Enam Negara Sepakat Lawan Terorisme Lintas Batas

Para pemimpin keamanan saling bertukar pikiran dalam menanggulangi militan.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2017.07.29
Manado
170729-ID-manado-620.JPG Menko Polhukam Wiranto (kanan), didampingi Jaksa Agung Australia George Brandis, berbicara di depan para wartawan seusai pertemuan regional enam negara di Manado, 29 Juli 2017.
[Ismira Lutfia Tisnadibrata/BenarNews]

Perwakilan negara-negara Asia Tenggara, Australia dan Selandia Baru bertemu di Indonesia Sabtu, 29 Juli 2017, dan sepakat untuk saling mendukung melawan meningkatnya ancaman terorisme terkait dengan militan yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Marawi, Filipina.

Pejabat tingkat tinggi dari Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Brunei bertemu dengan mitra mereka dari kawasan Pasifik dalam konferensi sehari yang diselenggarakan oleh Indonesia dan Australia di Manado, Sulawesi Utara, memfokuskan pada terorisme di wilayah sekitar laut Sulu dan Sulawesi.

“Terorisme global adalah ancaman mematikan bagi semua masyarakat dan dengan runtuhnya kekhalifahan di Timur Tengah, kembalinya pejuang teroris asing ke wilayah kita dan semakin meningkatnya terorisme lintas batas, ini menjadi ancaman yang lebih parah, bukan berkurang, dan karena itu menuntut respons regional," kata Jaksa Agung Australia George Brandis.

Menteri Koordinator urusan Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan forum tersebut difokuskan pada negara-negara di sekitar Laut Sulu untuk mencegah dampak dari konflik Marawi ke negara-negara tetangganya.

“Negara-negara di sekitar perairan Sulu punya kepentingan langsung tentang keamanan sub regional. Pertemuan ini kita batasi pada sub regional,” kata Wiranto dalam jumpa pers bersama Brandis seusai pertemuan tersebut.

Wiranto juga mengatakan ISIS mengubah strategi dengan menyebarkan militan untuk membangun benteng baru di seluruh dunia termasuk Asia Tenggara, menyusul kekalahan kelompok teroris itu di Suriah dan Irak.

“Sejatinya mereka ingin bangun kawasan baru di Indonesia di Poso, atau di Marawi dan ternyata dengan kondisi obyektif saat ini, mereka memilih membangun di Marawi,” kata Wiranto, menambahkan bahwa negara-negara peserta telah mendapat pengarahan dari delegasi Filipina mengenai status Marawi di mana pasukan negara tersebut telah bertempur dengan militan di wilayah itu sejak 23 Mei lalu.

Media sosial

Diskusi lainnya difokuskan pada penggunaan media sosial oleh militan.

“Pertemuan sepakati dorongan kerja sama di antara enam negara dan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang memberikan layanan media sosial, video file sharing dan messaging,” kata Wiranto.

Ia mengatakan teroris menggunakan media sosial dan keenam negara sepakat untuk belajar satu sama lain dalam melawan propaganda teroris.

Pemerintah Indonesia memblokir layanan pesan online Telegram awal bulan ini karena kekhawatiran para teroris menggunakan aplikasi itu untuk menyebarkan propaganda radikal dan mengajarkan para pengikutnya merakit bom atau melakukan aksi teror.

Para peserta juga sepakat untuk mempelajari undang-undang yang berlaku di setiap negara yang mengkriminalisasi ekstremis dan militan yang kembali ke negara asalnya serta mereka yang memberikan bantuan dan dukungan kepada militan. Ini khususnya penting bagi Indonesia yang saat ini sedang merevisi undang-undang kontraterorisme untuk memidanakan teroris atau pendukung mereka dengan memungkinkan keterlibatan militer sementara tetap berada dalam koridor penghormatan atas hak asasi manusia.

Brandis memuji Wiranto karena telah berhasil mengumpulkan keenam negara untuk bersama-sama mengatasi masalah bersama dan "membangun sebuah struktur di mana keenam negara yang terwakili hari ini dapat terus bekerja sama, saling belajar satu sama lain, untuk saling membantu, untuk memastikan bahwa kita selalu lebih di depan dari para teroris.”

Menko Polhukam Wiranto berbicara di depan para peserta pertemuan kemanan penanggulangan terorisme di Manado, 29 Juli 2017. (Dok. Kemenko Polhukam)

Bekerja sama

Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Jenderal Purnawirawan Hermogenes C. Esperon Jr. mengatakan pertemuan tersebut bermanfaat karena peserta dapat saling belajar satu sama lain.

"Saya pikir kami telah menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang memiliki keprihatinan yang sama," katanya kepada BeritaBenar setelah pertemuan tersebut.

Esperon mengatakan bahwa para pemimpin sepakat untuk bertemu karena menyadari mereka perlu bekerja sama karena karakteristik terorisme yang tanpa batas.

"Terorisme bisa terjadi di negara manapun, karena tidak perlu kekuatan besar. Mereka tidak harus bergerak dalam formasi besar, hanya diperlukan satu kekuatan ideologi yang dipaksakan kepada kita, itulah yang ingin kita cegah," katanya.

Ia mengatakan, di Marawi, operasi untuk memerangi militan masih berlangsung sementara medan pertempuran telah berkurang dari 16 ke tiga desa yang padat penduduknya, di mana warga sipil masih terjebak.

"Kami ingin sangat berhati-hati dalam hal ini. Ini akan menjadi lebih lambat tapi itu mungkin akan sesuai dengan tujuan kita karena walaupun lambat dalam membebaskan mereka, kita mungkin akan menyelamatkan nyawa orang yang tidak bersalah," katanya.

Wiranto dan Brandis mengatakan peserta sepakat untuk bertemu lagi dalam forum lanjutan tahun depan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.