Diselidiki, Asal Api yang Membakar Kapal Zahro Express
2017.01.03
Jakarta

Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengarahkan penyelidikan mereka ke penyejuk udara yang dipasang pada kapal Zahro Express menyusul terbakarnya kapal itu yang menewaskan 23 penumpang sementara 17 lainnya masih hilang.
Ketua tim investigasi KNKT, Kapten Aldrin Dalimunte, mengatakan kapal Zahro Express yang terbakar setelah berlayar 1 mil dari Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, adalah satu-satunya kapal penumpang melayani penyeberangan ke pulau-pulau di Kepulauan Seribu di Teluk Jakarta yang menggunakan penyejuk udara.
Penggunaan penyejuk udara menyebabkan kabin penumpang tertutup, sementara pada kapal lain cenderung terbuka karena tidak memakai penyejuk udara.
Saat terbakar Minggu pagi, 1 Januari 2017, kapal tersebut sedang menuju Pulau Tidung, salah satu lokasi tujuan wisata di Kepulauan Seribu.
“Kami menduga api bermulai dari kamar mesin, lalu menyambar bahan bakar dan kayu,” ujar Aldrin kepada BeritaBenar, Selasa, 3 Januari 2017.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan polisi menyelidiki mengapa manifes kapal hanya terdaftar 100 penumpang, sementara total orang dalam kapal diketahui mencapai 240-an, termasuk nakhoda dan awak kapal.
Dari yang terdata sejauh ini, 194 orang berhasil diselamatkan, 23 meninggal dunia, 17 luka-luka dan 17 lainnya hilang. Tapi angka pasti masih belum terkonfirmasi mengingat banyak penumpang yang tidak tercatat di manifes.
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan 20 dari 23 korban meninggal ditemukan dalam kapal yang sudah gosong terbakar setelah kapal tersebut dievakuasi ke pelabuhan Muara Angke.
Nakhoda tersangka
Argo mengatakan bahwa nakhoda kapal, Mohammad Nali (51), sudah ditetapkan sebagai tersangka usai ditangkap, Selasa, 2 Januari 2017. Bila terbukti bersalah di pengadilan dia terancama hukuman maksimal 10 tahun penjara.
“Sudah ada bukti permulaan yang cukup, saksi-saksi dan dokumen-dokumen lain,” ujar Argo kepada BeritaBenar.
Kasus ini ditangani oleh Direktorat Polisi Air Polda Metro Jaya, yang juga sedang mencari pemilik kapal yakni Yodi Mutiara Prima.
Sebelumnya pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, mengatakan kapal Zahro bukan milik Pemerintah DKI Jakarta. Dia juga menyampingkan kemungkinan kapal kelebihan muatan karena kapasitas kapal dapat menampung 285 orang.
“Selanjutnya kami akan panggil saksi ahli, mencari saksi-saksi lain, dan menyelidik soal tiket kapal dan jaket pelampung,” ujar Argo.
Seorang penumpang selamat, Aldi, dalam wawancara TV One mengatakan bahwa dalam perjalanan, kapal mengeluarkan asap pekat membumbung tinggi ke angkasa dan tidak lama kemudian para penumpang berhamburan terjun ke laut untuk menyelamatkan diri, tanpa instruksi yang jelas dari awak kapal.
Aldi dan beberapa penumpang lain berpegangan pada sebuah pelampung berbentuk kotak untuk tetap mengapung di laut.
“Kami terombang-ambing sekitar 15 menit di laut,” ujarnya.
Video amatir yang ditayang TV One menunjukkan beberapa kelompok orang terapung di laut memakai jaket pelampung, menunggu diselamatkan dengan latar belakang kapal yang sedang terbakar mengeluarkan asap tebal hitam.
Tingkatkan pelayanan
Menyusul musibah tersebut, Kementerian Perhubungan telah memberhentikan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Muara Angke, Deddy Junaedi.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, mengatakan pihaknya akan meningkatkan pelayanan di pelabuhan rakyat, khususnya Muara Angke dengan melibatkan dua badan usaha milik negara, PT Pelni dan PT ASDP Indonesia Ferry.
“PT Pelni dalam waktu tiga hari akan masuk, saya minta PT Pelni untuk mensubstitusi kekurangan-kekurangan (pelayanan penyeberangan) ini,” ujarnya seusai menengok para korban selamat di RSPAD Gatot Subroto, Senin.
Kementerian Perhubungan juga akan melakukan uji kelaikan terhadap kapal-kapal yang melayani pelayaran di Pelabuhan Muara Angke.
“Kami dalam waktu singkat ini akan meneliti kapal-kapal yg beroperasi di Muara Angke, jumlah kapal yang memang dinyatakan aman bisa melayani masyarakat akan diberikan kesempatan,” ujarnya.
Kecelakaan transportasi laut dan sungai sering di Indonesia, karena standar keamanan yang diduga diabaikan dan pemeliharaan kapal kurang baik. Pendataan penumpang juga sering diabaikan dan mengakibatkan data yang muncul beragam saat terjadi kecelakaan.
Sebuah kapal penumpang yang mengangkut sekitar 60 orang tenggelam, Kamis pekan lalu di perairan Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara, karam karena dihantam ombak besar sehingga menewaskan empat orang.
Pada November 2016, kapal yang membawa pekerja migran Indonesia tenggelam di perairan Batam, mengakibatkan 24 orang meninggal dunia dan setidaknya 36 lainnya hilang.
Sebelumnya pada September 2016, dua turis asing meninggal dunia ketika kapal wisata yang mereka tumpangi meledak di perairan Padang Bai, Bali, dan 20 orang lainnya luka-luka.