Komandan OPM Tewas Dalam Penyergapan Aparat di Dekat Pertambangan Freeport

TPNPB-OPM mengatakan akan melakukan serangan balasan atas pembunuhan itu.
Ronna Nirmala
2020.08.17
Jakarta
200817_ID_Papua_1000.jpeg Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Paulus Waterpauw, mengumumkan tentang tewasnya Hendrik alias Hengki Wanmang, seorang komandan operasi kelompok separatis Papua, di tangan pasukan gabungan TNI/Polri, dalam sebuah konferensi pers di Jayapura, Papua, 17 Agustus 2020.
Dok. Polda Papua

Seorang komandan operasi kelompok separatis Papua yang diduga bertanggung jawab atas serangkaian penyerangan di wilayah pertambangan PT Freeport Indonesia tewas dalam penyergapan yang dilakukan aparat gabungan TNI/Polri di Kabupaten Mimika, demikian juru bicara Kepolisian Daerah Papua, Senin (17/8).

Kepala Polda Papua, Irjen Paulus Waterpauw, mengatakan penyergapan terhadap Hengki alias Hendrik Wanmang dilakukan pada Minggu (16/8), dengan melibatkan 196 personel kepolisian dan 92 personel TNI di markas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kali Kopi, Kabupaten Mimika.

KKB adalah sebutan aparat keamanan Indonesia untuk kelompok separatis di Papua yang berjuang untuk melepaskan diri dari Indonesia. Mereka dikenal juga dengan sebutan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).

“Meninggal dunia, telah dikuatkan berdasarkan pencocokan atribut yang digunakan, profil dan pencocokan keterangan tersangka yang sudah diamankan sebelumnya dengan cara menunjukkan foto Hengki Wanmang,” kata Paulus dalam keterangan pers, di Jayapura, Senin (17/8).

Selain menewaskan Hengki, penyergapan yang dilakukan aparat gabungan diduga juga melukai tiga orang anggota kelompok separatis lainnya, namun kepolisian belum bisa memastikan identitasnya karena ketiganya langsung berlari ke area hutan di wilayah tersebut.

“Terkait kontak tembak di Mile 69 PT Freeport Indonesia, tim melihat tiga orang KKB terkena tembakan namun belum bisa memastikan identitasnya,” kata Paulus.

Paulus mengatakan, peran Hendrik dalam kelompok ini cukup sentral. Hengki adalah sosok yang menggantikan kepemimpinan Theni Kwalik, panglima Kodam III Kali Kopi, pada tahun 2018.

Hengki, bersama Joni Botak, komandan kelompok separatis lainnya, juga bertanggung jawab atas serangkaian serangan di areal pertambangan Grasberg milik PT Freeport Indonesia, salah satunya yang menyebabkan seorang pekerja warga Selandia Baru meninggal dunia dan dua pegawai lainnya terluka pada Maret lalu.

“Hengki Wanmang merupakan orang yang mengajak beberapa KKB Pegunungan Tengah untuk masuk ke Tembagapura guna melakukan aksi gangguan di areal PTFI,” ungkapnya, merujuk pada deklarasi KKB Gabungan Papua Di Ilaga, Kab. Puncak pada tanggal 1 Agustus 2020 yang bertujuan untuk melakukan aksi penembakan di Tembagapura.

Pada 2009, Hengki juga disebut kepolisian pernah terlibat dalam rangkaian aksi penembakan dan penyanderaan di areal PT Freeport. Pada serangkaian insiden tersebut, dua orang dilaporkan meninggal dunia dan sebelas lainnya, termasuk enam aparat kepolisian, terluka.

“Hengki juga terlibat aksi penyanderaan masyarakat dan karyawan PTFI di Kampung Banti dan Kampung Kimbeli Tembagapura tahun 2017,” tambah Paulus.

Dalam penggerebekan tersebut tim gabungan juga mengamankan satu pucuk senjata api rakitan, satu pucuk senjata api jenis revolver, satu unit airsoft gun, 381 butir amunisi tajam berbagai kaliber dan puluhan peluru karet.

Kepolisian juga mengamankan uang tunai senilai Rp22 juta dan tiga bendera bintang kejora bersama senjata tajam dan peralatan elektronik lainnya.

“Nanti ke depan kita upayakan terus menangkap hidup atau mati terutama pelaku dan aktor penting atau utama daripada KKB ini,” ujar Paulus.

Selama konflik bersenjata terjadi sejak akhir Februari lalu di wilayah Mimika, satu orang polisi, satu orang tentara dan empat pemberontak dilaporkan tewas. Sementara, ribuan warga setempat dilaporkan mengungsi ke Timika.

Seruan untuk perang

Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, menyebut pembunuhan terhadap salah satu komandan pasukannya itu sebagai panggilan perang untuk kelompoknya kepada aparat Indonesia.

“Pasti, TPNPB pasti akan balas. Ini adalah perang. Namanya perang pasti ada tindakan balasan,” kata Sebby kepada BenarNews, Senin.

Sebby mengatakan, kelompoknya tidak akan takut dengan ancaman aparat gabungan Indonesia yang hendak memberangus habis kelompoknya.

“Sampaikan bahwa TPNPB tidak akan mundur dan tidak akan menyerah sekalipun ada pimpinan yang ditembak mati oleh pasukan musuh,” katanya.

Sebby menuturkan, TPNPB-OPM di bawah pimpinan Goliath Tabuni, memiliki 33 komandan daerah pertahanan yang masing-masingnya memiliki 2.500 personel tetap.

“Kami juga punya anggota tidak tetap, yaitu seluruh pejuang Papua merdeka dan rakyat Papua itu sendiri. Jadi kami percaya bahwa suatu ketika, TPNPB-OPM umumkan perang, maka semua pejuang dan rakyat pasti akan bergabung,” tukas Sebby.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) pernah meminta Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua dengan penarikan pasukan non-organik dari provinsi paling timur Indonesia tersebut.

Permintaan tersebut muncul setelah adanya laporan pengerahan pasukan non-organik TNI/Polri di Intan Jaya dan Paniai, Papua, pada 13 Desember 2019. Pengerahan pasukan ini diyakini menjadi awal mula ketegangan dengan kelompok separatis Papua.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.