Jokowi perintahkan Panglima TNI usut kasus mutilasi 4 warga Papua oleh oknum tentara
2022.08.31
Jayapura dan Jakarta

Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan pada Rabu (31/8) dirinya telah meminta TNI untuk menuntaskan kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil di Papua yang melibatkan sejumlah tentara, namun warga setempat menyangsikan bahwa keadilan bisa ditegakkan.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Polisi Ahmad Musthofa Kamal mengatakan telah menangkap sembilan dari 10 pelaku, enam diantaranya adalah anggota tentara, yang melakukan pembunuhan terhadap para korban secara kejam pada Selasa malam pekan lalu (22/8) di Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Papua.
Berdasarkan temuan tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Panglima TNI Andika Perkasa untuk membantu proses hukum yang telah dijalankan oleh kepolisian dalam mengungkap motif kasus pembunuhan tersebut.
"Sehingga sekali lagi proses hukum harus berjalan sehingga kepercayaan masyarakat kepada TNI tidak pudar. Saya kira yang paling penting usut tuntas kemudian proses hukum," tegas Jokowi kepada jurnalis di Papua saat kunjungan kerjanya ke provinsi tersebut.
Namun sejumlah aktivis Papua meragukan perintah Jokowi tersebut akan ditindaklanjuti oleh TNI dan keadilan bisa ditegakkan mengingat beberapa kasus serupa sebelumnya tidak dituntaskan.
Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Pendeta Dorman Wandikbo mengkritik kunjungan Jokowi di tengah masih terus terjadinya kekerasan terhadap warga sipil oleh aparat keamanan pemerintah Indonesia.
Kunjungan Jokowi kali ini di Papua yang bertujuan untuk meresmikan Papua Football Academy, menyerahkan Nomor Induk Berusaha bagi pelaku usaha mikro kecil dan perseorangan, hingga pertemuan dengan perwakilan perusahaan tambang Freeport, merupakan lawatan yang ke-15 kali sejak menjabat presiden, demikian laporan media.
Menurut Dorman, walaupun Presiden Jokowi berkunjung ke Papua hingga seratus kali namun pelanggaran hak asasi manusia masih terus terjadi, maka kunjungan itu seolah-olah merendahkan martabat orang Papua.
“Hal ini terbukti dengan pembunuhan berencana dan mutilasi terhadap empat warga sipil asli Papua, tepatnya di Timika,” ucap Dorman kepada BenarNews.
Sebelumnya kasus Makilon Tabuni, 12, siswa SD yang meninggal pada 22 Februari lalu setelah diduga dianiaya tentara karena dituduh mengambil sepucuk senjata anggota TNI di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, juga masih belum ada kejelasan.
“Belum ada kejelasan sampai hari ini. TNI tidak mengaku sampai hari ini,” ujar perwakilan keluarga Makilon yang menolak disebut namanya kepada BenarNews.
Keluarga mengatakan TNI hanya membayar biaya pengobatan, namun tidak ada kejelasan terkait penyelesaian kasus tewasnya Makilon.
Tokoh Dewan Gereja Papua Benny Giay juga mengkritik pernyataan tokoh-tokoh pemerintah yang selama merendahkan masyarakat Papua.
Dia mencontohkan ucapan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada Juni lalu yang dinilai rasis dengan menyebut orang Papua berkulit hitam dan Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo asal Papua dengan istilah “kopi susu”.
Selain itu, Benny juga menyebut ucapan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono pada tahun 2021 yang pernah mengusulkan 2 juta warga Papua dipindahkan ke Manado dan sebaliknya mengirim warga Manado ke Papua untuk memisahkan mereka dari ras orang-orang Papua Nugini dan ras Melanesia di Pasifik.
“Pernyataan publik seperti yang dilontarkan Megawati dan Hendropriyono itu mengungkapkan fantasi dan psikologi mayoritas masyarakat Indonesia tentang Papua, yang dikait-kaitkan dengan monyet, ketek, koteka, pemalas, terbelakang dan teroris,” ucap Benny kepada BenarNews pada Rabu.
“Pernyataan itu dipahami orang Papua (sebagai hasrat) mau menghilangkan orang Papua kulit hitam dari negerinya sendiri,” paparnya.
Satu pelaku masih buron
Polda Papua menyampaikan total ada 10 tersangka yang terlibat dalam kasus mutilasi ini, yakni enam anggota TNI dan empat warga sipil. Humas Polda Papua Kombes Polisi Kamal mengatakan dari keempat warga sipil itu, tiga orang sudah ditangkap.
“Satu DPO (daftar pencarian orang - buron) masih dicari,” ujar Kamal kepada BenarNews, Rabu.
Kamal juga kembali menegaskan ada motif ekonomi di balik kasus mutilasi yang dilakukan enam oknum tentara tersebut.
Modus dari para pelaku, lanjut Kamal, karena korban hendak membeli senjata api dari para pelaku, kemudian para pelaku menyiapkan benda menyerupai senjata api untuk meyakinkan korban.
“Iya ada modus jual beli senjata api, maka itu korban menyiapkan uang Rp250 juta, dan uang tersebut sudah dibagi oleh para pelaku,” kata Kamal.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Tatang Subarna menerangkan tim penyidik dari Polisi Militer saat ini telah memeriksa enam oknum tentara yang merupakan tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan empat warga di Kabupaten Mimika itu.
Tatang menyebut keenam tersangka akan ditahan selama 20 hari di Polisi Militer Kodam di Mimika terhitung mulai 29 Agustus sampai dengan 17 September.
“Penahanan tersebut dilakukan guna memudahkan pemeriksaan dan penyidikan terhadap para tersangka,” kata Tatang dalam keterangan tertulisnya yang diterima BenarNews.
Tatang menyebut enam tersangka itu terdiri dari dua perwira TNI AD, yakni Mayor HF dan Kapten DK. Sedangkan empat tersangka lainnya masing-masing berinisial Prajurit Kepala PR, Pratu RAS, Prajurit Satu RPC dan Prajurit Satu R.
Komandan Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat Letjen Chandra Sukotjo mengatakan saat ini keenam tersangka oknum anggota TNI AD telah ditahan dan diperiksa oleh penyidik Polisi Militer Angkatan Darat.
Sejumlah kasus kekerasan aparat tidak selesai
Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mendesak aparat untuk memastikan tidak adanya impunitas hukum dengan memproses kasus ini secara tuntas dan tidak membiarkannya menggantung seperti banyak sekali kasus pembunuhan warga yang diduga melibatkan aparat keamanan.
“Masalahnya bukan sebatas bagaimana kita menjaga kepercayaan masyarakat kepada TNI. Tetapi, betapa kita wajib menjaga nyawa manusia dan memastikan kematian mereka akibat kejahatan tidak berakhir tanpa kejelasan,” ucap Usman kepada BenarNews pada Rabu.
Berdasarkan catatan organisasi advokasi perlindungan hak asasi manusia itu, sejak Februari 2018 hingga Juli 2022, setidaknya ada 61 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang diduga melibatkan aparat keamanan dengan total 99 korban.
“Pembunuhan di luar hukum oleh aparat merupakan pelanggaran hak untuk hidup, hak fundamental yang jelas dilindungi oleh hukum HAM internasional dan Konstitusi Indonesia,” ujar Usman.
Nazarudin Latif di Jakarta berkontribusi pada artikel ini.