Pemerintah Indonesia Diminta Tegas Kepada China Terkait Muslim Uighur
2018.12.20
Jakarta

Anggota DPR, ulama, dan aktivis HAM menuntut pemerintah untuk menekan China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Muslim Uighur, di tengah laporan bahwa sekitar sejuta anggota etnis minoritas tersebut dikirim ke kamp-kamp di Negara Tirai Bambu itu.
"DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mendorong pemerintah memberikan respons keras kepada kepada Duta Besar Tiongkok," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo kepada para wartawan di Jakarta, Kamis, 20 Desember 2018.
"Kami mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, untuk mendukung langkah-langkah Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelesaikan dan membebaskan umat Muslim di sana."
Wakil Ketua DPR Fadli Zon, mengatakan Pemerintah Indonesia seharusnya memimpin dalam mengecam perlakuan China terhadap Uighur.
"Padahal Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat, dengan pemeluk agama Islam nomor satu terbesar di dunia," kata Fadli.
Pemerintah China sendiri menepis laporan PBB pada Agustus lalu yang menyebut terdapat puluhan ribu hingga satu juta warga Muslim yang ditawan pemerintah China di kamp-kamp di Provinsi Xinjiang.
Mereka disebutkan diminta meninggalkan keyakinan dan berterima kasih kepada Partai Komunis China.
Desakan agar pemerintahan Jokowi untuk terlibat mengakhiri dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur juga disuarakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra.
"Kepentingan China di negara kita juga cukup banyak. Karena itu, kita juga dapat memberi tekanan diplomatik kepada Pemerintah China untuk menghentikan pemaksaan terhadap umat Islam di China,” katanya dalam pernyataan tertulis.
Al-Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, mengatakan, jaringan teroris di Indonesia yang telah dibekukan, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sedang berupaya membangun konsolidasi dengan penderitaan warga minoritas Muslim Uighur di China dan Muslim Rohingya di Myanmar.
“Seruan-seruan jihad ke negara tersebut kerap digaungkan para anggota kelompok itu,” ujarnya.
Protes
Kecaman terhadap pemerintah China juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Mestinya pemerintah Indonesia tanyakan kepada pemerintah China jangan hanya diam, kita ingin ketahui apa akar masalah yg terjadi, apakah soal kebencian, etnis berbeda atau agama berbeda?" ujar Anwar Abbas, sekretaris jenderal MUI di Jakarta, Kamis.
Sementara itu Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid, mengatakan laporan terbaru September menunjukkan satu juta orang diduga ditahan di kamp-kamp penampungan.
"Belum tahu keberadaannya dimana. Keluarga belum ketemu dan belum bisa memastikan apakah mereka masih hidup atau dibunuh atau bagaimana," lanjutnya
Diketahui terdapat sekitar 11,3 juta warga atau sekitar 10 persen dari total penduduk China merupakan etnis Uighur.
"Mereka dituduh sebagai ekstremis tapi tidak ada bukti yang membuktikan kalau mereka ekstremis, atau bukti aksi teroris atau terlibat ISIS terhadap mereka," ujarnya
Sangkal langgar HAM
Hari Kamis, Kedutaan Besar China di Jakarta mengeluarkan pernyataan di laman resminya menyangkal telah melakukan pelanggaran HAM atas warga etnis Uighur.
Pernyataan itu menyebutkan otoritas China melakukan apa yang dinamakan pendidikan vokasi guna mengurangi pengaruh ekstremisme dan terorisme di kawasan tersebut, bukan mendiskriminasi berdasarkan kepercayaan.
"China merupakan sebuah negara dengan beragam kelompok etnis dan agama. Sesuai hukum, pemerintah melindungi kebebasan beragama, termasuk Uighur," demikian keterangan tersebut, sembari menambahkan bahwa terdapat sekitar 24 ribu masjid di kawasan Xinjiang.
Perluas komunikasi
Menanggapi tuntutan masyarakat, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Wakil Dubes China untuk menyampaikan keprihatinan Indonesia terhadap etnis Uighur.
"Kami tegaskan sesuai dengan Deklarasi Universal HAM PBB,” ujar Arrmanatha.
Ia mengatakan, Dubes China menyampaikan komitmen negaranya terhadap perlindungan HAM dan sependapat kalau semua info terkait Uighur diketahui oleh publik.
"Adanya keinginan dari Kedutaan Besar RRT (China) di Jakarta untuk memperluas komunikasi dengan berbagai kelompok masyarakat madani, untuk menyampaikan informasi kondisi masyarakat Uighur di China," kata dia.
HAM dan Radikalisme
Sementara itu Wakil Presiden Jusuf Kalla minta masyarakat Indonesia melihat isu Uighur secara komprehensif dari dua sisi, antara dugaan perlakuan diskriminatif dan kemungkinan radikalisme.
"Kalau terjadi diskriminasi dalam agama, itu melanggar ketentuan terhadap HAM internasional. Tapi semuanya harus menunggu laporan dari kedutaan besar kita dan menindaklanjuti pemanggilan Duta Besar Tiongkok pada 17 Desember lalu," katanya.
Menurut Kalla, radikalisme di kalangan warga etnis Uighur selama ini kerap ditemukan, bahkan sudah masuk hingga ke Indonesia.
Ia mencontohkan sejumlah orang dari etnis Uighur yang sempat membantu kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, beberapa tahun lalu.
"Bisa juga radikalisme. Dalam penyelesaian konflik di Poso, ada enam (Uighur) yang ikut ke sana. Empat ditahan sekarang," lanjut Kalla.
"Jadi agar dipahami juga itu. Bahwa bisa juga terjadi adanya radikalisme.
Sebelumnya Kalla sempat mengatakan bahwa perlakuan China terhadap etnis Uighur adalah urusan dalam negeri negara itu dan Indonesia tidak bisa ikut campur.
Rina Chadijah di Jakarta ikut berkontribusi dalam artikel ini.