Sidang Keempat Suku Uighur Diwarnai Dengan Ketidakpastian Identitas Mereka

Oleh Zahara Tiba
2015.06.10
150610_ID_UIGHUR_POSO_ketidakpastian_700_MARCH2015.JPG Densus 88 menahan empat warga asing yang ditangkap di Kabupaten Parigi Moutong di Sulawesi Tengah,13 September, 2014.
BeritaBenar

Para terdakwa teroris suku Uighur yang diduga akan bergabung dengan kelompok ekstremis Santoso di Poso mengakui jalur masuk ke Indonesia yang mereka lalui ilegal.

Salah seorang terdakwa, Abdul Basit, menjelaskan dirinya bertemu dengan ketiga orang terdakwa lainnya –Ahmet Bozoglan, Ahmet Mahmud, dan Abdullah alias Altinci Bayram –

ketika mereka berada di Kuala Lumpur, Malaysia.

Masing-masing dari mereka terbang dari Turki ke Malaysia sendiri-sendiri dan menghabiskan waktu di negeri jiran tersebut selama sebulan.

“Kami bertemu saat berjalan-jalan disana dan berkenalan,” ujar Basit yang didampingi dua orang penerjemah dalam sidang lanjutan yang beragendakan pemeriksaan keempat terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu, 10 Juni.

Keempatnya lantas memutuskan untuk mengunjungi Indonesia dengan tujuan ingin berwisata. Mereka memilih menggunakan kapal motor (motorboat) dari sebuah pelabuhan di Malaysia.

“Perjalanan kami sudah diatur. Kami didampingi pemandu yang terus berkomunikasi dengan Bozoglan. Kami serahkan semuanya termasuk pengurusan dokumen kunjungan,” ujar Basit.

Pelabuhan misterius

Basit mengatakan mereka berangkat dari sebuah pelabuhan di Malaysia dan tidak mengetahui apakah pelabuhan tersebut resmi atau tidak.

“Tapi kami memang tidak melihat adanya petugas atau counter imigrasi di sana. Kami percaya pada pemandu. Kami sadari sepertinya jalur itu ilegal,” ujar Basit.

Di kapal itu sendiri, ujar Basit, tidak ada orang lain selain mereka dan para awak kapal.

Mereka tiba di sebuah kota di Indonesia yang mereka tidak ketahui namanya. Tim pengacara sendiri mengungkapkan mereka tiba di Pekanbaru, Riau.

Dari sana, mereka terbang ke Jakarta untuk selanjutnya bergeser ke Bogor.

Dari Bogor, mereka berkunjung ke Bandung. Keempatnya terbang dari Bandung ke Makassar sebelum akhirnya tertangkap polisi dalam perjalanan menuju Poso.

“Kami tidak ada maksud dan tujuan lain selain berwisata,” ujar Basit.

Identitas

Sidang hari ini juga diwarnai oleh pertanyaan-pertanyaan sengit Jaksa Penuntut Umum Nana Riana terkait identitas mereka.

Selama ini mereka mengaku dari Turki meskipun ada kecurigaan mereka adalah suku Uighur yang berasal dari Cina.

Nana sendiri yakin paspor keempatnya palsu.

Keterangan yang didapat dari Mahmud, Basit, maupun Abdullah, tentang tanggal lahir mereka tidak ada yang sesuai dengan yang tercantum di paspor.

“Coba sebutkan tanggal lahir Anda?” tanya Nana kepada Mahmud.

“Istanbul, 9 Juli 1987,” ujar Mahmud.

“Di berita acara pidana, Anda menyebutkan 10 Januari 1995 di Turkistan.”

“Tanggal lahir Anda?” tanya Nana kepada Abdullah dengan nada lebih tegas.

“Istanbul, 20 April 1986.”

“Yakin bukan 20 Mei?” tanya Nana lagi.

“Yang benar 20 April, tapi di paspor 20 Mei,” kata Abdullah.

“Di paspor sebenarnya tertulis 10 Mei. Bagaimana seseorang bisa punya beberapa tanggal lahir?” tukas Nana.

Nana juga minta mereka menyanyikan lagu kebangsaan Turki. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui liriknya. Mereka juga tidak tahu judul lagu tersebut.

“Bagaimana seorang warga negara tidak mengetahui lagu kebangsaan negaranya? Saya orang Indonesia. Lagu kebangsaan saya ‘Indonesia Raya’,” seru Nana.

Menurut Nana, saksi ahli Ajun Komisaris Besar Polisi M. Nuh Al-Azhar, yang merupakan Ketua Digital Forensic Analyst Team Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, mengakui adanya upaya mereka untuk bergabung dengan kelompok Santoso.

Pernyataan Nuh, kata Nana, disampaikan saat sidang minggu lalu.

“Keterangan tersebut berdasarkan hasil uji forensik barang bukti berupa foto-foto yang disita polisi saat penangkapan mereka,” ujar Nana.

“Semua saksi yang dihadirkan sejauh ini memberatkan mereka bahwa mereka berniat untuk bergabung dengan kelompok ekstremis di Indonesia, yakni Santoso.”

Kuasa hukum keempat terdakwa, Asludin Hatjani mengatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya meyakinkan jaksa penuntut dan hakim.

“Kita lihat saja persidangan ke depan,” kata Asludin menolak berkomentar banyak tentang pelaksanaan sidang tanggal 10 Juni.

Sidang selanjutnya digelar 24 Juni mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap para terdakwa.

Suku Uighur adalah minoritas Muslim di Tiongkok, dan sebagian besar tinggal di wilayah Tiongkok bagian barat. Uighur juga tersebar di Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan dan Turki.

Asludin mengatakan empat orang adalah warga negara Turki, tidak Cina, meskipun Indonesia telah mengindikasikan bahwa ia mungkin mengirim mereka ke China setelah sidang selesai.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.