Presiden Jokowi minta RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga segera disahkan

RUU PPRT telah terkatung-katung di DPR selama 19 tahun.
Tria Dianti dan Arie Firdaus
2023.01.18
Jakarta
Presiden Jokowi minta RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga segera disahkan Aprilia Kartini (13) bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Desa Kasihan, Yogyakarta, dalam foto tertanggal 20 Juni 2005 ini. Lebih dari setengah juta pekerja rumah tangga dibawah umur di Indonesia berisiko mengalami pelecehan seksual dan fisik serta tidak memiliki perlindungan hukum, kata kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch.
[AFP]

Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Rabu (18/1) meminta agar rancangan undang-undang tetang perlindungan pekerja rumah tangga segera disahkan setelah terbengkalai selama 19 tahun.

Jokowi mengatakan pembantu rumah tangga di Indonesia yang jumlahnya diperkirakan 4 juta rentan kehilangan haknya sebagai pekerja seperti jaminan sosial dan kesehatan.

Presiden mengatakan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah masuk dalam daftar prioritas untuk disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat di tahun ini , 19 tahun setelah draf legislasi ini mulai digagas.

“Saya dan pemerintah berkomitmen dan berupaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Jakarta.  

“Saya berharap UU PPRT segera ditetapkan dan memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja rumah tangga, kepada pemberi kerja dan penyalur kerja,” kata dia.   

Menurut dia, hingga saat ini hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak secara khusus dan tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga.

Untuk mempercepat proses, Jokowi mengatakan dia telah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan semua pihak yang berkepentingan.

“Intinya kita ingin memiliki payung hukum di atas peraturan menteri untuk pekerja rumah tangga yang rentan kehilangan hak sebagai pekerja karena pada praktiknya, pekerja rumah tangga rentan kehilangan hak dan sudah sekian tahun, saya rasa ini waktunya untuk kita miliki UU PPRT,” tambahnya.

Data pemerintah tahun 2015 menunjukkan jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia diperkirakan 4 juta orang. Sementara itu 60-70 persen dari total perkiraan 9 juta pekerja migran Indonesia adalah perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri.

Pembantu rumah tangga di Indonesia, yang kebanyakan perempuan, sering digaji di bawah standar upah minimum, biasanya sekitar Rp1 - 2,5 juta per bulan.

Menurut Organisasi Buruh Dunia (ILO), kondisi kerja pekerja rumah tangga merupakan salah satu yang terburuk, dengan jam kerja panjang, waktu istirahat yang tidak memadai, gaji yang rendah, dan pembayaran gaji yang telat.

Berdasarkan data ILO pada tahun 2015, ada sekitar 67,1 juta orang pembantu rumah tangga di seluruh dunia dan 11,5 juta atau 17,2 persen diantaranya merupakan pekerja migran.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, di Indonesia ada sekitar 70,49 juta pekerja sektor informal, 61 persen diantaranya merupakan pekerja perempuan.  

Sementara itu, Anggota Badan Legislasi DPR Luluk Nur Hamidah mengatakan pihaknya sedang mendesak pimpinan DPR agar rancangan undang-undang yang telah masuk dalam daftar rancangan legislasi yang dibahas tahun ini (Prolegnas) bisa segera dibahas dengan mendengar masukan dari berbagai pihak.

“Kami ingin ada kesempatan bagi kita dan pemerintah untuk membahas bersama-sama karena memang pembahasan belum dimulai oleh pemerintah termasuk yang menyangkut pola hubungan kerja, aturan jam kerja dan gaji yang memang sepatutnya didapatkan PPRT,” kata Luluk dalam rilisnya.

Ia menjelaskan rancangan undang-undang ini bukan hanya mengatur perlindungan pekerja rumah tangga tapi juga ekosistem yang terkait seperti penyalur kerja, lembaga pemberi kerja, majikan dan peran serta masyarakat.

“Ada relasi kuasa yang sangat timpang antara PRT dan juga majikan, belum lagi situasi yang sangat eksploitatif, juga praktek perbudakan modern itu juga masih banyak terjadi termasuk juga kekerasan,” ujarnya. 

Banyak pekerja rumah tangga yang tidak mendapatkan jaminan sosial, BPJS Kesehatan, jaminan hari tua, tunjangan hari raya  dan subsidi upah seperti yang dinikmati oleh misalnya para pekerja di sektor lain, ujarnya

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengakui saat ini memang belum ada payung hukum untuk pekerja rumah tangga. Selama ini, kata dia, hanya ada Peraturan Menteri No.2/2015 tentang perlindungan pekerja rumah tangga.

“Kami memandang bahwa peraturan lebih tinggi di atas ini diperlukan. Sudah saatnya peraturan menteri ini diangkat lebih tinggi menjadi undang-undang,” kata dia.

“Dalam draft RUU PPRT, nantinya pekerja akan mendapatkan jaminan sosial, kesehatan, maupun ketenagakerjaan,” ujarnya

Rancangan undang-undang ini, kata Ida, lebih mengatur perlindungan terhadap pekerja rumah tangga dalam negeri, sementara untuk pekerja migran diatur dalam Undang-undang No.18/2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia. 

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menjelaskan rancangan-undang-undang pekerja rumah tangga akan mengatur tentang perlindungan terhadap diskriminasi dan kekerasan serta upah.

"Di sini akan menjadi amat penting kalau kita melihat Rancangan Undang-Undang PPRT ini, ini tidak hanya kita berfokus memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga saja, (tetapi) bagaimana juga pengaturan terkait dengan pemberi kerja, majikan, demikian juga terkait dengan penyalur dari pekerja ini," jelas Ayu.

Sambut baik

Direktur Institut Sarinah, organisasi yang berfokus pada isu kesetaraan gender, Eva Kusuma Sundari, menilai pernyataan Jokowi tersebut dapat memecah kebuntuan proses legislasi di parlemen.

“Kami bergembira dengan pernyataan presiden tersebut. Harapan kami, semoga DPR dapat bersikap positif seperti kala membahas UU TPKS,” kata Eva dalam keterangannya yang diterima BenarNews, merujuk kepada Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan April tahun lalu.

“Ini merupakan penghargaan terhadap 19 tahun perjuangan para perempuan demi perbaikan kesetaraan gender di Indonesia,” ujar Eva yang juga mantan anggota DPR.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan percepatan pembahasan RUU PPRT memang mendesak dilakukan karena pekerja rumah tangga juga merupakan pekerjaan yang setara dengan bidang lainnya.

“Saya kira DPR selalu menganggap enteng soal pekerja rumah tangga karena jasanya dianggap tidak ada, padahal jika ditelusuri lebih dalam, jasa pekerja rumah tangga sangat signifikan dalam menggerakkan rumah tangga dan perekonomian keluarga,” ujar Wahyu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.