Jokowi: Polisi Harus Humanis, Jauhi Sikap Koruptif
2018.07.11
Jakarta

Presiden Joko "Jokowi" Widodo meminta kepolisian Indonesia (Polri) mengutamakan tindakan humanis dan menjauhi sikap koruptif dalam bertugas.
Hal itu disampaikannya saat berpidato pada upacara peringatan ulang tahun kepolisian atau Hari Bhayangkara ke-72 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu, 11 Juli 2018.
Peringatan Hari Bhayangkara semestinya digelar pada 1 Juli, tapi ditunda karena alasan tengah sibuk mengamankan pemilihan kepala daerah serentak yang digelar 27 Juni lalu.
"Kedepankan langkah pencegahan dan tindakan humanis dalam menangani segala permasalahan sosial yang timbul," kata Jokowi.
"Hindari tindakan yang berlebihan dan tingkatkan kepercayaan publik."
Menurut survei sejumlah lembaga, kepercayaan terhadap kepolisian dalam beberapa tahun terakhir memang masih tergolong rendah.
Indo Barometer pada 2015, misalnya, menyebut kepercayaan terhadap polisi hanya sebesar 56,6 persen.
Angka itu jauh tertinggal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mendapatkan kepercayaan sebesar 82 persen.
Lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pun menyebut kepolisian masih permisif dengan kekerasan saat bertugas.
Sepanjang Juni 2017 hingga Mei 2018, Kontras mencatat terdapat 80 aksi penganiayaan dan kekerasan fisik yang dilakukan aparat kepolisian.
Tindakan ini, terang Kontras, dilakukan aparat sebagai cara mengejar pengakuan mereka yang diduga melakukan tindak pidana.
Maka, tambah Jokowi dalam pidatonya, "Lakukan perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada. Terutama dalam penegakan hukum harus dilakukan secara profesional, transparan, dan berkeadilan."
Selain menuntut perbaikan kinerja, Jokowi meminta Polri meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme yang disebut kian berat dan kompleks seiring kemajuan teknologi informasi.
Apalagi, lanjutnya, Indonesia bakal mengadakan sejumlah kegiatan penting dalam waktu dekat, semisal ajang olahraga Asian Games di Jakarta dan Palembang, Asian Paragames, dan pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali.
"Negara-negara maju pun sedang menghadapi ancaman yang sama," ujarnya.
"Oleh sebab itu, saya meminta seluruh anggota Polri jangan lengah. Tetap sigap menjalankan tugas, selalu mengembangkan diri dan melakukan terobosan untuk terus mengatasi berbagai ancaman yang ada."
Jokowi juga meminta Polri untuk menjaga kerukunan antarumat beragama dan nilai-nilai kebhinnekaan.
“Polri harus terus mengantisipasi dan mencegah berbagai potensi konflik horizontal dengan mengangkat sentimen primordial, seperti mempertentangkan perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan ras,” katanya.
Telah membaik
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dalam pidatonya pada kesempatan sama mengatakan institusinya bakal bekerja maksimal untuk mengamankan sejumlah kegiatan penting di tanah air dari potensi teror.
"Bersama-sama akan bekerja maksimal," ujarnya.
Selama ini, tambah Tito, Polri juga telah bekerja keras dan memperbaiki diri, terbukti dari hasil survei beberapa lembaga yang menunjukkan Polri semakin dipercaya masyarakat.
"Polri telah berada pada tiga besar lembaga dengan kepercayaan publik terbaik," katanya.
Ia mencontohkan survei Litbang Kompas 2018, yang memperlihatkan kepercayaan masyarakat kepada Polri yang telah mencapai 82,9 persen.
Angka ini naik dari survei lembaga sama pada 2016 yang menunjukkan kepercayaan publik kepada polisi berada di kisaran 63 persen.
Adapula survei Alvara Research Center pada Mei yang menunjukkan kepercayaan publik terhadap Polri yang telah berada di kisaran 78 persen.
Sementara itu hasil survei Gallup menempatkan Indonesia dalam 10 negara dengan ketertiban dan penegakan hukum terbaik di dunia, dimana salah satu poin yang disurvei adalah kepercayaan masyarakat pada polisi.
Singapura dan Norwegia adalah dua negara yang berada di ranking teratas, sedangkan Afghanistan dan Venezuela merupakan dua negara pada posisi terbawah dari 142 negara yang diteliti.
Pekerjaan rumah
Kendati kepercayaan masyarakat disebut meningkat, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar berharap Polri tidak lekas berpuas diri karena masih banyak "pekerjaan rumah" yang belum rampung.
Salah satunya mengungkap penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan.
Berselang lebih dari setahun, Polri belum berhasil mengungkap pelaku penyiraman.
Novel yang juga mantan perwira polisi, menduga terdapat jenderal polisi yang terlibat dalam kasusnya.
"Untuk kasus yang diduga ada kepentingan tertentu seperti ini, polisi seharusnya mau menyerahkan penyelesaian kepada tim independen," kata Bambang kepada BeritaBenar.
"Jika benar ingin menunjukkan sikap profesional seperti yang disampaikan Kapolri."
Serupa penilaian peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, yang menilai kepolisian belum sepenuhnya transparan meski survei menyebut kepercayaan telah membaik.
"Dalam akuntabilitas anggaran, misal, polisi seharusnya membuat laporan tahunan ke publik soal apa yang sudah dilakukan,” ujar Erwin.
"Praktek kekerasan yang masih terjadi juga harus dihilangkan."