnya Presiden Direktur dijabat oleh orang asli Papua. Sudah 53 tahun orang Papua belajar mengelola kekayaan yang ada di tanahnya sendiri untuk kepentingan Indonesia,” ujar Murib kepada BeritaBenar, Kamis 3 Maret 2016.

Pendapat senada disampaikan Ketua DPRD Papua, Yunus Wonda. Menurut dia, tidak ada salahnya Freeport membuat sejarah baru untuk Papua dan Indonesia dengan mengangkat orang Papua sebagai Presdir.

“Tapi kami tidak memaksakan. Silahkan manajemen yang mengaturnya. Kami hanya menyampaikan. Kami mau Freeport bikin sejarah untuk Papua," katanya.

Virgo Solossa, karyawan PTFI yang juga Ketua Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kabupaten Mimika mengaku serikat pekerja karyawan PTFI dan kontraktor PTFI yang dipimpinnya setuju saja dengan tuntutan tersebut kalau memang ada orang Papua yang mampu.

“Semuanya harus dikonsolidasikan dengan baik untuk meyakinkan Pemerintah Pusat,” ujarnya.

Tapi, dia menyayangkan tuntutan itu tak datang pada saat yang tepat. Menurut dia, saat ini sebaiknya membicarakan nasib ribuan karyawan PTFI karena ketidakjelasan perpanjangan kontrak untuk dapat terus melakukan aktivitas pertambangan di Timika.

Perpanjangan kontrak belum jelas

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII Bidang Energi DPR RI menyebutkan kendala dalam perpanjangan kontrak Freeport yang sedang dibahas adalah beberapa persyaratan pemerintah belum memiliki titik pijakan yang jelas.

Ia mengakui, komisinya mendukung keinginan Pemerintah Provinsi Papua untuk mendapatkan kepemilikan saham melalui Badan Usaha Milik Daerah di luar 20 persen saham yang dimiliki melalui prosedur divestasi.

"Tetapi opsi dari pemerintah belum ada. Pemerintah belum memberikan sinyal opsi mana yang akan diambil sebelum memperpanjang kontrak Freeport,” kata Gus Irawan.

Solossa lebih optimis soal perpanjangan kontrak ini. Menurutnya, Freeport akan menempatkan diri sebagai investor murni dan menunggu respon pemerintah.

“Contohnya soal ekspor konsentrat, akhirnya pemerintah memberikan izin juga kan?” katanya.

Tarik ulur yang terjadi selama ini, menurut Solossa, hanya riak-riak politik yang mencoba mendapatkan keuntungan dari situasi yang berkembang.

“Freeport sudah menyampaikan posisi mereka. Mereka yang punya uang, jadi mereka akan bilang, kami (Freeport) mau investasi dengan kondisi seperti ini.

Sekarang tinggal kalian (Pemerintah Indonesia) saja, mau terima atau tidak. Kalian (Pemerintah Indonesia) yang butuh, bukan kami (Freeport),” ujarnya.

Sikap gubernur Papua


Gubernur Papua, Lukas Enembe enggan berkomentar terkait perpanjangan kontrak PTFI dan rencana menempatkan putra asli Papua sebagai Presdir.

Dia lebih memilih untuk membicarakan besaran kontribusi PTFI kepada Papua yang dinilai masih sedikit dibandingkan yang diterima Pemerintah Pusat.

Enembe menyinggung tentang pengakuan PTFI yang telah berkontribusi puluhan miliar dollar AS untuk Indonesia dan membandingkan dengan dana Otsus yang diterima Papua dari Pemerintah Pusat.

Enembe mengutip data PTFI yang dipublikasikan melalui website ptfi.co.id yang menyebutkan keuntungan langsung bagi Indonesia lewat pajak, royalti, dividen, biaya, dan dukungan langsung lainnya senilai US$15,8 miliar dalam kurun waktu 1992-2014.

Sedangkan keuntungan tidak langsung dari kontribusi PTFI pada 1992-2014 melalui gaji dan upah, pembelian dalam negeri, pengembangan regional dan investasi dalam negeri langsung lainnya sebesar US$ 29,5 miliar.

“Bayangkan sumbangan kepada negara sebesar itu. Ini tidak adil karena dana Otsus yang diterima Papua setiap tahun hanya sekitar Rp 4,5 triliun,” ujarnya.

Pemuda adat unjuk rasa

Sementara itu, kelompok pemuda adat Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan istana Presiden di Jakarta, Kamis. Mereka menuntut agar PTFI ditutup.

Tuntutan itu berbeda yang disuarakan ketika mereka melakukan demonstrasi di Kantor Gubernur Papua, pekan lalu. Saat itu, mereka meminta agar orang Papua menjadi Presdir PTFI.

“Tuntutan kemarin itu tuntutan masyarakat, yaitu ada keinginan agar Presdir Freeport dari OAP dan pembangunan smelter harus di Papua. Sekarang tuntutan itu kami sampaikan kepada Presiden agar Freepori ditutup,” ujar Decky Ovide, Ketua Pemuda Adat Papua.




Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.