Kapal Kargo Ikan Thailand yang Tertangkap di Aceh Sudah Diincar Seminggu
2015.08.14

Setelah melancarkan pelacakan dan pengejaran selama seminggu, akhirnya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) berhasil menangkap sebuah kapal kargo Thailand yang diduga memindahkan ikan hasil curian dari kapal-kapal pukat harimau di tengah lautan (transshipment).
KRI Teuku Umar menangkap kapal Silver Sea 2 di perairan Selat Malaka sekitar 80 mil dari garis pantai Kota Sabang di Pulau Weh, Provinsi Aceh, Kamis dinihari tanggal 13 Agustus, setelah diintai sejak dari selatan laut Jawa.
Setelah ditangkap, kapal sepanjang 81,73 meter dengan mesin pendingin canggih itu ditarik ke Pangkalan TNI AL Sabang.
Panglima Komando Armada RI untuk Kawasan Barat (Koarmabar) Laksamana Muda TNI Achmad Taufiq Qurrachman yang tiba di Kota Sabang Jumat petang menyatakan di dalam Silver Sea 2 terdapat 19 orang dan semuanya warga Thailand.
Kapal itu ditangkap berisi muatan ikan sekitar 2.000 ton.
Dia mengatakan sejauh ini belum ditemukan adanya indikasi perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK) di Silver Sea 2 tersebut.
Taufik menjelaskan bahwa seminggu lalu saat melakukan operasi rutin, TNI AL mendapatkan informasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa ada target yang dicurigai melakukan pelanggaran di perairan Indonesia.
“Pertama terdeteksi di selatan Kabupaten Sukabumi. Saya perintahkan unsur yang sedang beroperasi. Kita deteksi dengan pesawat intai maritim dan KRI Teuku Umar menemukan jam 10 malam (Rabu),” kata Taufiq kepada wartawan.
Menurut penyelidikan sementara diketahui bahwa pergerakan Silver Sea 2 berawal dari Thailand menuju Filipina, kemudian ke Papua New Guinea dan masuk ke perairan Indonesia untuk pulang kembali ke Thailand.
“Ini adalah kapal terbesar yang pernah kita temukan yang dicurigai melaksanakan transshipment. Seharusnya setelah para nelayan mengambil ikan, diturunkan [dahulu] di pelabuhan kita untuk diekspor. Ada kecurigaan [ikan hasil tangkapan] dimuat di kapal seperti ini [di tengah laut],” ujarnya.
Menurut dia, Silver Sea 2 akan diserahkan ke KKP untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
“Jelas akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Ini target KKP, bukan target TNI AL. Nanti akan diserahkan ke KKP. Mereka yang melakukan proses hukum, bukan TNI AL,” jelasnya.
“Nanti KKP yang menyelidiki apakah betul melakukan transshipment di perairan kita atau di perairan lain. Jadi kapal ini belum tentu bersalah. Nanti KKP yang meneliti lebih lanjut. Dalam proses hukum, ada praduga tak bersalah.”
Harapan nelayan Aceh
Panglima Laot Aceh, Teuku Bustamam menyatakan, nelayan Aceh sangat berterima kasih pada TNI AL yang menangkap Silver Sea 2. Panglima Laot adalah lembaga nelayan tradisional Aceh yang sangat dihormati.
“Kami mengharapkan Silver Sea 2 dihancurkan seperti dilakukan atas kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia,” katanya kepada BeritaBenar di Banda Aceh hari Jumat.
“Kapten dan para anak buah kapal harus dijatuhi hukuman berat supaya menjadi pelajaran bagi kapal-kapal asing lain agar tidak lagi mencuri ikan di Indonesia.”
Bustaman mengatakan nelayan Aceh sangat mendukung kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang meledakkan kapal asing karena mencuri ikan di Indonesia.
Dia mendesak pemberantasan kapal-kapal asing yang mencuri ikan terus dilakukan.
“Sejak dulu, kapal-kapal pukat harimau dari Thailand sering mencuri ikan di perairan Aceh, terutama di pantai barat. Kami harap ada operasi terus dilakukan mereka tak lagi menguras hasil laut Aceh yang melimpah,” ujarnya.
Dengan seringnya kapal pukat harimau beroperasi di laut Aceh mengakibatkan hasil tangkapan nelayan Aceh sedikit.
“Pukat harimau itu menyapu semua jenis ikan mulai dari anak-anak ikan sampai yang paling besar. Namanya saja harimau, jadi mereka sapu bersih semua ikan yang ada di laut,” ujar Bustaman.
Dihukum seberat-beratnya
Di Jakarta, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, Silver Sea 2 terindikasi melakukan transshipment dengan memuat hasil tangkapan dari perairan Indonesia.
"Silver Sea 2 ada indikasi melakukan transhipment dan memuat ikan-ikan tangkapan di wilayah Indonesia," katanya pada hari Kamis, seperti dikutip okezone.com.
Susi mengatakan pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Pemerintah Thailand agar pemilik Silver Sea 2 yaitu Silver Sea Reefer, Co, Ltd, dihukum berat.
“Kalau dengan Thailand, sudah ada pembicaraan tingkat menteri agar mereka tuntut korporasi. Thailand lebih kencang dalam penindakan hukum,” ujarnya.
Seperti diketahui bahwa Thailand sejak awal tahun lalu sedang gencar melakukan pemberantasan pencurian ikan dan perdagangan manusia.
Harapan agar pemilik Silver Sea 2 dihukum berat juga dikatakan Ketua Satuan Tugas Anti Illegal Fishing, Mas Achmad Santosa.
“Kita siap mendukung proses penyidikannya. Kita berharap penyidik menggunakan ancaman hukum seberat-beratnya yaitu Pasal 94 Undang-Undang Perikanan dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 1,5 miliar,” ujarnya, seperti disiarkan Radio Republik Indonesia (RRI), Jumat.
Ditambahkan bahwa pihaknya juga menelusuri rekam jejak Silver Sea Reefer, Co, Ltd, dengan melibatkan Interpol dan LSM pencinta lingkungan.
Kapal itu diduga banyak melanggar aturan seperti memperkerjakan ABK asing, tak mengaktifkan transmitter sistem pemantauan kapal perikanan online, bongkar muat di lautan serta melanggar ketentuan pengangkutan ikan dari pelabuhan pangkalan yang telah ditunjuk.
Kapal Silver Sea 2 ‘tidak melanggar’
Sementara itu ketika dikonfirmasi BeritaBenar hari Kamis Venus Pornprasert, direktur Silver Sea Reefer Co., Ltd., perusahaan pemilik Silver Sea 2, menyatakan bahwa kapal tersebut masuk ke perairan Indonesia secara sah dan tidak melanggar hukum.
“Hari ini kami mengirim surat kepada Kementrian Luar Negeri [Thailand] dan Kedutaan Besar Thailand di Jakarta untuk mengklarifikasi bahwa kapal itu mengambil jalur yang sama seperti biasanya,” kata Venus.
“Kami menyampaikan klarifikasi itu berdasarkan informasi yang kami terima dari kapten [kapal] kami, informasi yang juga telah dia laporkan kepada petugas TNI AL. Dia melaporkan bahwa kami tidak melakukan kesalahan, kapal itu terdaftar dan berizin. Semua ABK adalah warga Thailand,” tambahnya.
Venus menyatakan belum tahu kapan kapal itu bisa dibebaskan.
Sementara itu Direktur Jenderal Departemen Kelautan Thailand, Chula Sukmanop, mengatakan menunggu proses penyelidikan.
“Otorita Pelabuhan berkewajiban memverifikasi izin dan registrasi. Tetapi apabila ada kapal yang melanggar masuk ke perairan Indonesia, Indonesia dapat menangkap kapal itu dan mengadili para ABK,” tutupnya.