Antisipasi Serangan Teror, Polri Tingkatkan Kewaspadaan
2017.07.05
Jakarta

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) meningkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi aksi teror, menyusul peringatan pengamat yang menyebutkan militan terafiliasi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah menyiapkan 1.500 orang siap melancarkan serangan.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, pihaknya tetap waspada dengan ancaman apapun yang ditujukan kelompok teroris. Apalagi dalam dua bulan ini, serangan terhadap polisi meningkat.
“SOP (Standar Operasional Prosedur) kita sudah ada yaitu meningkatkan pengamanan markas, pengamanan personel, termasuk keluarganya. Kita sudah tahu, polisi menjadi target sebab polisilah yang menghalangi eksistensi ISIS,” katanya kepada BeritaBenar, Rabu, 5 Juli 2017.
Ancaman paling diwaspadai saat ini, tambahnya, adalah serangan yang dilakukan secara sendiri, seperti penusukan polisi di Mapolda Sumatera Utara (Sumut) di Medan pada 25 Juni lalu, dan penyerangan di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 30 Juni lalu.
Pelaku penusukan di Masjid Falatehan yang melancarkan aksinya tewas ditembak. Hal sama juga dilakukan terhadap seorang dari dua pelaku penyerangan di Mapolda Sumut. Seorang polisi tewas dalam serangan di Mapolda Sumut.
“Mereka yang bergerak sendiri atau lonewolf perlu diwaspadai. Tidak hanya polisi tapi juga masyarakat. Mereka memang ada di tengah masyarakat,” kata Setyo.
Polisi terus melancarkan operasi pemburuan kelompok teroris, termasuk mengantisipasi aksi lonewolf sebab orang yang terpengaruh paham radikal sulit terditeksi.
“Tentunya kita ingatkan kepada petugas di lapangan, yang selama ini tidak terlalu siap, harus ditingkatkan kewaspadaannya,” katanya.
Sejak Januari hingga Juni 2017, polisi telah menangkap lebih dari 100 orang yang diduga terkait jaringan teror.
Kelompok yang diduga pendukung ISIS juga terus melakukan propaganda. Selasa, 4 Juli 2017, sepucuk bendera mirip lambang ISIS dipasang di pagar Mapolsek Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Pelaku yang belum diketahui identitas mengirim ancaman bernada provokatif di karton yang dimasukkan dalam botol air mineral.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bendera itu belum tentu diletakkan peneror sebab bisa saja dilakukan kelompok yang ingin memperkeruh suasana.
"Kalau yang membuat teroris misalnya, kita berarti ikut genderangnya dia. Dia maunya semua menjadi panik, senang dia," ujarnya kepada wartawan.
Tito minta jajarannya, terutama bagian Humas, tak mengekspose kasus serupa ke publik untuk menghindari kekhawatiran berlebihan.
"Saya sudah sampaikan ke anggota saya kalau ada yang ketemu seperti itu enggak usah diekspose ke media. Bisa saja ada orang iseng buat itu," katanya.
1.500 siap menyerang
Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe, Aceh mengingatkan polisi untuk mengantisipasi aksi pendukung ISIS, terutama di kota-kota besar karena ada sekitar 1.500 militan yang siap melancarkan serangan.
“Dari aksi-aksi yang marak belakangan, patut diwaspadai karena sepertinya serangan semakin masif. Bisa jadi mereka akan menyerang target-target tersebut dalam waktu dekat,” katanya saat dihubungi.
Mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) ini mengatakan, 1.500 teroris yang siap melancarkan serangan itu adalah anggota Jammah Ansarut Daulah (JAD), sel ISIS paling aktif di Indonesia.
Sementara peneliti terorisme dan intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Ridwan Habib mengatakan anggota JAD yang dibentuk Aman Abdurrahman tahun 2010, diprediksi berjumlah 400 orang.
Aman saat ini berada dalam penjara terkait kasus pelatihan militer di pegunungan Jalin, Aceh Besar, tapi menurut polisi, dia masih bisa merekrut anggota jaringan teroris.
Dengan asumsi pengikutnya bertambah selama 7 tahun terakhir, bisa jadi kini mencapai 1.000 orang. Namun Ridwan tak yakin semua siap melakukan aksi seperti dikatakan Chaidar.
“Apakah kemudian setiap anggota organisasi ini akan jadi penyerang? Saya tidak yakin. Karena bisa saja mereka istrinya, ideolog saja, atau hanya pengumpul dana. Menurut saya tidak semuanya akan menjadi penyerang,” katanya kepada BeritaBenar.
Meski begitu, Ridwan mengatakan jumlah orang terpengaruh paham radikal tidak dapat diprediksi. Belum lagi ditambah mereka yang terpengaruh terorisme karena mengakses konten ISIS di media sosial.
“Bisa saja satu materi ISIS diunduh ribuan orang. Dari itu, berapa orang teradikalisasi kan kita tidak bisa menghitung,” katanya.
Untuk itu, Ridwan mengingatkan agar siber intelijen Indonesia harus lebih canggih untuk menditeksi potensi ancaman radikalisme di media sosial. Menurutnya perang terhadap terorisme adalah pekerjaan rumah terbesar yang harus dihadapi saat ini.
WNI dideportasi
Selain waspada terhadap serangan, upaya mencegah berangkatnya warga Indonesia ke wilayah yang diklaim dalam penguasaan ISIS juga dilakukan.
Otoritas Singapura mengabarkan telah mendeportasi dua warga Indonesia yang disebut telah diradikalisasi militan ISIS. Mereka adalah pembantu rumah tangga yang bekerja di Singapura.
Menteri Dalam Negeri Singapura Desmond Lee mengatakan bahwa keduanya tak punya rencana melakukan kekerasan di Singapura. Mereka telah dipulangkan ke Indonesia.
Tapi tak dijelaskan identitas keduanya. Desmond hanya meyebutkan salah seorang dari mereka ingin ke Suriah bersama pacarnya untuk bergabung ISIS.
Tahun lalu, otoritas Singapura menyatakan telah mendeportasi hampir 70 warga asing, termasuk lima PRT, atas dugaan radikalisme selama dua tahun sebelumnya.
"Sama seperti kasus-kasus sebelumnya, mereka berdua adalah pendukung ISIS, yang diradikalisasi lewat media sosial," ujar Lee seperti dikutip dari kantor berita AFP.
Dari tahun 2012 hingga 2016, lebih 600 warga Indonesia yang dideportasi dari sejumlah negara, terutama Tukri, karena ingin menuju Suriah untuk bergabung dengan ISIS.